Share

Membuat Tuntutan

“Van, aku bisa jelasin semuanya sama kamu. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan,” kata Erlin panik. Dia benar-benar tidak ingin Ervan salah paham.

“Sekarang jawab aku dengan jujur, Erlin. Apa test pack ini punya kamu?” tanya Ervan dengan tegas. Erlin hanya menggigit bibir dan tak langsung menjawab.

“Jawab aku!” bentak Ervan.

“Iya itu memang punyaku. Tapi...”

“Tapi apa? Kamu hamil? Siapa laki-laki itu, Erlin? Jadi selama ini kamu sudah berselingkuh di belakangku begitu?” cecar Ervan emosi. Dia tidak memberikan kesempatan pada Erlin untuk menjelaskan.

“Enggak. Aku enggak pernah selingkuh,” bantah Erlin lemah.

“Tapi faktanya sekarang kamu hamil. Itu apa namanya kalau bukan main di belakang? Selama ini aku tidak pernah menyentuhmu berlebihan jadi jelas itu bukan anakku,” tegas Ervan.

“Aku sangat mencintai kamu dan aku tidak pernah mengkhianati kamu dengan laki-laki lain. Semua ini terjadi karena kesalahan,” kata Erlin masih berusaha memberi penjelasan.

“Semua ini memang kesalahan. Percaya dan menjalin hubungan sama perempuan seperti kamu juga merupakan kesalahan.”

“Please, Van. Percaya sama aku. Aku korban dari kesalahan yang dilakukan pihak rumah sakit,” kata Erlin memohon sembari memegangi lengan sang kekasih.

“Sudah cukup omong kosongmu! Aku enggak mau tahu lagi. Aku juga enggak mau berhubungan dengan perempuan pengkhianat seperti kamu. Mulai sekarang kita putus,” tegas Ervan membuat keputusan. Dia menghempas kasar pegangan tangan Erlin lalu pergi dengan ikatan yang sudah tak terjalin. Sementara Erlin hanya bisa menangis di tempatnya dan menyesali keadaan.

Erlin menangis tergugu. Hubungan asmaranya kandas di tengah jalan. Padahal dia dan Ervan sudah pernah menyusun rencana untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan setelah kelulusan. Tapi kini semua hanya tinggal kenangan.

Sadar bahwa menangis tak juga bisa memperbaiki keadaan, Erlin berusaha untuk menegarkan diri. Dia menghapus air mata sebelum ada orang lain lagi yang datang ke sana. Dia memilih untuk pergi sebelum ada lebih banyak lagi orang yang mengetahui rahasianya.

Setibanya di rumah, Erlin langsung masuk kamar. Tasnya dia lempar ke sembarang arah. Tak peduli walau isinya sudah terhambur berantakan. Dia menghempaskan tubuhnya di tempat tidur lalu melanjutkan tangis. Erlin merasa kacau kehilangan laki-laki yang dia cintai apalagi karena kesalahan yang tidak dia lakukan.

Kepulangan Erlin diketahui oleh Gayatri. Perempuan paruh baya itu juga merasa aneh dengan sikap Erlin yang langsung berlalu tanpa menyapanya seperti biasa. Gayatri yang merasa khawatir kemudian menyusul putrinya ke kamar.

Mendapati pintu yang tidak terkunci, Gayatri langsung masuk begitu saja. Dia terkejut mendapati putrinya sedang menangis. Dia langsung mendekati Erlin dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Gayatri sempat mengejutkan Erlin. Dia tidak menyadari kehadiran sang ibu.

Tapi sudah kepalang tanggung, Gayatri tahu kalau dirinya menangis. Erlin paham betul watak Gayatri yang tidak akan berhenti bertanya sampai mendapatkan jawabannya. Erlin menegakkan tubuhnya dan duduk berhadapan dengan sang ibu.

Erlin menatap Gayatri dengan nanar dan ragu. Tidak tahu apakah akan berakibat baik jika dia memberitahu yang sebenarnya pada sang ibu. Tapi di sisi lain dia juga merasa tidak bisa menghadapi semuanya sendirian.

Erlin kemudian memeluk Gayatri dengan erat.  Tangisnya kembali pecah. Gayatri mengelus punggung putrinya dan berusaha menenangkan. Gayatri meminta Erlin berbagi dengannya.

“Aku…sebenarnya aku…aku hamil, Ma.”

Penuturan Erlin sontak membuat Gayatri terkejut. Bahkan perempuan itu langsung melerai pelukannya dan menatap tak percaya pada Erlin. Selama belum mendengar penjelasan, Gayatri juga berpikir putrinya telah salah pergaulan.

“Kamu enggak serius kan, Sayang?” ujar Gayatri masih tak ingin percaya.

“Itu memang benar, Ma” kata Erlin mengakui dengan berat hati. Dia bahkan beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil beberapa test pack dari dalam tas. Dia menunjukkan semua hasil itu pada Gayatri. Gayatri merasa syok dengan fakta itu.

“Sudah berapa kali papa dan mama katakan agar kamu menjaga diri. Hal seperti ini yang kami takutkan. Sekarang bagaimana ke depannya? Ini aib besar bagi keluarga kita. Katakan siapa pelakunya? Pada laki-laki mana kamu sudah menyerahkan kehormatanmu sebelum waktunya, Erlin?” cecar Gayatri sembari mencengkeram kedua bahu Erlin.

“Aku tidak pernah tidur dengan laki-laki mana pun, Ma. Tolong dengarkan penjelasanku dulu,” pinta Erlin. Gayatri memijat dahinya yang terasa pening.

“Lalu bagaimana kamu bisa hamil kalau tidak melakukannya? Kamu tahu watak keras papamu seperti apa. Mama tidak tahu apa yang akan dia lakukan padamu kalau sampai dia tahu,” ujar Gayatri menahan geram.

“Tapi ini bukan salahku, Ma. Aku juga menjadi korban.”

“Korban apa? kamu diperkosa oleh seseorang begitu?” desak Gayatri.

Erlin akhirnya menjelaskan dengan hati-hati tentang kronologi yang alurnya juga tidak dia ketahui dengan pasti. Sejujurnya Erlin bahkan tidak sadar bahwa dirinya pernah melakukan proses injeksi seperti yang dikatakan dokter. Erlin menuturkan pada Gayatri bahwa semua itu terjadi karena kelalaian pihak rumah sakit.

Kemarahan Gayatri sedikit mereda setelah mengetahui kebenarannya. Dia tidak bisa menyalahkan Erlin atas semua yang terjadi. Meski begitu dia juga bingung apa yang harus dilakukan.

Gayatri merasa tidak bisa berpikir dan mencari jalan keluarnya sendiri. Mau tidak mau dia harus memberitahu Darman, suaminya, agar bisa merundingkannya bersama. Awalnya Erlin sempat mencegah Gayatri karena dia takut ayahnya akan marah.

Tapi Gayatri meyakinkan bahwa Darman tidak akan menyalahkan Erlin. Akhirnya Erlin pasrah. Dia hanya mengekor dengan rasa takut saat Gayatri mengajaknya menemui sang ayah.

Tak berbeda dari Gayatri, Darman juga sangat terkejut setelah mendengar tentang kehamilan putrinya. Erlin hanya bisa menunduk dan mengulang penjelasan saat diminta. Darman benar-benar emosi tapi bukan pada Erlin melainkan pada pihak rumah sakit.

“Ini tidak bisa dibiarkan. Hidup putriku dikorbankan karena kesalahan mereka. Kita harus membuat tuntutan,” kata Darman hilang kesabaran. Erlin hanya diam dan mengikuti apa pun tindakan orang tuanya.

Hari itu juga Darman mengambil keputusan untuk mendatangi rumah sakit. Dia harus berbicara langsung dengan pihak-pihak yang terlibat. Dia tidak terima kesalahan sebesar itu terjadi pada putrinya. Darman mengajak serta Erlin dan Gayatri bersamanya.

Kedatangan Darman membuat masalah semakin panjang. Tidak hanya pada pihak dokter yang terlibat, Darman juga keras kepala meminta untuk berbicara langsung dengan pimpinan rumah sakit. Harus ada yang bertanggung jawab atas apa yang menimpa putrinya.

Dokter Antonio, Nuri dan Raisa tidak bisa berkutik lagi saat masalah itu sudah sampai ke telinga pimpinan. Mereka tidak menyangka orang tua Erlin akan bertindak cepat dengan cara seperti itu. Mereka bertiga dipanggil untuk menghadap dan dimintai keterangan.

Saat itu Dokter Antonio yang menjelaskan kronologi kejadiannya di hadapan semua orang. Dia mengatakan bahwa dia yang bertanggung jawab menangani kasus itu. Dia memberikan rekomendasi agar proses inseminasi dilakukan oleh Dokter Nuri. Namun Dokter Raisa justru mengambil alih tanpa persetujuan dan dengan sengaja melakukan injeksi pada perempuan lain yaitu Erlin.

Pihak paling bersalah dalam kasus itu adalah Dokter Raisa. Dia juga mengakui tindakannya dilatar belakangi karena kecemburuan pribadi. Pimpinan rumah sakit sangat menyayangkan sikap Dokter Raisa yang sangat tidak profesional.

Bahkan lebih parahnya lagi, Dokter Raisa melakukan injeksi sel sperma dalam kondisi pasien yang tidak sadar karena dilakukan pembiusan. Setelah mendengar hal itu, Erlin pun baru mengerti mengapa dirinya tidak mengingat apa pun.

Kesalahan Dokter Raisa tidak bisa ditoleransi. Hari itu pimpinan memutuskan bahwa Dokter Raisa diberhentikan.  Meski pimpinan sudah mengambil langkah tegas, tapi hal itu tetap tidak membuat Darman merasa puas.

“Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas ketidak nyamanan ini. Dokter Raisa sudah kami berhentikan. Sebisa mungkin kami mengharap kasus ini tidak sampai ke ranah publik apalagi berurusan dengan hukum,” pinta pimpinan.

“Saya tidak peduli sekalipun dokter itu sudah diberhentikan. Dia memang pantas mendapatkannya. Sekarang yang saya pikirkan adalah nasib putri saya. Kami sangat dirugikan dan ini menyangkut masa depan Erlin. Dia sudah terlanjur mengandung janin dalam rahimnya. Siapa yang akan bertanggung jawab?” tegas Darman dengan emosi yang masih kentara.

“Saya yang akan bertanggung jawab,” ujar seseorang yang baru saja muncul dari arah pintu. Pandangan semua orang sontak beralih kepada sosoknya. Terlebih bagi Erlin, dia sangat terkejut setelah melihat siapa yang datang.

“Pak Adian?”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status