Susan yang terjebak dalam pekerjaan kotor karena paksaan sang ayah yang pemabuk dan penjudi, akhirnya bertemu dengan seorang pria yang membawanya pergi jauh dari kubangan hitam yang selama ini mengotori dirinya. Namun, siapa yang menyangka sebagai balasannya, Susan harus mengandung benih pria itu atas desakan sang istri pertamanya yang sudah tidak punya rahim lagi. Apakah Susan menerimanya dan bagaimana kisah hidup Susan setelah menjadi istri kedua yang tidak boleh diketahui keluarga dan publik? Sanggupkah Susan menyerahkan bayi yang nanti dikandungnya kepada wanita lain?
View More"Permisi!!" ucap seseorang di depan rumah milik Bu Hani.
Tak berapa lama, Bu Hani keluar dan melihat siapa yang datang. "Siapa ya? Dan ada perlu apa?" tanya Bu Hani pada orang itu."Apakah betul ini rumah Mbak Asha, ada undangan buat dia," jawab orang tadi.Rupanya, orang tadi datang untuk mengirimkan undangan pernihakan dari teman Asha."Undangan nikah ya, Bu Hani? Aduh, kok Asha dapat undangan terus, lalu kapan dong Asha yang ngirim undangan? Jangan lama-lama biarin anaknya menjomblo, Bu Hani! Takutnya–"Tetangga Bu Hani tak melanjutkan perkataannya, karena melihat wajah Bu Hani yang sepertinya marah sekali. Setelah tetangganya tadi masuk ke dalam rumahnya, Bu Hani juga masuk ke rumah dengan raut wajah yang kecut seperti buah mangga yang masih muda."Kenapa Bu? Kok mukanya masam begitu?""Biasa lah Yah, Ibu tuh heran deh sama anak kita Yah, kapan ya dia akan nikah nyusul teman-temannya. Ini saja tadi Asha dapat undangan nikahan dari temannya. Lah anak kita kapan Yah?" ucap Ibu, mengeluarkan unek-unek yang ada di kepalanya."Ya mungkin Asha belum nemu aja Bu jodoh yang tepat, nanti juga dia nikah kok Bu. Ibu tenang aja.""Terus kapan Yah? Umur Asha udah 25 tahun loh, sudah pas buat nikah. Ibu nggak mau nanti Asha dapat julukan perawan tua karena belum nikah juga," jawab ibu. "Belum lagi tetangga juga sudah sering nanyain kapan Asha lamaran? Udah punya calon apa belum?" Ibu berucap lagi."Kak Asha nggak normal kali Bu," celetuk Lisa, adik Asha."Hush kamu ini Lisa, kalau ngomong yang bener dong. Masa kakak kamu sendiri dibilang nggak normal sih," sahut Ayah.Lisa, adik Asha yang selisih umur 7 tahun dengan kakaknya. Saat ini Lisa berumur 18 tahun. Namun, beda dengan sang kakak yang masih betah menjomblo. Lisa sendiri sudah punya pacar."Nggak normal gimana maksud kamu, Lis? Kalau ngomong yang jelas jadi Ibu bisa ngerti," kata Ibu."Ya kali aja kan Bu, Kak Asha itu suka sama sesama jenis, makanya sampai sekarang nggak nikah-nikah kan? Punya pacar aja nggak. Aku itu suka lihat loh Bu, kalau kak Asha tuh suka senyum-senyum sendiri kalau di kamar." Lisa menjawab pertanyaan Ibu sambil ia berjalan ke arah kulkas untuk mengambil minuman dingin, cuaca saat ini sedang panas sekali."Ah nggak ada kayak gitu, kakak kamu itu normal. Cuma ya belum nemu aja jodoh yang pas," ucap Ayah, denial."Tapi kalau yang dibilang sama Lisa itu beneran gimana, Ayah? Aduh ini nggak bisa dibiarin. Pokoknya Asha harus secepatnya nikah, Ibu nggak mau kalau Asha itu makin aneh-aneh," ucap Ibu, yang ikutan over thinking gara-gara ucapan Lisa barusan."Iya tapi mau nikah sama siapa Bu? Cowok aja kan dia belum punya. Memangnya Ibu pikir nikah itu mudah kayak mau beli permen? Kan nggak bisa begitu. Kita harus tau babat, bibit, bebet dan bobotnya dulu. Jangan asal nikahin anak kita aja. Tanya dulu sama anaknya, mau nggak kalau disuruh nikah," ujar Ayah.Ibu dan Ayah punya pendapat yang saling berseberangan jika sudah membicarakan jodoh Asha."Ya kalau kita nyuruh dia nikah dalam waktu dekat ya kayaknya sih dia belum mau," sahut Ibu."Nah itu Ibu tau sendiri, kalau anak kita tidak mau kalau dipaksa. Lagian umur Asha baru 25 tahun," ucap Ayah."Ayah sudah diam, jangan bicara lagi dan membela Asha! Pokoknya Ibu mau secepatnya anak kita kalau bisa sudah ada jodohnya!" ucap Ibu tegas."Aku belum mau menikah Bu. Bisa nggak kalau Ibu tuh jangan paksa aku." Tiba-tiba Asha datang saat Ibu dan yang lainnya sedang membahas dirinya."Tapi Sha, teman seumuran kamu tuh kebanyakan sudah menikah atau paling nggak ya tunangan, sedangkan kamu?" ucap Ibu. "Kamu punya pacar aja enggak, Ibu tuh malu Sha, setiap ada yang menikah, pasti Ibu ditanya sama orang-orang, Bu Hani kapan Asha nyusul nikah?""Ya tapi kan Bu, yang namanya jodoh itu kan misteri ilahi. Iya kan, Yah?" kata Asha meminta dukungan dari Ayahnya."Iya, Bu betul kata Asha. Lagian Ibu ini jangan terlalu mendengarkan omongan tetangga." Ayah berucap lalu memilih pergi daripada harus berdebat dengan istrinya."Nah tuh, Ayah aja setuju sama aku. Lagi pula siapa tau kan Bu kalau jodoh aku itu Min Yoongi, sabar lah Bu tunggu Min Yoongi selesai wajib militer dulu," jawab Asha santai."Asha, Ibu nggak mau tau ya! Cepat kamu cari jodoh atau, kalau dalam waktu dekat kamu belum juga punya pacar, maka Ibu akan jodohkan kamu!" ancam Ibu."Ya nggak bisa gitu dong, Bu!" jawab Asha dengan perasaan kesal._Dijodohkan? Seolah ia tak laku saja. Lagi pula umur masih belum 30 tahun tapi Ibu sudah uring-uringan saja._"Bisa saja, sekarang kamu pilih saja mau cari jodoh sendiri, atau dijodohkan sama Ibu!" ucap Ibu, yang tentu saja tak mau kalah."Argh!! Ibu nggak asik." Asha pergi ke kamarnya karena merasa kesal sekali. Saking kesalnya, ia sampai membanting pintu."Pokoknya Ibu nggak mau tau ya Sha. Dalam waktu 1 bulan ini kamu harus punya calon pasangan. Ibu nggak main-main loh Sha, kalau kamu nggak nurut sama Ibu, nanti kamu jadi anak durhaka!"Sebenarnya ia juga tak tega seolah menekan Asha seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, semua ini demi kebaikan Asha sendiri. Selain itu, Bu Hani tak ingin mendengar sindiran para tetangga lagi setiap kali ada yang menikah.Bu Hani pun memijat pelipisnya, setiap kali membahas ini pasti Asha akan kesal. Entah bagaimana memberikan pengertian pada anak itu. Bu Hani tak mau memaksa Asha, akan tetapi gunjingan tetangga yang mengatakan kalau Asha jadi perawan tua cukup membuatnya merasa kalau Asha harus secepatnya punya jodoh.Di dalam kamarnya, Asha menyetel musik Kpop favoritnya dengan volume yang keras yang ia dengarkan lewat headphone untuk menghilangkan rasa kesalnya."Yoongi, gimana nih? Aku disuruh cari pacar sama Ibuku. Padahal kan kamu lagi wajib militer." Asha berucap sambil memandangi foto idolanya itu. "1 bulan harus punya pacar, harus cari kemana coba? Kalau tidak, aku harus mau dijodohkan. Tapi, kalau aku nggak nurut nanti bisa-bisa aku dikutuk jadi batu sama Ibu.""Aku nggak mau kalau dijodohkan, tapi aku juga nggak mau kalau nanti jadi anak durhaka. Gimana kalau nanti aku dijodohkan dengan cowok yang cupu?" saat ini Asha sedang galau karena memikirkan ucapan Ibu yang akan menjodohkan dirinya._Bagaimana mungkin Ibu punya pikiran seperti ini? Apa aku kabur saja ya dari rumah? Tapi kalau mau kabur, aku mau kabur kemana? Arrghh!!_Sarah baru sadar bahwa Renata ada di sana dan membuatnya menjadi sedikit canggung. Renata hanya tersenyum kaku saat ditatap tak enak hati oleh Sarah. Begitu pula dengan Evan yang merasa bahwa ibunya itu sudah menyakiti hati dan perasaan Renata secara tidak sengaja.“Maafkan Mami, ya Sayang. Mami nggak bermaksud menyinggung kamu dan mengabaikan kamu. Mami hanya kasian sama Susan, dia kan senndirian sekarang dan kondisinya juga sedang hamil seperti kamu. Jadi, kita keluarganya sekarang supaya dia tetap semangat,” jelas Sarah kepada Renata dan memang terlihat sedikit gurat perasaan bersalah di wajah wanita paruh baya itu.“Nggak apa-apa kok, Mi. Aku juga udah bilang seperti itu sebelumnya sama Susan. Dia boleh anggap kami semua ini sebagai keluarganya.” Renata berkata dengan bijak dan tidak marah sama sekali.“Iya, Nak. Bagus kalau kamu mempunyai pemikiran seperti itu dan memang biasanya kalau wanita hamil akan peka terhadap perasaan wanita hamil lainnya. Jadi, Mami salut banget sama pem
“Baru trimester pertama, Bu.” Susan menjawab dengan singkat dan senyuman yang canggung.“Oh gitu, ya. Berarti sama dengan usia kehamilan Renata,” ucap Sarah lagi dan berusaha menepis perasaan aneh atau curiganya saat tadi menyentuh perut Susan.“Iya, Bu. Memang usia kehamilan kami sepertinya sama,” kata Susan dengan senyum canggung.“Nggak usah takut dan malu-malu sama saya. Saya ini maminya Evan dan kamu boleh panggil mami juga sama saya. Nggak usah panggil ibu lagi, ya.” Sarah berkata dengan sangat ramahnya kepada Susan dan hal itu tentu saja membuat Renata sedikit cemburu.Walaupun pada dasarnya dia memang ingin mencurikan simpati Sarah untuk Susan, agar Sarah tidak terlalu fokus pada kehamilan palsunya itu. Namun, tetap saja saat semua terjadi di depan mata kepalanya sendiri Renat merasa cemburu akan hal itu.Evan sudah bisa melihat gelagat cemburu dari istrinya itu dan mulai bergerak ke kursi tempat di mana Renata duduk bersama dengan Sarah saat ini. Akan tetapi, saat Sarah melih
“Oh dia ... dia istri temannya mas Evan, Ma. Dan sekarang dia udah jadi janda ...,” ucap Renata menjawab pertanyaan Sarah dengan membawa ekspresi sedih yang dibuat-buat.“Hah? Teman Evan yang mana? Kamu punya teman yang udah meninggal, Van? Kok Mami nggak tau?” tanya Sarah pula beralih kepada Evan yang berada di sisi Renata.“Eh, i-iya, Ma. Teman aku waktu masih SMA dulu dan dia memilih untuk jadi abdi negara. Tapi, sayangnya dia gugur di medan pertempuran dan sekarang istrinya menjanda dan juga lagi hamil, sama seperti Rena.” Evan untuk pertama kalinya bicara panjang lebar untuk menjelaskan semua hal yang tentu saja adalah kebohongan itu kepada SarahSelama ini Evan terkenal dengan sebutan pria yang bersikap dingin dan tidak banyak bicara. Memang seperti itulah Evan, dan dia tidak terlalu suka banyak bicara dalam hal apapun. Sarah sangat hafal dengan sikap dan kebiasaan putranya itu.Jadi, saat dia mendengar Evan berbicara seperti tadi tentu saja membuat Sarah tahu bahwa putranya jug
“Mami! Kenapa nanya gitu sama Renata? Mami melukai hati istriku!” tegur Evan lagi dan kini berpindah ke sisi Renata.Dia merangkul tubuh istrinya yang tampak sedih dan mata Renata bahkan sudah berkaca-kaca. Walaupun dia berpura-pura hamil saat ini di depan Sarah, tetap saja sebenarnya dia tidak akan pernah bisa mengandung lagi. Jadi, pertanyaan yang dilemparkan Sarah kepadanya itu terasa begitu menyakitkan dan juga mengoyak ngoyak perasaannya saat ini.“Sayang ... nggak usah diambil hati, ya ucapan mami. Mami hanya kaget dan merasa syok, soalnya kan selama ini kita udah berjuang keras untuk bisa mendapatkan keturunan.” Evan berusaha untuk menghibur hati dan perasaan Renata yang sudah jelas merasa kacau berat sekarang ini.“Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok kalau Mami masih nggak percaya sama kehamilan aku ini. Mudah-mudahan nanti anak ini lahir mirip banget sama kamu, ya Mas. Jadi, Mami nggak meragukan lagi bayi dalam kandunganku ini,” ungkap Renata dengan nada sedih di depan Sarah.
Setelah memberikan arahan kepada Susan, Renata pun turun ke bawah dan mempersiapkan jamuan untuk ibu mertuanya yang akan datang dan menginap. Tentu saja mbok Minah sudah membantunya membersihkan rumah yang memang selalu sudah dalam keadaan rapi dan bersih.“Mbok Nah udah masak apa di dapur?” tanya Renata yang duduk di ruang keluarga, di atas sebuah sofa empuk berwarna merah hati.“Mbok Nah lagi bikin sambalado tanak gitu, Mba. Soalnya bu Sarah kan suka itu banget dari dulu.”“Oh iya. Apa kebetulan semua bahan ada di kulkas, ya Mbo?” tanya Renata lagi.“Iya, Mba. Kebetulan semua bahan ada karena kemarin kan mas Evan abis belanja online juga sama yang biasa nganter ke rumah. Tapi, tadi Mbok Nah tambahin telor puyuh aja biar enak dan ada lauknya selain campuran teri dan kawan-kawannya di sana.” Mbok Minah menjelaskan hal itu kepada Renata dengan sangat detail.Renata tidak mendapatkan info dari Evan bahwa ibunya akan datang dan menginap. Sebenarnya, Renata merasa kesal kepada Evan karena
“Bu Sarah itu maminya mas Evan, berarti itu mertuanya Nak Susan juga sekarang. Tapi ... tetap nggak boleh dikasih tau, ya.” Mbok Minah berkata dengan wajah yang sendu setelah sempat bersemangat.“Maminya mas Evan? Jadi, dia mau datang ke sini, Mbok Nah?” tanya Susan yang jujur saja merasa kaget dengan kabar kedatangan ibu mertua Renata itu.“Iya, Nak. Beliau udah ada di Bandara sekarang. Biasanya kalau datang, beliau akan menginap seminggu paling lama di sini,” jelas mbok Minah kepada Susan pula.“Menginap seminggu di sini? Terus, aku gimana, dong Mbok Nah? Apa aku harus sembunyi selama seminggu sampai maminya mas Evan pulang?”“Itu yang Mbok Nah belum tau, Nak. Gimana kalau kita tunggu aja keputusan dari mba Renata atau mas Evan? Biar lebih jelas dan nggak salah ambil langkah.”“Mbok Nah benar. Aku siap kalau harus pergi dulu dari rumah ini selama maminya mas Evan menginap. Kalau sembunyi di dalam rumah doang selama seminggu, aku nggak mau, Mbok!”Susan terus terang saja kepada mbok
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments