Share

Bab 03. Mulai Mencari Familiar

Bab 3

Sementara itu, di sebuah rumah mewah, di pusat kota.

"Kenapa sih, Mas selalu saja sibuk. Sekali-kali kek luangin waktu buat aku. Aku juga pengen menghabiskan waktu dengan Mas loh, aku bosan diam terus di rumah," ujar seorang wanita yang sedang bergelayut manja di lengan kekar sang suami yang tanpa sehelai benang.

Pria itu adalah Arnesh Aryawardhana, seorang pria berusia 32 tahun yang juga seorang Direktur Rumah Sakit dan Dokter umum. Dia bekerja di Rumah Sakit yang menjadi warisan keluarganya, dan diberikan kepadanya.

Arnesh melepaskan tubuhnya, saat Livya selalu manja padanya. Ia juga menjauhkan jari lentik si wanita yang bermain sensual di dadanya.

"Jangan manja, Liv. Kamu nggak lihat kalau aku selalu sibuk kerja? Kenapa pikiran kamu selalu saja kekanakan begitu!" timpal Arnesh, muak dengan tingkah laku Livya yang selalu memaksanya meluangkan waktu.

Ya, Livya Audrissa yang berusia 29 tahun adalah istrinya. Dia adalah wanita yang sudah dinikahi Arnesh sejak 4 tahun lamanya, atas dasar perjodohan.

Senyuman yang tercetak di bibir Livya perlahan memudar, kala melihat respons suaminya yang selalu kesal.

Selama menjalani biduk rumah tangga, Arnesh memang selalu bersikap acuh tak acuh padanya. Karena Livya tahu, bahwa Arnesh tidak mencintainya.

4 tahun ini, Livya selalu berusaha untuk membuat Arnesh luluh dan jatuh cinta padanya. Agar rumah tangga mereka tidak sedingin ini.

"Tapi Mas ... aku juga butuh waktu kamu lho. Aku pengen kayak temanku, selalu menghabiskan waktu bersama suaminya," ujar Livya, sorot matanya selalu sendu, jika sikap Arnesh dingin begitu.

Arnesh menatap datar, pada Livya yang langsung terdiam. Bungkam seribu bahasa.

"Kamu harus ingat, Liv. Aku menikahimu karena tidak mau membuat orang tuaku kecewa, tidak lebih dari itu," tegas Arnesh. Singkat, padat dan tentunya menusuk.

"Apa 4 tahun ini usahaku meluluhkan hatimu masih belum cukup, Mas?"

"Aku nggak menyuruh kamu berusaha, Liv. Itu keinginanmu sendiri, jadi jangan menyalahkanku ke hal yang nggak aku inginkan."

Setelah mengatakan itu, Arnesh meraih handuk untuk menutupi kemaluannya. Lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di dalam kamar mandi, Arnesh berendam di bath tub. Ia memejamkan mata, tiba-tiba bayangan pasien kemarin menghantui dirinya.

Pasalnya, pasien kemarin yang ia periksa, sangat familiar di matanya. Arnesh pun bingung, seperti pernah melihat, tapi dimana?

Sejak pertemuan dengan seorang gadis yang familiar, Arnesh jadi auk termenung di ruangan kerjanya. Dari perawakannya dia merasa jika pasiennya tadi seperti gadis yang waktu itu bersama dengannya di Hotel.

Hampir saja ia lupa dengan kejadian naas itu. Takdir malah menyeretnya untuk mengingatnya kembali. Pikiran Arnesh menjadi tidak tenang, berkali-kali dia memijat pangkal hidungnya, pusing.

Yang ada dipikiran Arnesh. Apa gadis itu baik-baik saja?

Ah, kenapa dia jadi kepikiran seperti ini. Ia jadi tak tega, jika memang pasien itu adalah gadis yang sudah ia nodai.

"Aish! Kenapa aku jadi memikirkan gadis itu? Apa pasien tadi hanya kebetulan mirip saja dengannya? Jika memang itu dia, harusnya dia meminta pertanggung jawaban kepadaku. Buktinya, pasien tadi bahkan tidak mengenaliku. Bisa jadi hanya mirip saja, bukankah manusia punya tujuh kembaran di bumi ini," gumamnya.

Gara-gara memikirkan gadis itu. Arnesh jadi tidak fokus saat bekerja. Dia jadi banyak melamun sampai seharian ini di ruangannya.

Sampai jam makan siang, dia tidak makan, mendadak tidak selera.

"Tapi ... bagaimana jika itu memang dia? Meski aku tidak mengenalnya, tetap saja aku harus bertanggung jawab. Aku harus mencari tahu."

Memikirkan ini membuat Arnesh pusing. Isi kepalanya hampir pecah menebak teka-teki yang tak tentu titik terang.

Jika memang dia yang selama ini dia cari. Arnesh merasa bersalah pada Livya, sudah memadu kasih selain dengan istrinya.

Tok ... tok ... tok ...

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Arnesh, dia memejamkan matanya. Tidak lupa, mempersilahkan masuk.

"Dokter Arnesh kenapa? Saya lihat sedari tadi anda kebanyakan melamun, Dok," Dokter Aulia bertanya, sambil memberikan segelas jus pada atasannya.

"Ah, mungkin sedang banyak pikiran. Saya jadi tidak fokus hari ini. Dok, boleh saya bertanya?"

Rekan kerjanya itu mengangguk, lalu duduk setelah dipersilahkan.

"Tentu saja boleh. Anda ingin bertanya apa?" Dokter Aulia bertanya balik.

"Apa Dokter tahu bagaimana ciri-ciri wajah pasien yang anda periksa kemarin? Hmm ... maksud saya ... pasien yang saya kira hamil," jelas Arnesh.

Tentunya mengundang keheranan pada Dokter cantik tersebut. Alhasil, Dokter Aulia menggeleng. Pertanda tidak tahu.

“Pasien yang mana?” tanya Dokter Aulia.

“Yang saya beri rujukan untuk menemui Dokter Aulia karena sepertinya beliau sedang hamil muda,” jawab Arnesh cepat.

Dokter Aulia tampak berpikir sejenak. “Sepertinya tidak ada pasien rujukanmu yang masuk ke ruanganku kemarin.”

“Apa?”

“Tapi aku sempat melihat seorang pasien yang tampak menangis setelah dari ruanganmu.” Dokter Aulia menjelaskan.

“Bagaimana itu, Dokter?” Arnesh tambah penasaran, malah mendekatkan kursinya ke Dokter Aulia dengan wajah tegang.

"Pasien itu tidak membuka maskernya, jadi saya tidak tahu bagaimana rupanya. Tapi, saya lihat. Dia seperti blasteran. Bisa dilihat dari rambut dan warna kulitnya. Dan juga, gadis itu memiliki bola mata berwarna coklat," papar Dokter. Aulia. Menjelaskan sedikit yang ia tahu.

Jawaban dari Dokter Aulia, tentu saja membuat Arnesh bagaikan tersambar petir di siang bolong. Dia kelimpungan, tidak tahu harus berkata apa. Arnesh speechless beberapa saat.

'Gadis yang kunodai pun bermata coklat. Mungkinkah itu dia?' batin Arnesh, terus bergelut dengan pikirannya.

Sampai Dokter Aulia memicingkan mata. "Ada apa, Dok? Apa anda mengenal wanita itu?"

"T-tidak, Dok. Tetapi saya seperti pernah melihatnya. Entah di mana," alibinya, agar rekan kerjanya tidak curiga dengan apa yang sudah dia lakukan.

Jangan sampai, rahasia besar itu terbongkar. Bisa-bisa, ini menjadi masalah jika sampai bocor. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Membiarkan atau mencarinya?

"Saya merasa iba pada gadis tadi, Dok. Sebagai seorang wanita, tentu saja saya tidak tega. Sepertinya dia korban pelecehan, dari reaksinya saja dia seperti orang yang sangat tertekan."

Hati Arnesh jadi tersentil, dia tersindir dengan perkataan sahabatnya. Meski Dokter Aulia tidak bermaksud untuk menyindirnya.

"Sepertinya begitu. Apalagi zaman sekarang, pergaulan bebas dan tidak memilih pertemanan. Kasus seperti ini tentu saja bukan hal yang lumrah, kita sering mengetahui kasus yang sama."

"Yeah, semoga saja gadis itu diberikan kesabaran. Tidak mudah memang mempertahankan kehamilan di luar nikah, ada banyak konsekuensi yang harus dihadapi. Saya bahkan sering mendengar, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk menggugurkan, saking stressnya dengan kenyataan yang ada."

'Aku jadi merasa bersalah pada gadis itu. Dia mungkin terpukul, aku harus mencari tahu,' batin Arnesh.

Setelah dari ruangan Dokter Aulia, Arnesh langsung membuka laptop. Mencari data wanita yang kemarin sempat ia periksa. Ia ingat-ingat, nama yang disebutkan wanita itu.

"Dia bekerja di Grand Vacation Hotel?" gumam Arnesh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status