Share

Part 6 : Kenyataan Yang Menyakitkan

Akhir-akhir ini Leon hampir tiap hari menjemput dan mengantar Sinta pulang kuliah. Jawaban tidak tak mampu terucap dari bibir Sinta. Sebab jikalau menciptakan argumen, Sinta takkan menang dari Leon. Meng-iyakan adalah salah satu cara untuk meredam perbedaan dari berbagai sudut pandang. Jika berkata Iya bisa membuat lawan bicara merasa senang, tentunya Sintapun tenang, itu pula yang dilakukan Sinta saat ini.

Tepatnya pada jam 16.00 WIB Sinta sudah sampai di rumahnya, Leonpun berniat untuk singgah barang sejenak, dan Setelah sang Dosen dipersilahkan duduk di ruang tamu, kemudian Sintapun membuatkan segelas teh untuknya. 

"Kamu sudah tinggal berapa lama di sini  Sinta?" tanya Leon

"Sejak saya masih kecil pak!" jawab Sinta

"Kalau sudah di luar kampus tidak usah terlalu formal, cukup panggil saja aku Leon!"

"Saya akan canggung sekali kalau langsung panggil nama anda."

"Itu karena belum terbiasa, jadi biasakanlah!"

"Baiklah, Le..Le…Leon!"

"Nah panggilan itu lebih baik, oh ya ngomong-ngomong apa orang tuamu asli penduduk sini?"

"Bukan, saya dan kakak saya hanya mengontrak di sini, Almarhum ayah saya mengontrak rumah ini sejak saya masih balita."

"Oooh begitu...!"

"Iya, sebenarnya saya bukan anak kandung mereka, orang tua kandung saya sudah meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat saat saya berusia 3 tahun. Kedua orang tua angkat saya sangat baik, keduanya memperlakukan saya seperti anak kandung sendiri. Meski hidup sederhana tapi kami sangat bahagia."

"Memang sebuah kebahagiaan itu tidak ditentukan oleh materi, tapi dari rasa syukur. Meskipun kaya raya kalau kurang bersyukur pasti hidupnya tidak akan bahagia. Begitu pula sebaliknya meskipun hidup seseorang itu sederhana tapi jika selalu bersyukur maka kebahagiaan senantiasa hadir dalam hidupnya!"

"Sinta aku tadi...," tiba-tiba Fero datang, ia terkejut karena begitu tiba di ruang tamu Sinta sudah bersama seseorang.

Sementara Leon memberikan senyuman ketika melihat Fero sambil menundukkan kepala sebagai ungkapan menghormati satu sama lain. 

Fero pun membalas menganggukkan kepala juga tersenyum kepada Leon. Melihat ada kecangguhan di antara keduanya, Sinta pun memperkenalkan mereka berdua.

"Fero, perkenalkan ini Dosenku di kampus!" ujar Sinta

"Fero...!" Feropun menimpali dengan memulai memperkenalkan dirinya. 

"Leon ... !"  jawab Leon seraya tersenyum,

"Baiklah kalau begitu saya pamit undur diri dulu!" Tambah Leon berpamitan. 

"Terima kasih Leon karena anda sudah mengantarkan saya sampai rumah!" sahut Sinta sambil berjalan mengantarkan Leon ke halaman rumah.

"Oke sama-sama, saya permisi dulu, sampai ketemu di kampus dan jangan lupa tetap semangat terus ya kuliahnya!" sahut Leon pada Sinta.

"Siap...!" jawab Sinta sambil tersenyum.

Setelah itu Leon bergegas masuk ke dalam mobil kemudian duduk di kursi kemudi, dengan perlahan mobil Leon meluncur pergi meninggalkan halaman rumah, hingga akhirnya mobil Pajero berwarna putih itupun tak nampak lagi.

"Dosenmu masih muda sekali ya?!" celetuk Fero

"Iya..., mahasiswi di kampus begitu mengidolakannya, karena bagi mereka beliau lebih cocok sebagai artis atau model dari pada Dosen, kamu tahu gak? kalau Leon ada jadwal memberi materi kuliah waaahhh..., mahasiswi satupun gak akan ada yang absen, tapi kalau Dosen lain yang memberi materi kuliah, kursi ada yang terisi saja sudah bikin viral di kampus, hehehehe...!"

"Wah…, semangat sekali ya kalau bercerita tentang Dosenmu itu?!"

"Pokoknya kalau cerita perihal Leon gak akan pernah ada habisnya deh he..he..!" sahut Sinta sambil tertawa.

"Aku tadi dari kampusmu, tapi ternyata kamu sudah pulang, kamu pulang sama Dosenmu itu kan?" tanya Fero

"Sepulang kita Dinner itu aku nyampek rumah Jam 23.30 WIB, keesokan harinya di kampus aku ketiduran saat Leon memberikanku soal-soal, dari situlah kemudian beliau mengantar aku pulang!"

"Dan kamu senang sekali kan diantar dia?!" ledek Fero

"Aku sudah menolaknya, tapi saat itu memang sudah mau maghrib, kemudian dia menawarkan untuk mengantar pulang, saat itu aku menolak, ia bilang jam segitu rawan kejahatan, setelah aku pikir-pikir memang ada benarnya juga sih."

"Kamu kan bisa telfon aku?! "

"Aku tidak mau merepotkan kamu, karena jam segitu biasanya kamu sibuk!"

"Kalau misal aku sibuk, aku bisa minta tolong sopir untuk menjemputmu, kenapa harus orang lain?"

"Fero..., kamu sedang tidak cemburu kan dengan Leon?!"

"Haaa, aku cemburu?, mana mungkin?, pantang bagi Fero untuk cemburu!, hanya saja aku tidak suka dengan sikapmu itu, kamu bisa minta tolong kepada orang lain berangkat dan pulang kuliah, sementara kamu tidak mau minta tolong kepada tunanganmu sendiri, apa itu tidak aneh?!"

"Iya Fero..., aku salah aku minta maaf!, kedepannya tidak akan ada kejadian seperti ini lagi, kamu jangan marah ya!, aku mohon..!, please...!!"

"Baiklah, Karena kamu sudah mengerti kesalahanmu, tidak ada untungnya lagi kita bahas masalah ini, oh ya..., kedatanganku ke sini untuk memberitahumu sesuatu!"

"Memberitahu sesuatu, emmmm… apa itu?!"

"Apa kak Sarah ada?!"

"Kak Sarah masih belum pulang, ada apa?"

"Sinta dengarkan aku baik-baik!, aku mohon kamu jangan marah dengan apa yang akan kusampaikan ini!, kamu masih ingatkan saat kemarin kamu menitipkan sebuah map yang berisi KK, KTP juga Foto kamu?" tanya Fero.

"Iya aku ingat!" sahut Sinta.

"Nah...saat itu aku menyuruh anak buahku untuk mendaftarkan pernikahan kita di KUA. Aku minta maaf sekali harus memberitahukan ini baru sekarang, apalagi tidak meminta izin kepadamu terlebih dulu, karena setelah aku pikir dengan seksama kita sudah sama-sama saling mencintai, jadi tidak ada baiknya kalau kita lama-lama berpacaran. Aku ingin segera meresmikan hubungan kita ke jenjang yang lebih serius, aku mohon kamu jangan marah ya!" ucap Fero panjang lebar berusaha untuk meyakinkan Sinta agar tidak marah kepadanya. 

"Haaaa...!" Sinta dibuat ternganga mendengar pernyataan yang disampaikan oleh Fero.

"Kamu sedang tidak bercanda kan Fero..?" tanyanya pula.

"Aku serius Sinta, aku ingin secepatnya menikahimu, aku benar-benar minta maaf?!"

"Kenapa harus secepat ini Fero?, aku belum ada persiapan apa-apa sama sekali."

"Kamu tidak perlu menyiapkan apa-apa, karena aku sudah menyuruh anak buahku yang menyiapkan semuanya. Setelah ini aku akan mengantar kamu ke rumah sakit untuk melakukan imunisasi TT,  jadi kamu tidak usah bingung dan panik ya!" ucap Fero berusaha untuk menenangkan Sinta.

"Assalamu'alaikum!" Sarah tiba-tiba nongol dari balik pintu sambil mengucapkan salam.

"Wa 'alaikum salam!" jawab Sinta dan Fero bersamaan.

"Wah ada apa ini pak bos sore gini ada di sini?" tanya Sarah

"Kebetulan kami sedang menunggu kak Sarah pulang!" jawab Sinta

"Oh ya…serius…?"

"Betul kak, saya sengaja ke sini karena ada perlu dengan kak Sarah." Sahut Fero

"Sepenting itukah?, jadi penasaran aja, sebenernya ada apa sih?"

"Sini dulu deh….kakak duduk dulu di sini!" jawab Sinta sambil menarik tangan Sarah untuk duduk di sebelahnya.

"Oke sekarang aku sudah duduk, ada apa ini cepat katakan!, jangan buat aku makin penasaran!"

"Emmm… begini Kak, kedatangan saya ke sini untuk meminta izin bahwa saya akan menikahi Sinta di KUA dalam waktu dekat ini, saya tahu keputusan saya ini sangat tidak sopan dan juga sangat tergesa-gesa, dan Sinta pun baru saja mengetahui keputusan yang saya buat ini. Saya sudah melamar Sinta beberapa waktu yang lalu kak, dan sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena saya ingin menikahi Sinta dengan waktu yang sangat mendadak sekali!"

"Eeittt…tunggu...tunggu...tunggu!, sebenarnya ini ada apa sih, ayo katakan yang sejujurnya apa yang sudah kamu lakukan kepada Sinta?, jangan katakan kalau kamu sudah menghamili dia hingga kamu harus menikah buru-buru seperti ini?"

"Haaa…. jadi maksud kakak aku hamil?" sahut Sinta keheranan

"Iyalah, terus kalau tidak hamil kenapa harus mendadak sekali seperti ini?"

"Alhamdulillah sampai detik ini saya masih menjaga kehormatan adik kakak ini, justru karena saya takut iman saya goyah ditambah lagi semakin hari perasaan cinta dan sayang saya kepada Sinta semakin bertambah itu akan sangat berbahaya sekali, maka dari itu sebelum hal yang tidak diinginkan itu terjadi, lebih baik kami menikah Kak!"

"Kamu bagaimana Sinta?, apa kamu benar-benar sudah siap untuk menikah dengan Fero?"

"Iya kak, jika Fero sudah memutuskan demikian, tidak ada alasan lagi untuk menolak keputusannya ini, aku yakin dia bisa menjadi imam yang baik untuk kehidupanku kedepannya, untuk itu aku minta doa restu dari kak Sarah ya!, agar pernikahanku dengan Fero bahagia juga langgeng hingga maut memisahkan kami!"

"Sudah…sudah jangan di teruskan lagi!, kalian ini ya, pulang kerja sudah membuat aku menangis."

Sontak Sinta dan Sarah saling berpelukan, keduanya sama-sama meneteskan air mata, namun yang berbeda ialah Sinta meneteskan air mata haru serta bahagia karena ia akan segera menikah dengan laki-laki yang dicintainya, sedang Sarah menangis karena perasaan lega atas kekhawatirannya sejak kematian Fadli beberapa bulan yang lalu. Dengan Fero menikahi Sinta maka peluang untuk mengalihkan kecurigaan Fero kepadanya akan semakin kecil, karena waktu Fero lebih banyak bersama Sinta, bahkan Fero akan disibukkan dengan urusan malam pertama, urusan rumah tangga dan yang tak kalah penting juga urusan Perusahaan, hal itulah yang ada di benak Sarah hingga membuatnya menangis lega.

****

Sesuai hari yang sudah direncanakan oleh Fero dan juga tepatnya pada pukul 10.18 WIB. Telah selesai sudah dilangsungkan akad nikah. Alhamdulillah Prosesi akad nikah berjalan dengan lancar. Dengan dihadiri kedua mempelai yaitu Fero dan Sinta, Wali hakim, 2 orang saksi, Bapak penghulu dan petugas KUA hingga semua prosesinya selesai. Sinta sangat cantik dan anggun dengan mengenakan balutan kebaya berwarna putih. Ia pun bahagia dan lega akhirnya Fero mengucapkan ijab qobul dengan lantang dan lancar hingga akhirnya ia sah menjadi seorang  istri dari Fero Ardinata Prayuda, laki-laki yang sangat dicintainya. Sintapun Memandangi buku nikah yang diberikan kepadanya dan Fero dari Bapak Petugas KUA, kedua matanyapun berkaca-kaca hingga ia tak sanggup lagi membendung butiran air mata yang pada akhirnya jatuh membasahi pipinya itu.

"Ayo!, kita langsung pulang ke rumah!" ajak Fero kepada Sinta

"Emm…iya!" jawab Sinta lirih sambil mengusap air matanya dengan menggunakan kedua telapak tangannya.

****

20 menit kemudian mereka sampai di sebuah halaman rumah yang cukup luas, sebelumnya Fero sudah pernah mengajaknya ke rumah itu, namun tetap saja ia nampak merasa canggung. Ia pun mengikuti langkah Fero dari belakang, Saat sudah sampai di lantai 2 ada beberapa orang yang berada di situ.

"Sssstttt!" Fero memberi kode kepada salah seorang diantara mereka untuk mendekat kepadanya, kemudian orang yang dimaksud berjalan mendekati Fero, Sintapun tidak dapat mendengar percakapan mereka karena sangat lirih sekali.

"Bagaimana?, apa kamu sudah memasang semua cctv di semua ruangan di rumah ini, kecuali di kamar mandi ?" bisik Fero

"Sudah pak, sudah saya pasang semuanya, dan layar monitor pengawas cctvnya saya letakkan di meja kerja bapak!" jawabnya lirih pula

"Bagus!" sahut Fero

Sambil membawa sebuah koper yang berukuran besar di tangannya, kembali Sinta mengikuti langkah Fero, hingga akhirnya ia sampai di sebuah kamar yang cukup luas yang terlihat sangat rapi juga bersih. Langkah Fero pun berhenti tepat di samping tempat tidur, kemudian di lepaskan jas serta kemeja yang ia kenakan itu, kemudian dilemparkannya ke tempat tidur. Nampak jelas terlihat body six pack Fero, sungguh pemandangan yang sangat indah yang tak mungkin mampu bagi Sinta untuk memalingkan muka. Sadar kalau Sinta sedang memandanginya Fero pun berhenti melepaskan ikat pinggang dari celananya.

"Hey…apa yang sedang kamu lakukan di sini haaa?" bentak Fero sambil menatap tajam ke arah Sinta

"Aaa…aaakuu… bukankah ini kamar kita?" ucap Sinta terbata-bata karena terkejut dengan bentakan Fero

"Kamar kita?, siapa bilang kalau ini kamar kita?" Tanya Fero balik dengan nada sinis sambil berjalan terus mendekat ke arah Sinta, sedang Sinta melangkah mundur hingga pada akhirnya langkahnya terhenti tak bisa mundur lagi karena terhalang dinding kamar.

"Bukankah kita sudah menikah, tentu saja kita berdua tidur di kamar ini kan?" jawab sinta lirih dan gugup

"Ini rumahku, semua yang ada di sini juga milikku, jangan bilang karena kamu sudah menikah denganku dan menjadi istriku lalu kamu yang menentukan siapa yang tidur di kamar ini, kamu salah besar nona Sinta Dinda Neytasya!" sahut Fero sambil kedua tangannya mengepal ke tembok memagari wajah Sinta dengan jarak beberapa centimeter dari wajahnya.

"Aku tidak mengerti maksud kamu Fero?"

"Karena kamu tidak mengerti juga maka aku akan menjelaskannya sekarang, camkan dan ingat  baik-baik kata-kataku ini!, simpan dalam otakmu yang sok lugu itu ya!, tujuanku mendekatimu lalu menikahimu bukan karena aku mencintaimu, bukan karena aku tergila-gila padamu, tapi semua itu aku lakukan karena aku akan membalas dendam padamu atas kematian kakakku!"

"Balas dendam?, balas dendam apa Fero?, aku semakin tidak mengerti?"

"Tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti haaa?, harus ku akui kau memang memiliki wajah cantik nan rupawan, tapi jangan kamu kira kamu bisa mengelabuiku dengan wajahmu ini, kamu salah besar, karena bagiku wajah cantikmu ini hanyalah sebuah topeng untuk menutupi kebusukan juga tujuanmu dalam mendapatkan laki-laki kaya raya kemudian menguras hartanya, dan setelah kamu mendapatkan semua yang kamu inginkan, kamu campakkan dia begitu saja. Benarkan dengan apa yang ku katakan ini?"

Bagai petir di siang bolong, kata-kata Fero begitu jahat terdengar memekakkan telinga, dan juga menyakitkan hati Sinta. Bulir-bulir air matapun menetes membasahi pipinya yang merah merona itu.

"Atas dasar apa kamu menuduhku seperti ini Fero, aku benar-benar tidak mengerti, kamu bilang aku mencampakkan dan menguras harta kakakmu, lalu kakak siapa?, namanya siapa?, yang mana orangnya saja aku tidak tahu, apa maksud semua ini Fero?"

"Jangan berpura-pura lagi di depanku, jangan kira air matamu bisa mengelabuiku, kamu kira aku adalah lelaki bodoh yang dengan mudahnya bisa kamu tipu?, cukup kakakku yang jadi korbanmu!"

"Sejahat itukah aku di mata Fero?" desah Sinta dalam hati sambil bernafas panjang.

"Bagaimana cara menjelaskan kepadanya bahwa aku tidak ada hubungannya dengan kematian kakaknya itu?, tapi mengapa dia sama sekali tidak mempercayaiku?, mengapa dia harus membenciku?" Sinta bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Saat itu ia begitu syok, sedih juga kecewa, semuanya berasa campur aduk menjadi satu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status