Barra Seno Dirgantara, seorang prajurit terbaik yang dimiliki oleh Negeri Darlan. Dalam tugasnya ternyata dia menemukan banyak kejanggalan saat terjadi demontrasi besar-besaran. Tidak disangka hal tersebut membuat Barra menjadi target untuk dilenyapkan. Hidupnya pun berubah setelah mengalami koma selama satu tahun. Saat terbangun, lelaki itu menemukan suatu kenyataan menyakitkan, sang ibu telah meninggal dunia karena kesedihan yang amat dalam. Barra hidup dengan menyimpan amarah dan dendam terhadap Militer Negara Darlan, hingga sosok besar menemukannya dan memberi penawaran untuknya, mengungkap suatu pengkhianatan dan konspirasi kejahatan. Kembalinya sang prajurit terbaik adalah titik balik Militer Negara Darlan, membuktikan kesetiaanya terhadap Negara. Barra kembali demi melindungi negara dan juga orang-orang yang peduli padanya. Cover by Habits Creative Follow IG Author: @whitephoenix2199
View More“Anda mengetahui terlalu banyak hal, Komandan! Atasanku menginginkanmu mati!”
Degh! Hegh!
Hitam.
***
Pagi ini hari Sabtu, di awal bulan September tahun 2020 terjadi demo besar-besaran mengelilingi area Departemen Kerakyatan Negeri Darlan. Lebih dari sepuluh ribu massa bergerak secara damai dari tugu kebangsaan hingga tepat berkumpul di tempat ini.
Barra Seno Dirgantara, seorang perwira muda berusia 30 tahun, berpangkat Kapten bertindak sebagai Komandan Pengamanan Khusus hura-hara. Dengan mengenakan baju dinas khusus lengkap dengan, sosok tersebut memantau jalannya pengamanan dari radio genggam lapangannya.
Matahari semakin merayap naik hingga mencapai puncaknya, peluh membanjiri siapapun yang saat itu berada di titik kumpul orasi penyeruaan suara rakyat digelar. Belum ada satupun perwakilan kabinet yang menindaklanjuti suara demonstran.
“TURUNKAN HARGA BBM, TOLAK TENAGA KERJA ASING DAN NAIKAN UPAH KERJA PRIBUMI!”
Demikian orasi yang menyeruakan hati rakyat. Sambutan antusias dari massa yang berkerumun di depan gerbang menggetarkan tanah pertiwi Darlan.
“Masing-masing komandan peleton, teruskan ke jajarannya, tetap kendalikan diri!” perintah Barra melalui radio genggamnya.
“Siap!”
“Siap!”
Lelaki tinggi dengan postur gagah melangkahkan kakinya berkeliling dari setiap pos satu ke pos lainnya, memastikan keadaan berjalan sesuai prosedur. Tiba-tiba, aksi berubah menjadi tidak terkendali.
Beberapa demostran menyerang pasukan blokade yang berjaga di sektor timur. Barra mendengar dari radio dan segera bergerak cepat menuju sasaran.
“TEMBAK!”
“TEMBAK!”
Trettet, tretet, tretet.
Tembakan peringatan tiga kali terdengar sebelum Barra sampai.
Keadaan semakin getting, teriakan dan jeritan wanita serta laki-laki terdengar, dan diikuti oleh teriakan melalui pengeras suara, penuh amarah.
“APARAT BAJINGAN! PEMBUNUH!”
“HENTIKAN TEMBAKAN!” perintah Barra sambil berlalri kencang. Wajahnya semakin terlihat merah dibawah panasnya sinar matahari. Peluh keringat membasahi kening yang menegang dibalik helm komando.
Sesampai di tempat tujuan.
Kericuhan terjadi, kini massa bersatu menyerang pasukan blokade. Barra menghampiri anak buahnya.
“Perintah siapa melepaskan tembakan peringatan!”
Tidak ada balasan.
“Kalian pembunuh!”
“Kami ini rakyat Darlan bukan musuh!” makian penuh amarah saling bergantian tertuju pada aparat yang saat itu bertugas.
“TENANG! TENANG!” seru Barra mengambil alin pengeras suara.
“Hai tentara kamu lihat! Kamu liat, kawan kami terluka terkena tembakan!”
Barra mengikuti tangan salah satu demontran, dan ternyata ada seorang wanita tergeletak di tanah dengan berlumuran darah.
“Medis! Medis! Pos Sembilan!”
Barra menghampiri korban, memeriksa denyut nadi. Beberapa orang bahkan memukul kepala lelaki tersebut.
Melihat sang komadan diserang, beberapa prajurit berlari melindunginya.
Barra tertegun saat memeriksa luka tembak yang mengenai dada wanita itu. Ada kejanggalan. Sebagai prajurit yang sudah beberapa kali memimpin penyerbuan terhadap gerakan separatis di perbatasan tentu saja dapat mengenali luka tembak tersebut.
Tidak peduli dengan sekitar, saat tim medis datang dan melakukan pertolongan pertama, Barra mengedarkan pandangannya menyapu setiap orang yang berteriak memprovokasi.
Matanya menatap tajam pada salah satu sosok yang terlihat paling antusias menyerukan penyerangan terhadap aparat keamanan.
“Semua jajaran lakukan pemeriksaan senjata, sekarang juga!”
Pasukan pengamanan dibawah komando Kapten Barra berjumlah lima ratus orang, bertugas membantu pihak kepolisian Darlan, yang kini mulai melepaskan tembakan gas air mata untuk menhatasi keadaan yang mulai memanas.
Tidak membutuhkan waktu lama, Barra menerima laporan tentang jumlah munisi yang ada di masing-masing prajurit yang memang dibekali oleh peluru hampa. Barra semakin yakin telah terjadi penunggangan dari pihak tertentu yang sengaja ingin memakai kekuatan rakyat untuk tujuan tertentu.
“Siap, ada apa, Dan?” seseorang berpakaian sama dengan Barra datang menghampiri.
“Siapa yang memberikan perintah tembakan?” tanya Barra lirih penuh kekuatan dalam, membuat nyali sang anak buah menurun.
“Siap, bukannya Anda yang perintahkan?”
“Apakah kamu tidak mengenali suara komandanmu sendiri?”
Sang anak buah terdiam dalam kebingungan. Barra memperhatikan ekspresinya, tidak ada kebohongan tersirat di wajah sosok komandan peleton.
“Ijin menghadap! Komandan, Anda diperintahkan menghadap Panglima Komando sekarang,” lapor salah satu caraka.
Kerumunan massa mulai membubarkan diri setelah Barra memastikan tidak akan ada penembakan dan akan menjamin keamanan mereka.
Kini dia harus mempertanggungjawabkan kejadian tersebut. Dengan auranya yang kuat, Barra melangkah menuju kendaran.
“Apa itu?” Barra mengambil sesuatu yang ada di tanah.
“Kelongsong munisi tajam? Aneh.” gumamnya sambil mengeryitkan dahi.
***
Sidang kode etik tentang pelanggaran hak manusia digelar secara tertutup khusus militer Darlan. Barra beserta sepuluh anak buahnya diamankan dalam rumah tahanan militer.
Barra Seno mengisi berita acara dan tetap bersikeras bahwa semua anak buahnya saat di tempat kejadian perkara tidak ada yang menggunakan munisi tajam. Tembakan pun di arahkan berlawanan dengan posisi massa demonstran.
Barang bukti yang ditemukan oleh lelaki itu seharusnya menguatkan kesaksiannya bersama sepuluh anak buahnya.
Namun, dalam pembacaan sanksi setelah hanya menjalani dua kali pemeriksaan, Barra dijatuhi hukuman kurungan selama empat bulan sementara anak buahnya menjalani hukuman selama enam bulan penjara.
Ironis sekali. Inikah keadilan.
“Ijin Jenderal, ada kejanggalan dalam kejadian ini,” ucap Barra pada salah satu petinggi dalam kemiliteran Darlan, sebelum dirinya dibawa pergi, masuk dalam tahanan.
“Maksudmu?”
“Saya menduga adanya konspirasi yang sengaja mengkambing hitamkan aparat negara, khususnya Militer Negeri Darlan.”
“Bukankah sudah diselidiki dan pradugamu tidak terbukti kebenarannya.”
“Siap, ini juga menimbulkan keanehan Jenderal. Kelongsong peluru itu seharusnya menjadi satu petunjuk untuk mengungkap konspirasi tersebut.”
Barra mencoba usahanya terakhirnya demi membela anak buahnya. Mereka memang lalai karena melepaskan tembakan, namun arah tembakan mereka sangat mustahil mengenai pendemo.
“Kapten, putusan sudah dijatuhkan! Silahkan ikut kami!” tegur seorang polisi militer, sarkas.
Barra terpaksa pergi. Dalam hati merasa berontak karena diperlakukan tidak adil.
Kecintaan terhadap negaranya, sosok Barra memiliki semangat juang melebihi teman satu angkatannya. Bahkan beberapa medali penghargaan sudah dia terima walau masa dinasnya baru seumur jagung.
Siapa yang tidak mengenal sosok muda bertalenta tinggi, di lingkungan dinas Barra dijuluki sebagai Jaguar, sebab ketajaman perasaan dan juga intuisinya.
Satu jam perjalanan berlalu, mobil tahanan khusus masuk pelataran lobi utama gedung bertuliskan ‘Rumah Tahanan Militer’.
Barra digiring masuk dengan pengawalan ketat, mengingat kemampuan bertempurnya yang hebat.
“Hei lihat. Jaguar Darlan ternyata juga jadi sampah!” seru salah seorang tahanan.
Barra menghiraukan semuanya, tanpa melihat. Wajahnya tetap terangkat keatas, langkahnya tetap tenang penuh karisma dan sorot matanya datar menatap ke depan.
“Ini bangsal sel Anda, Kapt.”
Barra mengangguk, masuk dalam kamar ukuran 3 x 3 meter. Pintu tertutup dan bunyi kunci terdengar.
Malam menjelang, sosok berbaju hitam masuk dalam sel Barra. Sebuah senjata telah terarah pada tubuh yang sedang tertidur, sebuah anak peluru pun bersarang dalam dadanya.
***
Setahun kemudian,
“Dimana aku?” Barra terbangun dan mendapati dirinya dalam sebuah kamar asing, dengan tangan masih dalam keadaan diinfus.
***
“Apa yang sedang kamu lakukan?”Rangga terperanjat ketika tiba-tiba suara bariton khas milik Barra terdengar dari belakang tubuhnya. Lelaki muda itu masih mengawasi kepergian Mella dan Marissa, bersamaan dengan Suster yang sedang menggendong bayi mungil melambaikan tangan seperti hal yang sering dilakukan oleh anak kecil melepas ibu dan neneknya pergi.“Siap tidak ada, Kapt,” ujar Rangga sedikit canggung. Raut wajahnya melukiskan kesan tidak nyaman bertemu dengan pria yang selalu berwajah masam padanya.“Jika kamu berpikiran jahat padanya, enyahkan jauh-jauh sebelum kamu lakukan!”Tatapan yang tajam terasa seperti mengiris iris mata Rangga. Barra memang sedang mengancamnya. Rangga hanya bisa menelan air liurnya saja.“Jenderal Ramses masih memberikan kesempatan padamu, tetapi aku tidak. Aku akan percaya jika kamu membuktikan dengan perbuatan dan bukan rekayasa. Ingat feelingku akan mengetahui kamu sedang memainkan trik konyol atau memang tulus membela kebenaran!”Angin yang bere
Dua pekan berlalu. Sepanjang waktu yang seakan landai digunakan oleh Barra untuk berunding dengan tim kuasa hukum militernya. Sebab target dari pembunuhan suami pertama Marissa adalah keluarga atau kerabat dari anggota Militer Darlan.Berbeda dengan sang suami, Marissa tetap menjalankan tugasnya sebagai pengawal pribadi Mella dan saat ini akan menghadiri acara istri petinggi militer Darlan.“Ada acara kemana?” tanya Barra saat melihat istrinya sudah mengenakan baju dinas safarinya.Marissa merapikan sedikit anak rambut yang keluar dari sanggulnya, kemudian merapikan riasan yang natural pada wajah cantiknya.“Iya, Ibu ada acara pertemuan arisan di wisma anyelir.”“Wisma anyelir?”“Gedung pertemuan di sebelah kantor Panglima Tertinggi.”“Hati-hati,” pesan Barra seraya membetulkan kerah baju Marissa.Rutinitas yang mulai disukai oleh Barra, sebagai pasangan sah Marissa. Kebahagiannya adalah dapat memberikan perhatian disela kesibukkannya sebagai anggota militer yang penuh dengan ris
Pertanyaan Marissa hanya ditanggapi dengan tatapan Barra. Lelaki itu mengerutkan dahinya seraya mengeraskan rahang, terlihat jelas jika dirinya sedang memikirkan sesuatu.Drrt, drrt.Getaran ponsel yang ada di atas nakas mengalihkan perhatian Barra. Dengan satu jangkauan tangannya yang panjang, benda pipih tersebut sudah berpindah tempat. Sebuah pesan masuk dan terbaca sepintas oleh mata Marissa.‘Rencana berhasil’ demikian sepotong penggalan pesan.Barra membaca dan kemudian menghapus pesan tersebut.“Mengapa dihapus? Rencana apa?” tanya Marissa.Barra terdiam, dan kembali pada posisi sebelumnya memandang Marissa dengan tatapan yang sulit diartikan oleh wanita itu.“Ada apa?”“Adik sudah siap?” akhirnya Barra bersuara.“Si – siap apa, Bang?” suara Marissa tergagap. Tatapannya sontak kebawah kemudian menatap Barra lalu beralih lagi ke arah tidak menentu.“Dik? Ada apa? Sudah siap kah?” ulang Barra bingung.“Eh – eh,” gumam Marissa lirih. Tidak tahu bagaimana wajahnya sek
Brak.Pintu tiba-tiba terbuka, Marissa berdiri di depannya seraya menatap ke dalam. Tepatnya pada Rangga, wajah wanita yang mempunyai hubungan personal sangat dekat itu memancarkan sorot kekecewaan. Langkah kaki perlahan mendekat, tanpa bicara Marissa berdiri tepat berjarak satu jengkal lengannya.Plak!Tamparan keras tak pelak mendarat di wajah Rangga. Lelaki itu terkejut, demikian juga Barra.“Icha –““Salah apa aku padamu, Rang? Tega kamu mau mencelakakanku. Kalau aku naik mobil yang salah seharusnya kamu datangi aku, bukan kau biarkan saja.” Marissa tidak menghiraukan ucapan Barra, serentetan kalimat terlontar dengan emosi jiwa.Ruangan kerja Ramses yang mempunyai dua pendingin udara sepertinya tidak mampu mendinginkan suasana hati Marissa. Tangannya masih mengepal dan bibirnya sedikit terbuka, hingga barisan gigi yang terkatup rapat terlihat.“Mbak, maafkan aku. Aku terpaksa!”“Kita selalu bahas rencana ini berdua, apa kau ceritakan semua rencanaku pada mereka!” ucap Mar
“Apa maksudnya?” Ramses yang mengikuti langkah Barra terhenyak dengan tuduhan menantunya.Ya Barra sudah resmi sekarang sebagai suami Marissa sesugguhnya. Ketika semua sudah pergi, sepertinya Barra menepati janjinya. Mulai menyerang lawannya, tetapi Ramses heran mengapa dalam rumahnya ada penyusup. Dan orang itu mengapa harus Rangga.Barra tidak langsung menjawab. Dengan gayanya yang elegan, lelaki itu berbalik badan menghadap Ramses dan kemudian kepalanya menoleh ke arah Rangga.“Itu yang sedang aku tanyakan padanya. Pada hari Icha masuk dalam mobil yang salah, sebenarnya dia sudah tahu. Aku sudah memeriksa CCTV dari sekitar tempat dimana mobilku dan mobil target parkir bersebelahan.”Ramses, Danu, Mella, bahkan Marissa terkejut mendengar penjelasan Barra. Terlebih Marissa, dalam benaknya ingin menyangkal pendapat lelaki tersebut, namun ketika Barra mengatakan berdasarkan bukti rekaman CCTV dia jadi dilema.“Apa benar itu Rang?” tanya Marissa.Matanya masih terlihat sayu, me
Ternyata bukan sekedar kegilaan ucapan saja, esok harinya Barra menghadap Ramses dan juga Mella mengemukakan keinginannya untuk menikah secara resmi.Alasan yang digunakan oleh lelaki itu, untuk melindungi Marissa secara penuh dan juga keberadaan bayi yang diadopsi oleh mereka.“Memang benar sekali kabar tentangmu yang pandai negosiasi, berdebat dan juga melumpuhkan lawan.”Ramses tertawa, sementara Mella sudah heboh sendiri bersama si kecil.“Oma sih Yes!” serunya.“Bukankah secara administrasi sudah kalian lakukan jauh hari,” balas Barra sedikit sarkas membuat Ramses semakin tertawa lepas.“Aku bangga dengan satria muda seperti ini, kuharap setelah rencana awalmu kupenuhi segera selesaikan misi kita sebelum pesta demokrasi tahun depan.”“Yes Sir!”“Ya sudah kapan kalian akan melangsung-““Hari ini.” Barra memotong kalimat Mella.Wanita itu terkejut nyaris melupakan ada manusia kecil dalam gendongannya.“Lihat kan dia sudah tergila-gila pada anak perempuanmu,” goda Ramses.Barra
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments