Pada suatu hari Adian pergi ke rumah sakit untuk menemui temannya yang bernama Antonio. Antonio adalah salah satu dokter di sana. Mereka berteman dekat sejak masih SMA karena kebetulan juga bertetangga.
Belakangan ini Adian memang memiliki misi khusus dan cukup rahasia. Dia melakukannya dengan bantuan Antonio. Antonio adalah teman yang sangat dia percaya.
Hari itu dia datang untuk mendiskusikan kelanjutan dari misinya. Dia langsung masuk ke dalam ruangan Antonio karena sebelumnya juga sudah membuat janji.
"Hai, Bro. Enggak ada jadwal ngajar di kampus hari ini?" sapa Antonio santai. Dia tidak menyikapi Adian dengan cara formal seperti pasien pada umumnya.
"Kebetulan lagi kosong," jawab Adian singkat. "Jadi gimana prosesnya? Apa sudah berhasil?" tanya Adian.
"Wah...langsung to the point aja nih orang. Sepertinya kamu udah enggak sabar ya pengen punya bayi," seloroh Antonio.
"Udah enggak usah bercanda deh, Ton" balas Adian.
"Jujur ya, Bro. Aku masih heran aja sama kamu. Kamu pengen punya anak tapi enggak mau nikah. Di mana-mana orang itu kawin sembarangan tapi justru enggak pengen sampai jadi anak," ucap Antonio terang-terangan.
"Kenapa selalu mempertanyakan itu? Kamu tahu sendiri latar belakang keputusanku," jawab Adian terlalu malas untuk selalu menjelaskan hal yang sama.
Antonio hanya mengedikkan bahu. Sesungguhnya dia masih heran karena teman baiknya itu lebih memilih untuk melakukan inseminasi buatan demi mendapatkan keturunan dari pada menempuh jalur pernikahan.
Antonio tahu alasan mengapa Adian tidak mau menikah. Dulu Adian pernah dikhianati oleh kekasihnya yang bernama Audrey. Audrey ketahuan tidur dengan laki-laki lain.
Adian yang sudah lama hidup sebagai yatim piatu begitu menggantungkan perasaannya pada kehadiran Audrey. Tak disangka perempuan yang dia cintai sepenuh hati justru melakukan pengkhianatan yang menurut Adian sangat menjijikkan.
Adian merasa trauma. Sejak saat itu dia menjadi pria yang dingin terhadap perempuan. Bahkan sekalipun sudah dinasihati berkali-kali bahwa tidak semua perempuan seperti Audrey, tapi tetap saja hati Adian seolah sudah terlanjur membatu.
Adian tetap teguh pada keputusannya untuk tidak terlibat komitmen berlebih dengan seorang perempuan. Namun dia juga sadar bahwa dia tidak bisa terus hidup sendiri. Dia butuh penerus tapi dia ingin mendapatkannya tanpa harus menikah.
Oleh sebab itu diam-diam dia melakukan proses inseminasi buatan. Dia membayar seorang perempuan untuk mengandung dan melahirkan bayi untuknya. Semua dia lakukan dengan meminta bantuan Antonio yang lebih paham sebagai dokter.
"Kalau aku jadi kamu, seandainya ingin mendapatkan anak tanpa harus menikah, mungkin aku lebih memilih untuk meniduri seorang pelacur. Membuatnya hamil, melahirkan bayi, membayarnya lalu semua selesai. Setidaknya dengan begitu aku mendapatkan keuntungan berupa nikmatnya berhubungan. Bukannya malah menjalani inseminasi semacam ini," canda Antonio.
"No. Aku tidak mau melibatkan diri dengan tubuh-tubuh kotor," tegas Adian tampak sangat membenci perbuatan menyimpang yang satu itu.
Antonio hanya tersenyum kecil. Dia paham betul bagaimana prinsip hidup temannya itu. Bahkan untuk memilih perempuan yang akan mengandung anaknya saja, Adian sempat mengajukan beberapa kriteria khusus. Katanya dia tidak ingin anaknya lahir dari perempuan sembarangan. Permintaan yang sempat membuat Antonio juga kebingungan.
"Sudahlah. Tidak perlu membahas itu lagi. Sekarang katakan padaku sudah sejauh apa perkembangannya. Kalau tidak salah sudah terhitung satu bulan sejak aku melakukan proses itu. Aku belum sempat ke sini lagi karena belakangan sibuk dengan urusan pekerjaan dan perjalanan dinas ke luar kota," kata Adian tidak mau banyak membahas hal yang menurutnya tidak penting.
"Aku sudah mendapatkan perempuannya. Dia bersedia dengan semua perjanjian yang kita ajukan. Bahkan prosedur injeksi juga sudah dilakukan padanya. Jika prosesnya berhasil, seharusnya sekarang dia sudah hamil," jelas Antonio.
"Baguslah. Apa tidak bisa memanggilnya kemari dan memeriksanya sekarang untuk mendapatkan kepastian?" tanya Adian.
"Aku sudah hafal kemauanmu datang kemari. Jadi sebelumnya aku sudah menghubungi dia. Perempuan itu sudah dalam perjalanan."
"Luar biasa. Terkadang aku merasa kamu seperti peramal yang bisa menebak dengan baik isi pikiran seseorang," kata Adian bercanda.
Tak lama ditunggu akhirnya perempuan itu datang. Dia langsung masuk ke ruangan Dokter Antonio. Saat itu untuk pertama kalinya pula Adian berkenalan dengan perempuan yang akan mengandung anaknya.
Namanya Wulan. Usianya masih muda. Dia adalah seorang janda yang bercerai dari suaminya karena masalah KDRT. Dia mengaku mengambil tawaran itu untuk membiayai pengobatan ayahnya yang sedang sakit.
Tidak ingin terkesan hanya peduli pada kepentingannya sendiri, Adian sempat bertanya beberapa hal tentang kondisi ayahnya Wulan. Dia juga sempat menegaskan kembali beberapa peraturan yang harus disepakati selama kontrak mereka berjalan. Adian langsung mentransfer sejumlah uang saat itu juga ke nomor rekening Wulan sebagai uang muka atas perjanjian mereka.
Wulan bisa menggunakan uang itu untuk membiayai pengobatan ayahnya. Bahkan Adian berjanji akan menanggung keseluruhan biaya hidup Wulan dan ayahnya jika Wulan berhasil dinyatakan hamil. Mereka akan diboyong untuk tinggal sementara di rumah Adian sampai Wulan melahirkan.
Adian tidak mau Wulan kesulitan memikirkan cara memperoleh uang dan cukup fokus merawat kehamilannya. Adian benar-benar ambisi untuk mendapatkan seorang bayi. Wulan hanya mengangguk pertanda paham dan setuju dengan semua peraturan dari Adian.
Setelah selesai berbasa-basi, Adian kemudian meminta agar pemeriksaan dilakukan pada Wulan. Dia ingin tahu seperti apa perkembangan proses inseminasinya. Mereka bertiga pergi ke dokter spesialis kandungan yaitu Dokter Nuri. Namun setelah diperiksa, mereka terkejut karena ternyata Wulan tidak sedang mengandung.
"Apa berarti prosesnya gagal?" tanya Adian tampak sedikit kecewa. Padahal tadinya dia berharap akan mendapatkan kabar baik.
"Padahal sebelum prosedurnya dilakukan, aku sudah memastikan bahwa kondisi Wulan juga dalam fase cukup baik. Aku bisa memastikan persentase kegagalannya sangat minim," kata Antonio merasa heran.
"Proses inseminasi buatan memang tidak selalu berhasil, Dokter Anton. Apalagi hanya dalam satu kali percobaan," timpal Dokter Nuri.
"Tapi waktu itu Dokter Nuri sudah melakukan prosedur inseminasinya dengan benar, kan?" tanya Antonio memastikan.
"Saya?” ujar Dokter Nuri terkejut sembari menunjuk diri sendiri.
“Iya. Waktu itu saya membuat rekomendasi agar proses inseminasi buatan pada Wulan dilakukan oleh Dokter Nuri,” jelas Antonio.
“Tapi saya tidak pernah melakukan program inseminasi belakangan ini. Saya juga baru sekarang bertemu untuk pertama kalinya dengan Mbak Wulan.”
“Apa?”
"Dokter Nuri tidak salah ingat kan? Prosesnya terjadi sekitar satu bulan yang lalu," tanya Antonio memastikan. "Tapi saya memang tidak pernah melakukannya," tegas Dokter Nuri tetap dengan jawaban yang sama. "Apa yang sebenarnya sudah terjadi?" tanya Adian tak mengerti. "Mohon maaf sebelumnya. Waktu itu saya juga merasa ada hal yang aneh karena saya seperti hanya diperiksa biasa. Tidak dilakukan tindakan apa pun. Jadi saya pikir hanya semacam tes kesuburan," kata Wulan mengakui. "Astaga...kenapa tidak bilang dari tadi?" keluh Antonio sembari mengusap wajahnya dengan kasar. "Jika bukan Dokter Nuri, lalu siapa yang menanganimu waktu itu?" tanya Antonio. "Kalau tidak salah namanya Dokter Raisa," jawab Wulan. "Kacau! Dia salah satu penggemar beratmu, Adian. Pasti dia yang sudah merekayasa semua ini," ujar Antonio membuat kesimpulan. Di rumah sakit itu memang hanya ada dua dokter spesialis kandungan yaitu Dokter Nuri dan Dokter Raisa. Dokter Raisa cukup dekat dengan Antonio namun pri
"No. Saya enggak setuju," tegas Adian setelah mendengar niat Erlin untuk menggugurkan kandungan. "Lho, ini hidup saya dan saya bisa memperjuangkan masa depan saya sendiri. Bapak enggak berhak melarang," balas Erlin dengan ketus. Erlin sudah tidak peduli sekalipun laki-laki itu adalah dosennya. Dia pikir mereka tidak sedang dalam proses belajar mengajar di kampus jadi tak masalah jika dia sedikit mengabaikan etika. Perdebatan akhirnya terjadi di antara mereka berdua. "Tapi yang ada dalam kandungan kamu itu anak saya. Kamu enggak bisa ambil keputusan secara sepihak," kata Adian keberatan. "Kok jadi ribet begini sih urusannya? Saya enggak punya kewajiban buat nurut sama bapak karena bapak juga bukan suami saya," ujar Erlin tak mau kalah. Adian terdiam karena dia memang tidak punya status lebih atas Erlin. Tapi dia jelas tidak mau jika calon anaknya sampai dibunuh dengan cara aborsi. Adian sangat menginginkan kehadiran anak itu. "Lagian kenapa sih bapak pakai cara inseminasi segala?
"Kenapa kamu nekat melakukan kesalahan sebesar ini, Raisa?" ujar Antonio sedang memarahi Dokter Raisa di ruangannya setelah mereka diadili oleh pimpinan rumah sakit. Sekarang Raisa sudah diberhentikan. Antonio sangat menyayangkan karir Raisa harus berakhir dengan cara seperti itu. "Aku dibutakan oleh rasa cemburu. Aku sudah tertarik pada Adian sejak lama. Harusnya sebagai teman, kamu mengerti hal itu dan membantuku," tukas Raisa. "Kamu benar-benar sudah gila, Raisa. Tindakanmu sangat ceroboh hanya karena ketertarikan pada seorang laki-laki. Aku sungguh tidak menyangka kamu bisa berbuat sejauh itu," keluh Antonio. "Sudah cukup. Kamu hanya bisa marah-marah dan menghakimiku dari satu sisi. Kamu tidak akan mengerti bagaimana perasaanku sebagai seorang perempuan, Anton" tegas Raisa dengan nada tinggi. Dia sudah lelah terus dipojokkan. "Aku mengerti. Tapi kamu yang terlalu bodoh, Raisa. Kamu melakukan sesuatu yang merugikan dirimu sendiri hanya karena seorang laki-laki yang bahkan tidak
Darman terkejut mendengar penuturan Adian. Dia tidak mengerti apa maksud Adian yang mengatakan akan bertanggung jawab tapi tidak bisa menikahi Erlin. Darman meminta Adian menjelaskan semuanya secara gamblang.Adian mengatakan kurang lebih seperti apa yang dia katakan pada Erlin sebelumnya. Namun tentu saja gagasan itu ditolak mentah-mentah oleh Darman. Darman tidak setuju putrinya seolah dijadikan perempuan bayaran untuk melahirkan anak Adian.“Tidak bisa begitu, Nak Adian. Saya tahu mungkin Nak Adian punya banyak uang. Tapi saya tidak akan membiarkan putri saya diperlakukan seperti itu. Kalau kamu memang mau bertanggung jawab, maka kamu harus menikahi Erlin,” tegas Darman sama persis seperti tantangan yang diberikan Erlin sebelumnya. Rupanya anak dan ayah itu langsung sepemikiran walau tak sempat berunding.“Kamu harus segera membuat keputusan selagi kandungan Erlin masih kecil. Kalau memang kamu tidak bersedia, terpaksa saya juga akan memilih jalan aborsi untuk menyelamatkan kehidup
“Papa yakin rela menyerahkan putri kita untuk menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak mencintainya? Erlin itu putri kita satu-satunya lho, Pa. Mama takut dia tidak bahagia bersama Adian,” bisik Gayatri sebelum acara dimulai. Ada kecemasan tersendiri bagi Gayatri karena mengetahui pernikahan putrinya hanya didasari oleh rasa terpaksa. Entah dari pihak Adian maupun dari pihak keluarganya sendiri. Seandainya masih ada pilihan lain, mungkin mereka juga tidak akan setuju menikahkan Erlin dengan Adian. Pernikahan yang sama sekali tidak pernah dibayangkan sebelumnya.Beberapa hari yang lalu, Adian datang ke rumah keluarga Darman. Dia menyatakan persetujuannya untuk menikahi Erlin. Meski bukan berarti Adian setuju sepenuhnya karena dia juga masih mengajukan beberapa perjanjian tertulis.Setelah kesepakatan dibuat, hari dan tanggal pernikahan langsung ditentukan dengan cepat. Mereka tidak bisa menunda waktu lama karena khawatir orang lain akan tahu tentang kehamilan Erlin. Terlebih p
“Siapa yang punya kelainan?” ujar Adian membuat Erlin dan Antonio langsung menghentikan obrolan. Apalagi Adian juga sedang menatap mereka dengan penuh curiga.“Enggak kok enggak ada yang punya kelainan,” sahut Erlin mengelak dengan cepat.“Ya udah kalau gitu ayo pulang sekarang,” ajak Adian tak ramah.Laki-laki itu kemudian berjalan lebih dulu ke mobil. Sementara Erlin berusaha menyusul dengan langkah kecil dan sedikit kesulitan karena gaun yang dipakai. Erlin sempat mengajak Antonio pulang bersama mereka karena searah. Namun tentu saja Antonio menolak dengan alasan tidak mau mengganggu kebersamaan sepasang pengantin baru.Erlin terbirit-birit masuk ke dalam mobil. Dia duduk di kursi depan bersebelahan dengan Adian yang kini telah resmi menjadi suaminya. Sekilas Erlin memperhatikan wajah Adian. Terlihat kaku, tanpa ekspresi dan pandangan fokus untuk mengemudi.Sepanjang perjalanan hanya ada sunyi. Sama sekali tak ada pembicaraan walau sekedar basa basi. Suasana yang sangat membosankan
Erlin benar-benar tersinggung dengan perkataan Adian. Laki-laki itu berbicara seenaknya tanpa melibatkan perasaan. Terlebih lagi yang menjadi lawan bicaranya adalah seorang perempuan yang sedang hamil muda. Emosi Erlin cenderung lebih labil dari biasanya.Erlin yang kesal langsung bangkit dari duduk dan mengangkat gaun panjang yang tiba-tiba terasa lebih menyesakkan dari pada sebelumnya. Dia berjalan ke kamar mandi dengan hentakan kasar. Tapi Adian sama sekali tidak peduli dan membiarkan Erlin melakukan apa pun yang diinginkan.Erlin menghabiskan waktunya cukup lama di kamar mandi. Dia menangis sejadi-jadinya dengan tubuh dibiarkan terguyur air dari shower. Dia menumpahkan perasaannya yang terluka mengingat apa yang diucapkan Adian. Belum ada dua puluh empat jam, Erlin merasa sudah menyesal menerima pernikahan dengan laki-laki itu.“Apa aku sudah salah mengambil keputusan karena menikah dengan Pak Adian? Ini bukan jalan keluar dari permasalahan tapi justru seperti jebakan yang lebih b
Erlin menyesal telah menanggapi pesan dari Antonio yang justru membuat laki-laki itu salah paham. Erlin tak habis pikir bagaimana bisa Antonio mengatakan semuanya tanpa merasa malu. Gadis itu tak membalas pesan lagi dan meletakkan ponsel begitu saja di atas nakas. Sebagai gantinya, dia langsung menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya. Semua orang hanya membuatnya merasa kesal.Entah tengah malam jam berapa, Erlin menyibak kasar selimutnya karena merasa kepanasan. Tapi bukan seperti kepanasan karena cuaca, dia justru merasakan hal lain pada tubuhnya. Dia juga banyak berkeringat. Napasnya sedikit sesak karena flu yang menyerang.Gadis itu beranjak dari tempat tidur. Sejenak dia sempat melihat Adian yang masih pulas di sampingnya. Erlin berpikir dirinya terkena demam karena tadinya terlalu lama di kamar mandi. Tapi sekarang dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.Apartemen Adian adalah tempat baru baginya. Dia belum tahu seluk beluk tempat itu. Termasuk apakah Adian menyimpan perl