Setelah memberikan arahan kepada Susan, Renata pun turun ke bawah dan mempersiapkan jamuan untuk ibu mertuanya yang akan datang dan menginap. Tentu saja mbok Minah sudah membantunya membersihkan rumah yang memang selalu sudah dalam keadaan rapi dan bersih.“Mbok Nah udah masak apa di dapur?” tanya Renata yang duduk di ruang keluarga, di atas sebuah sofa empuk berwarna merah hati.“Mbok Nah lagi bikin sambalado tanak gitu, Mba. Soalnya bu Sarah kan suka itu banget dari dulu.”“Oh iya. Apa kebetulan semua bahan ada di kulkas, ya Mbo?” tanya Renata lagi.“Iya, Mba. Kebetulan semua bahan ada karena kemarin kan mas Evan abis belanja online juga sama yang biasa nganter ke rumah. Tapi, tadi Mbok Nah tambahin telor puyuh aja biar enak dan ada lauknya selain campuran teri dan kawan-kawannya di sana.” Mbok Minah menjelaskan hal itu kepada Renata dengan sangat detail.Renata tidak mendapatkan info dari Evan bahwa ibunya akan datang dan menginap. Sebenarnya, Renata merasa kesal kepada Evan karena
“Mami! Kenapa nanya gitu sama Renata? Mami melukai hati istriku!” tegur Evan lagi dan kini berpindah ke sisi Renata.Dia merangkul tubuh istrinya yang tampak sedih dan mata Renata bahkan sudah berkaca-kaca. Walaupun dia berpura-pura hamil saat ini di depan Sarah, tetap saja sebenarnya dia tidak akan pernah bisa mengandung lagi. Jadi, pertanyaan yang dilemparkan Sarah kepadanya itu terasa begitu menyakitkan dan juga mengoyak ngoyak perasaannya saat ini.“Sayang ... nggak usah diambil hati, ya ucapan mami. Mami hanya kaget dan merasa syok, soalnya kan selama ini kita udah berjuang keras untuk bisa mendapatkan keturunan.” Evan berusaha untuk menghibur hati dan perasaan Renata yang sudah jelas merasa kacau berat sekarang ini.“Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok kalau Mami masih nggak percaya sama kehamilan aku ini. Mudah-mudahan nanti anak ini lahir mirip banget sama kamu, ya Mas. Jadi, Mami nggak meragukan lagi bayi dalam kandunganku ini,” ungkap Renata dengan nada sedih di depan Sarah.
“Oh dia ... dia istri temannya mas Evan, Ma. Dan sekarang dia udah jadi janda ...,” ucap Renata menjawab pertanyaan Sarah dengan membawa ekspresi sedih yang dibuat-buat.“Hah? Teman Evan yang mana? Kamu punya teman yang udah meninggal, Van? Kok Mami nggak tau?” tanya Sarah pula beralih kepada Evan yang berada di sisi Renata.“Eh, i-iya, Ma. Teman aku waktu masih SMA dulu dan dia memilih untuk jadi abdi negara. Tapi, sayangnya dia gugur di medan pertempuran dan sekarang istrinya menjanda dan juga lagi hamil, sama seperti Rena.” Evan untuk pertama kalinya bicara panjang lebar untuk menjelaskan semua hal yang tentu saja adalah kebohongan itu kepada SarahSelama ini Evan terkenal dengan sebutan pria yang bersikap dingin dan tidak banyak bicara. Memang seperti itulah Evan, dan dia tidak terlalu suka banyak bicara dalam hal apapun. Sarah sangat hafal dengan sikap dan kebiasaan putranya itu.Jadi, saat dia mendengar Evan berbicara seperti tadi tentu saja membuat Sarah tahu bahwa putranya jug
“Baru trimester pertama, Bu.” Susan menjawab dengan singkat dan senyuman yang canggung.“Oh gitu, ya. Berarti sama dengan usia kehamilan Renata,” ucap Sarah lagi dan berusaha menepis perasaan aneh atau curiganya saat tadi menyentuh perut Susan.“Iya, Bu. Memang usia kehamilan kami sepertinya sama,” kata Susan dengan senyum canggung.“Nggak usah takut dan malu-malu sama saya. Saya ini maminya Evan dan kamu boleh panggil mami juga sama saya. Nggak usah panggil ibu lagi, ya.” Sarah berkata dengan sangat ramahnya kepada Susan dan hal itu tentu saja membuat Renata sedikit cemburu.Walaupun pada dasarnya dia memang ingin mencurikan simpati Sarah untuk Susan, agar Sarah tidak terlalu fokus pada kehamilan palsunya itu. Namun, tetap saja saat semua terjadi di depan mata kepalanya sendiri Renat merasa cemburu akan hal itu.Evan sudah bisa melihat gelagat cemburu dari istrinya itu dan mulai bergerak ke kursi tempat di mana Renata duduk bersama dengan Sarah saat ini. Akan tetapi, saat Sarah melih
Sarah baru sadar bahwa Renata ada di sana dan membuatnya menjadi sedikit canggung. Renata hanya tersenyum kaku saat ditatap tak enak hati oleh Sarah. Begitu pula dengan Evan yang merasa bahwa ibunya itu sudah menyakiti hati dan perasaan Renata secara tidak sengaja.“Maafkan Mami, ya Sayang. Mami nggak bermaksud menyinggung kamu dan mengabaikan kamu. Mami hanya kasian sama Susan, dia kan senndirian sekarang dan kondisinya juga sedang hamil seperti kamu. Jadi, kita keluarganya sekarang supaya dia tetap semangat,” jelas Sarah kepada Renata dan memang terlihat sedikit gurat perasaan bersalah di wajah wanita paruh baya itu.“Nggak apa-apa kok, Mi. Aku juga udah bilang seperti itu sebelumnya sama Susan. Dia boleh anggap kami semua ini sebagai keluarganya.” Renata berkata dengan bijak dan tidak marah sama sekali.“Iya, Nak. Bagus kalau kamu mempunyai pemikiran seperti itu dan memang biasanya kalau wanita hamil akan peka terhadap perasaan wanita hamil lainnya. Jadi, Mami salut banget sama pem
“Sini, Sayang. Ayo sini dekat sama Om, Sayang.” Darius memanggil seorang gadis dengan sebutan sayang dan langsung tersenyum mesum.Gadis itu berjalan terus sembari sesekali melirik ke belakang. Sepertinya ada seseorang yang mengawasinya di belakang sana. Yang membuat gadis itu terus saja merasa takut dan tidak nyaman.“Siapa dia, Darius? Apa kamu memesan wanita penghibur?” tanya Evan setengah berbisik agar gadis itu tidak mendengar.“Dia masih perawan, Evan. Apakah kamu nggak tertarik untuk mencobanya? Aku sengaja membawanya untuk kamu malam ini. Sebagai hadiah karena kamu udah memberikan aku kontrak kerja di Swiss bulan lalu,” ungkap Darius dengan tawa riang dan merangkul gadis yang berdiri di sisinya. Dia berdiri dengan sempoyongan tapi masih sempat menghidu dan menciumi pipi gadis itu.Terlihat gadis itu sangat risih dengan perlakuan Darius. Apalagi tadi pria itu mengatakan bahwa gadis yang dibawanya ini masih perawan. Jadi, bisa saja gadis ini terpaksa atau di bawah paksaan orang
“Aku masih takut. Aku nggak bisa percaya sama siapapun saat ini kecuali pada Tuhanku!” jawabnya dan sekali lagi membuat hati Evan tersentuh secara batin.“Oke. Aku ngerti yang kamu rasain, karena memang kamu udah banyak mengalami hal yang buruk selama ini. Tapi, aku benar-benar nggak akan melakukan hal buruk atau keji sama kamu. Jadi, kamu bisa tetap tenang di kamar ini tanpa takut ayahmu atau Darius datang memintamu melayaninya. Kamu mau tinggal di kamar ini atau mau keluar aja?” tanya Evan dengan sengaja membuat Susan bingung.Dia tahu, Susan tidak mungkin memilih untuk keluar dan itu artinya dia sama saja mencari mati untuk dirinya sendiri. Karena di luar sudah menunggu ayahnya yang siap untuk menerima bayaran dari Darius. Atau ada Darius yang tadi tampak sudah sangat bersemangat ingin menyentuhnya.“A-aku ... aku nggak tau, Om. Mungkin, di dalam dan di luar sana sama aja,” jawab Susan ragu.“Sama dalam hal apa?”“Aku di sini atau keluar, akan sama-sama masuk dalam mulut buaya.”“K
Susan dengan cepat sudah berganti pakaian dan berdiri kembali di tempat yang sejak tadi dia huni. Evan sungguh tidak mengerti lagi bagaimana harus meyakinkan Susan bahwa dia bukanlah pria yang jahat dan mesum seperti yang dibayangkan atau dipikirkan oleh gadis itu.“Berhentilah menatapku dengan tatapan seolah aku adalah seorang pria mesum atau penjahat kelamin seperti itu, Susan!” hardik Evan yang langsung membuat Susan tersentak.“Mas, tolong bawa aku pergi dari sini,” pinta Susan tiba-tiba saja dan membuat Evan yang baru saja akan berbaring di sofa menatapnya dengan heran.“Maksud kamu keluar dari hotel ini?” tanya Evan yang masih merasa ambigu dengan permintaan Susan.“Nggak! Bawa aku ke mana Mas pergi dan semua itu pasti bisa menyelamatkan hidupku,” jawab Susan dengan keyakinan penuh dan mata berkaca-kaca.Evan sungguh tidak percaya mendengar permintaan yang terlontar dari rongga mulut Susan saat ini. Apalagi, wanita itu meminta dan memohon kepadanya seolah dirinya adalah sang dew