Bab 4
Sore hari.Sudah waktunya bagi Arnesh untuk pulang, karena jadwalnya hanya dari siang sampai sore saja. Setelah itu, dia tidak menerima praktek lagi, terkecuali jika mendesak.Ia mengendarai mobil miliknya ke lawan arah. Tujuannya yaitu ke Hotel, tempat dimana dia sudah menodai seorang gadis. Dia lakukan untuk memastikan saja, agar rasa penasarannya terjawab.Supaya dia tahu, bagaimana kronologi kejadiannya sampai-sampai dia melakukan hal tak senonoh itu."Aku harus mencari tahu, entah kenapa aku jadi kepikiran gadis itu," monolog Arnesh.Fokusnya lurus ke depan, agar tidak terjadi kecelakaan lalu lintas karena lalai berkendara. Dia mendadak jadi kepo soal gadis yang tidak ia kenal. Ponselnya yang terus berbunyi tidak ia hiraukan.Hingga dia tiba di Grand Vacation Hotel. Gegas ia turun dari mobil. Menuju ke pos satpam untuk menemaninya memeriksa Cctv."Kapan anda datang ke Hotel ini, Pak?" tanya satpam tersebut, yang mulai mengotak-atik keyboard."Sekitar satu bulan lalu, tepatnya tanggal 3 Januari, Pak," jawab Arnesh yang tidak lupa dengan tanggal saat dia datang ke sini.Satpam itu langsung mengecek satu persatu rekaman Cctv yang terekam di dalam sebuah layar, Arnesh memperhatikan itu dengan teliti."Perbesar layar itu, Pak!" pekik Arnesh. Saat melihat dirinya yang sedang berjalan sempoyongan di sepanjang lorong Hotel.Dia tidak tahu, jika dirinya dalam pengaruh obat-obatan atau alkohol. Diperhatikannya rekap kejadian itu. Dari dirinya datang, sampai ada seorang pelayan wanita yang mengantar makanan, dan diseret paksa olehnya."Astaga, jadi wanita itu pelayan di Hotel ini? Apa Bapak pernah melihat wanita itu, Pak?"Arnesh menyugar rambutnya dengan frustasi. Dari hasil rekaman, terbukti jika dirinya salah. Sudah memaksa wanita itu masuk, setelahnya, tidak ada rekeman Cctv lagi."Maaf, Pak. Saya jarang melihat wanita yang sedang Bapak cari, Pak," kata satpam."Apakah anda tahu nama? Alamat rumahnya?" Arnesh langsung mencecarnya dengan tanya.Sayangnya, satpam menggelengkan kepala. Ada banyak pekerja di Hotel ini, yang membuat dirinya tidak tahu."Saya jarang melihatnya saja, Pak. Tapi saya nggak tahu siapa nama dan orang mana. Jika anda ingin tahu, baiknya anda tanyakan saja pada atasan saya. Siapa tahu biasa membantu."Arnesh mendesah kecewa.Mungkin ia akan melakukan pencarian lain waktu.Sepanjang perjalanan menuju rumah, Arnesh tidak bisa melupakan sosok gadis yang terekam CCTV itu.Ya, sekarang ia ingat bagaimana menghabiskan malam itu bersamanya. Arnesh merasa dirinya benar-benar pria berengsek sekarang.Alkohol benar-benar musuh terbesarnya. Karena ajakan rekan bisnisnya malam itu, Arnesh pun mabuk. Untungnya dia sudah memesan kamar di hotel itu karena khawatir pulang malam.Satu yang tidak bisa diperkirakannya adalah ia mendadak merasa bergairah karena mabuk. Ia merasa dirinya ada di rumah, dan wanita yang ditariknya ke ranjang itu adalah Livya.Dan ia baru tahu faktanya ketika pagi hari.Ia melihat seorang gadis tak dikenal menangis di kasurnya. Tubuhnya tanpa sehelai benang pun, hanya tertutupi selimut tebal. Beberapa tanda cumbuan memenuhi leher dan pundaknya. Serta bercak darah di atas kasur itu."Sial!" Arnesh mengumpat sambil memukul setir mobilnya.Tak lama kemudian, mobilnya sudah sampai di area perumahannya.Di depan teras rumahnya, terlihat seorang wanita cantik dan rapih dengan penampilannya itu sedang berdiri. Untuk menyambut kepulangan sang suami yang tak kunjung menunjukkan batang hidungnya."Mas, tumben pulang malam?" tanya Livya, mengikuti Arnesh yang melewatinya begitu saja.Arnesh tidak mendengarkan, pikirannya terus mengarah pada wanita yang sangat familiar. Sial, dia malah terus kepikiran."Mas Arnesh," panggil istrinya, mengguncang tangan suaminya."Diam Livya! Kenapa kamu banyak bicara? Jangan menggangguku, aku cape!" ketus Arnesh, melepaskan tangan istrinya yang melingkar di lengan.Livya mematung, sambil meremas ujung bajunya. Guna menahan diria agar tidak sakit hati dengan bentakan suaminya.Mereka sudah sampai di kamar, keduanya diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing."Aku siapkan air hangat dulu, ya, Mas," Arnesh hanya menanggapinya dengan deheman saja.Sejak diperjalanan tadi, pikirannya dipenuhi oleh bayang-bayang kejadian itu.Arnesh mengusap wajahnya gusar, ia jadi tidak tenang. Pria bertubuh kekar itu masuk ke kamar mandi, memilih berendam diri agar pikirannya tenang."Arghh, sial!"Livya terduduk di lantai, dia terus dimarahi oleh para tahanan lain karena terus menangis. Dia memeluk lututnya, menangisi takdir yang tak berpihak padanya.Ia ingin pulang dan keluar dari sini. Mama Venny datang untuk besuk, dia menghampiri Livya yang sedang duduk."Livya! Livya!" pekik mama Venny. Berhasil menyentak Livya yang sedang melamun.Livya yang tadinya duduk, buru-buru mendekat ke arah ibunya sambil memegang kedua tangannya. "Ma, tolong bantu aku keluar dari sini, Ma."Mama Venny tak bisa melakukan apapun sekarang. Bukti yang diberikan Arnesh sangat kuat."Nanti Mama pikirkan. Mama punya info penting Livya.""Info apa, Ma?""Soal Daniel."Mendengar nama Daniel disebut-sebut, Livya jadi mengharap sang kekasih datang dan membebaskannya."Ada apa soal Daniel, Ma?" Dengan cepat Livya bertanya."Daniel ... dia sudah menikah dengan perempuan lain, Livya," balas mama Venny.Deg! Tubuh Livya terbujur kaku. Ia berpegangan pada jeruji agar tubuhnya tidak limbung. Saraf-sarafnya tera
Satu minggu kemudian ....Setelah dirawat di rumah sakit selama beberapa hari, akhirnya Gladys diizinkan pulang selama proses pemulihan. Bayinya pun sehat setelah melakukan pemeriksaaan.Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa Gladys dan Arnesh akan pulang ke kediaman mama Linda. Arnesh juga memutuskan untuk menjual rumah yang dulu ia tempati bersama Livya."Angkat aja, Nak, bawa masuk ke kamar," kata mama Linda, memberitahu anaknya agar menggendong Gladys yang masih kesulitan jalan. Dia menggendong Jesslyn, bayi perempuan yang mirip sekali dengan putranya.Gladys digendong ala bridal, menuju salah satu kamar di lantai bawah."Nah, Gladys, ini rumah kami. Saya harap kamu nggak merasa sungkan di sini," kata mama Linda. Perlahan mulai menerima kehadiran anak dan menantunya."Iy-iya, Ma."Gladys mengangguk. Sejak kejadian Livya datang, ibu mertuanya jadi perhatian sampai sekarang. Apalagi wanita paruh baya itu selalu membantu menjaga Jesslyn."Kamu temani aja istrimu. Biar Mama yang
Arnesh terkekeh sinis, saat Daniel meminta Livya untuk dibebaskan. Padahal sudah bersalah, bukti pun sudah jelas. Dia tak mengindahkan keinginan Daniel, pengkhianat yang sudah menusuknya dari belakang.Arnesh bangkit dari kursi, mengabaikan Livya dan Daniel yang ada di hadapannya. Sementara mama Venny, wanita paruh baya itu bingung mau bagaimana."Gila saja membebaskan orang yang sudah terbukti bersalah. Lanjutkan prosesnya, Pak, biarkan Livya menjalani hukumannya," ujar Arnesh berlalu bergitu saja, meninggalkan para dua pengkhianat itu.Mulai sekarang, Arnesh tidak ingin lagi berhubungan atau bertemi dengan mereka. Ia hanya ingin fokus pada kehidupannya yang sekarang bersama Gladys."Udah. Mulai sekarang kamu lupain mereka, fokus ke kebahagiaanmu," ujar papa Wandi menepuk pundak putranya.Pria berbeda usia itu menaiki mobil masing-masing untuk kembali ke rumah sakit. Ia khawatir dengan kondisi Gladys beserta anaknya.Ia menjalankan mobilnya dengan kebut-kebutan, ingin segera sampai,
Arnesh memutuskan untuk pergi, karena ia akan bicara dengan pengacaranya di sebuah caffe. Ia akan mengurus surat perceraiannya dengan Livya. Ia berpamitan dulu pada Gladys dan juga anaknya."Aku pergi dulu sebentar, kalau ada apa-apa hubungi aku," ujar Arnesh. Melabuhkan kecupan berulang-ulang pada pipi istri dan pipi anaknya.Gladys terkekeh, ia mendorong Arnesh agar menjauh. "Nanti Jesslyn bangun, Pak Arneh.""Gemas rasanya," ucap Arnesh diiringi dengan tawa.Arnesh melirik arloji yang melingkar di tangannya. Ia lantas pamit. Arnesh sudah mengundang pengacara datang. Dengan berat hati dia pun menaiki mobilnya.Kepergian Arnesh itu menjadi sebuah kesempatan bagi Livya yang diam-diam masuk ke dalan ruangan Gladys. Wanita itu memakai topi dan juga masker agar kehadirannya diketahui.Melihat ada Livya di sini, Gladys membeliakkan matanya sambil memeluk Jessyln. Livya membuka topi, ia menatap bengis pada wanita yang sudah menjadi simpanan suaminya."Sekarang kau bahagia bukan jika Mas Ar
Sementara di luar ruangan, papa Wandi sedang membujuk istrinya yang enggan masuk ke dalam. Mama Linda masih belum bisa menerima Gladys sebagai menantunya. Ia juga belum percaya, jika anak yang dikandung Gladys adalah anaknya.Papa Wandi juga sudah bercerita, jika ia sudah dikenalkan pada Gladys. Mama Linda kesal, selama ini hanya dia yang tidak tahu fakta sebesar ini. Ia kesal, itulah sebabnya enggan keluar."Ma, kenapa nggak masuk ke dalam? Yakin nih nggak mau lihat cucu kita? Bukannya Mama pengen banget punya cucu," ajak papa Wandi menggoda istrinya yang memiliki keinginan menimang cucu.Mama Linda tidak akan luluh begitu saja, dia bersedekap dada dan membuang pandangannya. "Ngapain Papa ngajak Mama? Biasanya juga main rahasiaan, 'kan? Udahlah sana. Mama di sini aja."Melihat istrinya yang sedang marah. Papa Wandi jadi gemas sendiri, pasalnya kemarahan sang istri sudah seperti anak ABG saja, tidak ada ubahnya dari dulu."Ada alasan kenapa Papa nyembunyiin dari kamu, Ma, sekarang ngg
Livya terusir paksa dari rumah suaminya. Dia harus pindah, ke kediamannya yang di Jakarta. Wanita hamil itu menangis tersedu-sedu, harus diceraikan karena Arnesh memilik madunya itu.Mama Venny merasa malu, dengan kelakuan Livya dan juga Daniel. Karena mereka, reputasinya hancur. Arnesh juga tidak mau percaya. Lelaki itu memilih menceraikan Livya.Sesampainya di kediaman. Mama Venny menyapu semua barang-barang sekitar, dia begitu geram dipermalukan. Tentu saja yang tak lain dan tak bukan karena Livya."Lihat sekarang, Livya! Atas perbuatanmu itu Mama yang harus menanggung malu! Sekarang Arnesh sudah menceraikanmu. Mama nggak akan membantumu! Silakan saja menikah dengan Daniel, pria yang menghamilimu!" sentaknya sembari menunjuk pelipis Livya menggunakan jari telunjuknya.Amarahnya sudah tak terkendali dengan semua ini. Apalagi Livya hanya bisa diam dan menangis, seolah itu bisa menyelesaikan masalah."Dan kamu, Daniel! Nikahkan anak saya jika benar itu anakmu! Saya tidak mau cucu saya