Share

Part 13 : Penculikan Sinta

Sore itu Sinta pergi ke sungai ia begitu merindukan suara gemercik air yang mengalir, segarnya air sungai, serta hembusan angin yang sepoi-sepoi. Beberapa hari ini ia tidak bisa pergi ke tempat favoritnya itu, dikarenakan ia disibukkan dengan aktifitas kuliah yang sangat padat, tanpa sepengetahuan Sinta seseorang telah meneropongnya dari jarak 60 meter, sosok itu telah mengamati aktifitas Sinta selama beberapa hari ini.

"Roy… Roy….!"

Seorang pemuda tampan, berkulit putih dan berhidung mancung sedang memanggil sang asisten untuk segera datang kepadanya.

"Iya Tuan!" jawab sang asisten.

"ini kamu lihat, siapa gadis itu? beberapa hari ini aku melihat dia sedang berada di area Fero?" ujar Devano sambil memberikan teropong yang baru saja ia pakai kepada asistennya tersebut.

"Oow.. gadis cantik itu Tuan, iya Tuan saya tau siapa dia!" jawab Roy.

"Siapa?"

"Berdasarkan info dari salah seorang pekerja perkebunan dia adalah istri Fero Ardinata Prayuda Tuan!"

"Bagus… berarti sekarang kita sudah mengetahui titik kelemahan dari Fero Ardinata Prayuda, besok aku ada misi untuk kamu dan aku tidak mau kamu gagal dalam misi itu, karena kalau sampai gagal, kamu tau apa itu konsekuensinya?!"

"Baik Tuan, saya berjanji saya tidak akan gagal dalam misi yang Tuan tugaskan!"

"Oke, sekarang pergilah!" perintah Devano sembari kembali meneropong Sinta dari jarak puluhan meter dari tempatnya berada saat ini.

Sementara Sinta sedang menyingkap gaunnya yang panjang menjuntai itu supaya pada saat kakinya dicelupkan ke dalam air sungai, maka gaunnya tersebut tidak basah terkena air.

"Hemm... ternyata si Fero itu sudah menikah, aneh sekali mengapa tidak di publish di halaman surat kabar atau televisi ya? ini sangat aneh sekali, pasti ada yang disembunyikan Fero aku yakin itu!"

~ Ke esokan Hari ~

Hari ini Sinta ada kuliah pagi, selesai mandi dan sholat subuh ia dengan cepat segera berganti baju, memakai kaos kaki, kemudian turun ke lantai bawah, lalu diambilnya sepatu di lemari yang berada di belakang pintu. Setelah memakai tas ransel segera saja Sinta pergi meninggalkan rumah. Sesampainya di kampus dengan serius Sinta mengikuti semua mata kuliah dengan konsentrasi penuh, karena memang visi misinya harus selesai skripsi tahun ini. Tanpa terasa saat itu waktu telah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Karena hari sudah larut sangat tidak memungkinkan baginya untuk naik angkutan umum, maka ia memutuskan untuk naik Grab yang ia pesan secara online. Karena seharian penuh Sinta beraktifitas, rasa lelah mulai ia rasakan, dengan menahan rasa kantuk sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak memejamkan mata, karena sudah beberapa kali ia menguap. hingga akhirnya kurang beberapa meter lagi Sinta akan sampai di pintu gerbang rumah suaminya.

"Stop pak, berhenti di sini saja!" ucap Sinta.

"Baik Non!" jawab pak sopir.

Setelah memberikan uang kepada pak sopir Sinta melanjutkan berjalan kaki, karena sebentar lagi ia akan sampai di rumah, maka dengan perlahan Sinta menyusuri jalan beraspal tersebut, namun tanpa ia sadari 3 orang telah mengintainya dari dalam mobil yang terparkir di sudut kiri persimpangan jalan. Mungkin karena sangat lelah Sinta tidak menyadari bahwa saat ini 2 orang sedang membuntutinya dari belakang, semakin dekat dan semakin dekat. Dengan segera salah seorang dari mereka membekap hidung Sinta dengan sebuah sapu tangan yang sudah diberi obat bius, sontak saja Sinta melakukan perlawanan dengan cara menyikut perut salah seorang dari mereka, meski raut wajah orang tersebut terlihat meringis menahan rasa sakit, namun apa yang dilakukan Sinta menjadi sia-sia karena dalam hitungan beberapa detik saja obat bius itu sudah bereaksi dan membuatnya tak sadarkan diri.

Sementara Al di teras sedang membaca sebuah buku, sembari sesekali ia menengok ke arah pintu gerbang karena baginya mungkin saja Sinta saat ini sudah pulang dan sedang berjalan menuju ke arah rumah, namun saat ia melihatnya masih tetap sunyi karena sosok yang ditunggunya itu belum juga muncul. Hingga jarum jam dinding terus berputar, menit demi menit detik demi detik kian berlalu, tak terasa akhirnya waktu telah menunjukkan pukul 00.05 WIB.

"Apa?? sudah selarut ini, kenapa Sinta masih belum juga pulang, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengannya, aku harus segera memberi tahu Fero, aku takut Sinta kenapa-napa lagi!" gumam Al cemas. Dengan segera ia menutup pintu ruang tamu kemudian ia bergegas ke kamar Fero. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu ia langsung masuk ke dalam kamar, dilihatnya Fero sedang terbaring nyenyak dengan memakai selimut menutupi tubuhnya. Tanpa banyak berfikir lagi Al segera membangunkan Fero dengan cara menepuk-nepuk lengan Fero.

"Fero…Fero..bangun!" bisik Al, namun karena Fero sudah tertidur pulas sehingga ia tidak merespon Al sama sekali, karena apa yang dilakukannya tersebut tidak mendapatkan reaksi, Al mengoncang-goncangkan tubuh Fero dengan keras.

"Fero bangun!"

"He…!" jawab Fero setengah sadar, namun ternyata ia pun tidur kembali.

"Ooeeyyy Fero cepet bangun!" Al berteriak sekencang-kencangnya persis di telinga Fero. Dan benar saja ternyata jurus yang ke 3 ini mampu membuat Fero bangun dari tidurnya.

"Apa’an sih, ganggu orang tidur saja!" protes Fero sambil menyalakan lampu kamar yang berada di atas meja persis di samping kanan tempat tidurnya.

"Lihat ini sudah jam 12 lebih istrimu masih belum juga pulang, jangan-jangan dia kenapa-napa lagi?!"

"Ah..biarin saja deh, palingan juga dia menginap di rumah temannya!"

"Aku tidak yakin seperti itu!"

"Ya sudah kamu kan punya telfon dia, telfon saja sono!"

"Iya-ya, kenapa gak kepikiran dari tadi ya?!"

atas saran Fero maka Al mengambil HP dari saku celananya kemudian segera ditelfonnya Sinta, namun ternyata Sinta sedang di luar jangkauan, kembali ia melakukan panggilan ulang dengan harapan Sinta bisa dihubungi, namun ternyata usahanya itu sia-sia. Kembali ia membangunkan Fero yang kembali tertidur,

"Fero... Fero bangun, ooeeyy Fero…!" teriak Al di telinga Fero.

"Aduh…! apa lagi sih?" jawab Fero jengkel.

"Hp Sinta gak bisa dihubungi, kamu kok tenang-tenang saja sih, jika dia dalam bahaya gimana?"

"Ah..jangan berfikir yang macam-macam kamu, makanya jangan kebanyakan nonton sinetron biar gak halu!"

"Iya Swear kenapa tiba-tiba perasaanku gak enak ya?! beneran deh jangan-jangan dia dalam bahaya, sebab meski larut dia kan selalu pulang ke rumah, belum pernah terjadi seperti ini sebelumnya!"

"Halah…kamu saja yang terlalu banyak berfikir, sudahlah...aku ngantuk kamu pergi sono! besok aku sudah harus berangkat pagi-pagi ke Perusahaan, karena aku ada meeting dengan klien, sudah sana aku mau tidur!" ujar Fero sambil mematikan lampu kemudian kembali ia melanjutkan tidurnya. Sedang Al hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan Fero yang sangat santai meski mengetahui bahwa istrinya belum juga pulang, berbeda sekali dengan dirinya yang begitu mengkhawatirkan keadaan Sinta saat ini, karena baginya Sinta sudah dianggap seperti saudara sendiri tak kurang dan tak lebih karena Sinta adalah istri dari sepupunya itu. Dengan langkah berat akhirnya Al meninggalkan kamar Fero.

 

~ Ke esokan hari ~

Cahaya mentari yang menyelinap dari celah-celah ruangan membuat silau Sinta yang sedang duduk di kursi dengan kondisi tangan terikat oleh sebuah tali. Sontak Sinta meronta dan berteriak untuk dilepaskan.

"Lepaskan aku, apa yang kalian inginkan, aku mohon lepaskan?!" teriak Sinta sambil menggerak-gerakkan tangannya sambil berharap tali yang mengikatnya itu terlepas. Setelah mengetahui sosok yang disekap itu telah bangun salah seorang yang ditugaskan untuk menjaga di ruangan itu menelfon seseorang.

"Bos.... gadis yang kita sekap itu sudah sadar!" ucapnya pada Devano.

"Oke... sekarang juga saya ke situ!" jawab Devano.

Benar saja hanya dalam beberapa menit, Devano yang telah memakai penutup wajah itupun datang ke dalam ruangan tempat di mana Sinta disekap.

"Hai Nona cantik! bagaimana tidurmu semalam, apakah nyenyak?" tanya Devano.

"Mengapa kamu mengikatku seperti ini, sebenarnya apa tujuan kalian?" tanya Sinta

"He..he...tenang Nona jangan terburu-buru, sebentar lagi kau akan tahu apa tujuanku menyekapmu di sini!" Devano menimpali sambil tertawa sinis.

"Aku mohon lepaskan aku!" teriak Sinta, sedangkan Devano melangkahkan kakinya untuk mendekati Sinta, dengan perlahan dipegangnya janggut Sinta sambil diangkat wajah Sinta untuk diarahkan kepadanya. Maka terlihatlah wajah Sinta dengan jelas olehnya, sementara Sinta meski bertatapan dengan sosok yang saat ini sedang bertatap muka dengannya itu, tidak dapat mengenali wajahnya selain dari sorot tatapan matanya yang tajam.

"Jadi ini gadis yang sudah dinikahi si Fero itu, waoww.. lumayan juga seleranya, benar-benar gadis yang cantik jelita!" ucap Devano dalam hati.

Tak lama kemudian ia mengeluarkan HP dari saku celananya, lalu di telfonnya seseorang serta diloudspeaker volume pada HP nya agar seisi ruangan mendengar percakapannya tersebut.

"Hallo..!" Si penerima telephone menjawab panggilan Devano

"Hallo Fero Ardinata Prayuda, apa kabar?" tanya Devano

"Siapa ini?" Fero balik bertanya.

"Kamu tidak perlu tau siapa aku, aku hanya ingin memberitahumu bahwa istrimu sekarang sedang aku sekap di suatu tempat!"

"Oh ya, lalu?"

"Kalau kamu memang menginginkan istri tercintamu ini kembali kepelukanmu, cepat datang kemari, aku akan memberikan alamatnya kepadamu!"

"He..he... kamu kira aku mau mengikuti permainan bodohmu itu, dengar baik-baik! kubur saja keinginanmu itu karena aku tidak ada waktu untuk meladenimu!"

"Oh ya, mari kita lihat apa yang bisa aku lakukan pada istrimu ini, bukankah dia sangat berharga sekali bagimu? aku akan menyiksanya sampai kau tak akan pernah melihatnya lagi!"

"Ha..ha..ha..! apa kau sedang bercanda? ha..ha..ha…!"

"Apa kamu masih bisa tertawa bila aku akan melakukan sesuatu pada istri tercintamu ini haa..?"

"Ha..ha..ha.. dengarkan aku baik-baik bajingan kaleng-kaleng! aku tidak perduli mau kau sekap istriku itu, ataupun kau lakukan apapun itu sesuka hatimu aku tidak peduli, mau dia ada ataupun tidak, itu tidak berpengaruh sama sekali bagiku, aku sama sekali tidak ada waktu untuk hal-hal yang tidak berguna seperti ini."

Mendengar kata-kata Fero kepada pria yang sedang menyekapnya itu membuat hati Sinta benar-benar sakit, hatinya saat itu bagai teriris sebilah pisau yang teramat tajam. Sinta tak mampu lagi menahan gejolak hatinya saat itu, ia pun menangis tersedu-sedu. Ia berusaha agar suara tangisannya itu tidak terdengar oleh para penyekap di hadapannya itu. Namun ternyata air mata Sinta yang mengalir deras tersebut terlihat jelas oleh Devano.

"Hiiks…hiks…hiks…!" tangis Sinta terdengar begitu lirih namun masih terdengar Devano meskipun itu samar-samar.

"Mengapa kamu menangis?" Tanya Devano menyelidik.

"Tidak, Hiiks..hiks..hiks…!" jawab Sinta sambil mengelengkan kepalanya.

"Bagaimana Boss?" tanya salah seorang anak buah Devano.

"Jangan gegabah, karena kita tidak pernah tahu apa rencana Fero setelah ini, apa ini hanya jebakannya saja?"

"Baik Bos!"

"Mau kamu percaya ataupun tidak terserah kamu, tapi apa yang aku katakan ini adalah yang sebenar-benarnya, dengarkan aku baik-baik! dengan menyekapku seperti ini tidak ada gunanya, karena sama seperti yang kamu dengar di telephone barusan itu benar adanya, suamiku tidak akan pernah mencariku, dia tidak akan pernah peduli aku masih hidup ataupun tidak..hiks..hiks…!" ucap Sinta sambil menangis tersedu-sedu.

"Maafkan aku Nona, dengan berat hati harus ku katakan kepadamu, dengarkan juga kata-kataku ini baik-baik! aku tetap pada pendirianku, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, aku akan tetap menyekapmu selama yang aku mau!" sahut Devano sambil tersenyum kecut.

"Baiklah terserah kamu, yang penting aku sudah mengatakan yang sebenarnya!" sahut Sinta dengan berlinang air mata.

"Hai nona, ini makananmu, aku akan melepaskan ikatan tanganmu ini supaya kamu bisa makan nasi kotak ini!" ujar salah seorang tangan kanan Devano sambil melepaskan tali yang mengikat tangan Sinta.

Meski belum sepenuhnya bebas, namun Sinta merasa lega karena pada akhirnya ia bisa bergerak dengan leluasa tanpa terikat lagi oleh sebuah tali yang begitu mengungkungnya, walaupun ia masih tetap terkurung dalam sebuah ruangan yang ia sendiri tak tau entah itu dimana?.

~ Sementara itu di rumah Fero ~

Tampak seperti hari-hari biasanya Fero sedang berada di ruang kerja untuk memeriksa beberapa document. Tak lama kemudian munculah Al yang sedang memasuki ruang kerja Fero.

"Gimana Fero, apa sudah ada perkembangan mengenai Sinta?" tanya Al

"Belum!" jawab Fero singkat

"Apa tidak sebaiknya kita lapor polisi saja Fero?"

"Tidak perlu!"

"Tapi kalau Sinta kenapa-napa gimana?" sela Al khawatir.

"Lantas apa peduliku?" ujar Fero ketus.

"Dia itu istrimu Fero, apa sedikitpun kamu tidak ada rasa khawatir?" tanya Al gusar.

"Tidak!" jawab Fero cuek, meski saat ini Al sedang berbicara dengannya dan sedang berada di hadapannya ia sama sekali enggan untuk menatap kedua netranya, ia lebih memilih untuk segera menyelesaikan beberapa document yang harus ia periksa dengan sangat teliti karena tidak boleh ada kesalahan sedikitpun di dalamnya. Maklum saja Fero memang dikenal sebagai Owner sekaligus CEO yang sangat detail, teliti dan juga perfeksionis, ia tak segan-segan untuk memberikan peringatan keras ataupun memarahi semua karyawannya jika diantara mereka ada yang melakukan kesalahan, hal ini ia lakukan supaya semua karyawannya terlebih para Staff nya harus bekerja dengan sungguh-sungguh dan berkonsentrasi tinggi, dimana semua itu sudah disesuaikan dengan fasilitas yang telah diberikan oleh Perusahaannya mulai dari mendapatkan fasilitas makan pagi dan siang di kantin dengan menu 4 sehat 5 sempurna serta berganti-ganti menu di setiap jam makannya, kemudian disediakan pula Mess dengan berbagai fasilitas di dalamnya supaya karyawan bisa beristirahat pada jam istirahat dengan santai dan nyaman. Dan yang lebih penting lagi semua karyawannya tanpa terkecuali mendapatkan gaji di atas UMK ditambah gaji premi dan bonus bagi semua karyawan yang berprestasi dan bekerja sebulan penuh tanpa absen.

Sementara Al yang sedari tadi menyaksikan Fero yang sangat serius dengan beberapa document di tangannya merasa begitu jengkel, bagaimana bisa ternyata document itu lebih menyita perhatiannya dari pada istrinya yang sudah beberapa hari tidak pulang ke rumah entah karena dalam kondisi bahaya atau apapun itu yang ia sendiri tidak tahu apa itu penyebabnya.

"Entahlah Fero, aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, kali ini kamu benar-benar sudah sangat keterlaluan!" celoteh Al kemudian berlalu pergi meninggalkan ruangan kerja Fero.

~ 2 hari kemudian ~

Tampak Devano di sebuah ruangan sedang mengobrol dengan salah seorang anak buahnya.

"Bagaimana Cil apa sudah ada tanda-tanda kalau si Fero itu akan datang kemari, ini sudah 3 hari aku menyekap istrinya?" tanya Devano 

"Belum Bos?" jawab Acil sambil menatap akrab Bosnya, maklum saja ia memang sudah belasan tahun bekerja dengan keluarga Devano dan ia juga merupakan salah satu orang kepercayaan Devano selain Roy.

"Aneh sekali, bagaimana bisa seorang suami tidak bergeming sama sekali mengetahui istrinya diculik? ini benar-benar sangat aneh, aku juga sudah share lokasi untuk bertemu, dia juga sama sekali tidak merespon, jangan-jangan apa yang diucapkan istrinya itu benar bahwa Fero sama sekali tidak peduli dengannya?!"

"Bisa jadi seperti itu Bos!"

Karena rasa penasaran yang teramat sangat Devano mendatangi Sinta, namun Sinta terlihat sedang tertidur pulas di atas tumpukan jerami yang memenuhi seisi ruangan tempatnya disekap.

"Bagaimana apa dia mau makan selama kita menyekap dia?" tanya Devano kepada Badrun, ia merupakan salah satu orang yang ia tugaskan untuk menjaga gudang tempat Sinta disekap.

"Tidak Bos, dia sama sekali tidak mau makan sebutir nasipun." jawab Badun.

"Dasar bodoh, memberi makan gitu saja tidak becus, kalian bisanya apa haa?" tanya Devano gusar.

"Maafkan kami Bos!" sahut Badrun dengan nada rendah dan juga merasa bersalah.

Dengan perlahan Devano mendekati Sinta yang tengah tertidur pulas. Tampak sekali wajah Sinta yang sedang kelelahan, lalu disingkapnya rambut yang menutupi wajah Sinta yang terlihat sayu, kemudian ditatapnya kembali dengan seksama.

"Apa yang sudah terjadi denganmu hingga suamimu tidak memperdulikanmu, kesalahan apa yang sudah kamu perbuat hingga baginya kamu sama sekali tidak berarti apa-apa? apakah kamu telah melakukan sebuah kesalahan yang fatal?" bisik Devano dalam hati, kemudian berjalan pelan meninggalkan Sinta.

"Cil…!" panggil Devano kepada Acil

"Iya Bos! " sahut Acil

"Saat dia bangun, antarkan dia kembali ke tempat pertama dimana kamu menculiknya, awas jangan sakiti dia seujung jaripun! jika sampai aku tau kalian menyakitinya, maka aku akan memberi kalian pelajaran yang tak akan pernah kalian lupakan seumur hidup!" ancam Devano bersungut-sungut.

"Baik Bos, mana berani kami melanggar perintah anda!" jawab Acil tegas dan berusaha untuk meyakinkan Bosnya.

"Bagus!" sahut Devano seraya menatap dalam- dalam dengan jarak beberapa meter dari tempatnya berdiri saat ini gadis yang tengah tertidur pulas itu, entahlah tiba-tiba saja ia merasa menyesal dan juga kasihan karena telah menculiknya, apalagi Fero sama sekali tidak ada niatan untuk melindungi apalagi menjemputnya sekalipun ia telah mengirimkan denah lokasi dengan begitu detail dan juga ssngat jelas. Devano melakukan penyekapan ini bukan karena dendam kesumatnya kepada Fero karena meskipun sedari duduk di bangku sekolah dia dan Fero adalah rival sejati akan tetapi ia tidak ada perasaan iri, dengki sedikitpun ataupun semacamnya kepada Fero, hal ini terbukti saat ini ia dan Fero sama-sama sukses dalam bidangnya masing-masing. Ia sengaja melakukan drama penyekapan ini semata-mata ingin mengetahui sedalam apakah cinta Fero kepada gadis yang sudah dinikahinya itu dan kini ia sudah tahu jawabannya dengan sangat jelas, Devano berjanji pada dirinya sendiri tak lama lagi ia juga akan mengetahui mengapa Fero mengabaikan istrinya? ia akan mengetahui alasan itu dengan caranya sendiri. Tak dapat dipungkiri olehnya bahwa perlakuan Fero itu teramat sangat ganjil, bagaimana tidak gadis yang saat ini tengah ia culik itu pastinya jika bertanya kepada semua laki-laki normal mereka pasti akan mengatakan kalau istri Fero tersebut adalah seorang gadis yang cantik, berkulit putih mulus, bertubuh langsing namun tetap berisi, rambutnya pun panjang menjuntai sepunggung dengan bentuk lurus dan begitu halus yang berwarna dark brown. Ia mengetahui sehalus apa rambut gadis itu pada saat ia memegang janggutnya kemudian mengajaknya berbicara sebelumnya, pada saat itu dengan spontan tersentuhlah pula rambutnya yang begitu halus dan lembut bak kain sutra dengan kualitas tinggi yang harganya begitu fantastis. Hampir tidak memiliki celah kekurangan sama sekali pada fisik gadis itu. Anehnya Fero sama sekali tak menghargai ataupun menunjukkan perasaannya seperti layaknya seorang suami kepada istrinya jika sedang disekap ataupun diculik oleh seseorang. Ini bagi Devano adalah suatu hal yang tak lumrah dan juga sangat aneh yang membuatnya begitu penasaran mengetahui apa itu penyebabnya? entahlah Devano yang aslinya memiliki karakter masa bodoh dan anti mencampuri urusan internal orang lain tiba-tiba hatinya begitu tergerak dan memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status