Share

2.) Mamah Baru untuk Fiona

"Fiona bilang apa! Tidak boleh begitu" Neneknya itu nampak terlihat sungkan pada Jesslyn yang terlihat sama tak enaknya. "Maaf ya, Fiona hanya bicara asal"

Jesslyn menggeleng "tidak perlu meminta maaf, saya juga tidak masalah kok." Jesslyn tersenyum tipis dan berjongkok di dekat tubuh Fiona.

"Fiona sayang, lain kali ya Tante Jess main ke rumah Fiona" Jesslyn mengusap rambut Fiona yang dikuncir itu dengan lembut. 

"Tapi kenapa? Fiona masih mau bersama Mamah--"

"Fiona!" Neneknya nampak menegur dan Fiona tak menghiraukannya, pandangan gadis kecil itu masih terfokus pada Jesslyn. "Besok kita masih bisa bertemu di sini lagi Fiona"

"Janji? Besok, Mamah datang lagi ke sini?"

Jesslyn mengangguk pelan "Ya, Tante janji akan datang di jam yang sama"

Fiona tersenyum senang dan memeluk Jesslyn erat "Fiona senang sekali, Fiona juga janji akan datang bersama Papah!" Neneknya yang berdiri di dekat sang cucu hanya menghela napas pelan dan tersenyum tipis. 

"Yaudah, sekarang Fiona ikut Nenek pulang ya? Jangan nakal" 

Fiona menggeleng tak setuju akan ucapan Jesslyn tentangnya "Fiona gak pernah nakal kok, iya kan Nek?"

Neneknya yang ditanya oleh sang cucu hanya tertawa kecil dan mengiyakannya saja. Jesslyn juga nampak dibuat geli oleh tingkah polos Fiona. "Dah Fiona, Tante pulang dulu ya" Jesslyn melambaikan tangannya pada Fiona yang membalas lambaian tangannya dengan senyum lebar yang terpatri di wajahnya. 

"Yuk pulang, sudah selesai jajannya?" Fiona mengangguk dan mengambil tangan Neneknya untuk ia gandeng. 

Sekembalinya Fiona ke rumah, gadis kecil itu berlari memasuki rumahnya dan mencari sang Papah yang ia tau masih berada di ruang kerjanya di lantai satu rumahnya. "Papah?" Fiona mencoba membuka gagang pintu ruang kerja Papahnya itu, namun tau bahwa pintu itu tak bisa dibuka dan kemungkinan dikunci dari dalam membuat Fiona terus menaik turunkan gagang pintu di depannya. 

Bibirnya terus memanggil sang Papah hingga Neneknya yang tau bagaimana sibuknya sang putra lantas kembali menarik Fiona agar tak menganggu Papahnya itu. 

"Fiona sayang, Papah masih bekerja ... Main sama Nenek dulu ya"

Fiona menggeleng pelan "Fiona mau beritahu Papah, dan Fiona juga mau beri coklat ini buat Papah"

Neneknya itu mengangguk mengerti "iya tapi tidak sekarang, oh iya kan semalam Fiona buat kue kita makan kue saja bagaimana?'

Bu Ida nampak mencoba membujuk Fiona agar tak mengganggu Papahnya, dan untungnya bujukannya nampak berhasil karena kini kedua mata cucunya itu  berbinar terang mendengar makanan manis. 

Semalam Fiona memang meminta dibuatkan kue strawberry oleh Neneknya, dan jadilah mereka memberantakan dapur untuk mewujudkan keinginan Fiona, dan ternyata kue yang mereka buat disukai oleh Fiona, meski pada akhirnya Devan melarang Fiona memakan banyak malam tadi. 

"Ayo Nenek, Fiona bisa makan banyak karena Papah tidak ada"

Fiona tau bahwa Papahnya akan melarang dia jika banyak memakan makanan manis, tapi tidak dengan Neneknya yang selalu menuruti apa yang dia mau. 

Neneknya membawa Fiona ke kursi bar yang ada di dapurnya dan mendudukan sang cucu di sana, sementara dia mengambil kue dari dalam kulkas. Fiona yang menunggu sang Nenek memilih membuka coklat yang tadi di belinya yang masih tersimpan di kantung plastik itu. 

Menikmati coklat yang berisikan kacang almond itu sendiri, sampai saat sang Nenek kembali wanita itu hanya berdecak melihat kelakuan sang cucu. "Kenapa makan coklat? Ini Nenek udah bawa kuenya"

"Maaf Nek, Fiona tidak sabar mencoba coklatnya ... Ini buat Nenek"

Fiona merogoh coklatnya dan memberikan makanan manis tersebut untuk Neneknya yang dibalas dengan tawa kecilnya. "Simpan dulu coklatnya, kamu jangan makan dua-dua seperti itu, kalau Papahmu lihat nanti Nenek dimarahi"

Bu Ida menyimpan coklat yang sudah dibuka oleh Fiona dan menyerahkan kue di hadapan sang putri. "Nenek, besok kita ke sana lagi kan? Fiona masih mau bertemu Mamah Jesslyn"

Fiona yang menyuap kuenya itu memberikan tanya pada Neneknya, ia berharap masih bisa bertemu wanita yang sudah membuatnya jatuh hati ingin selalu melihatnya, dan berharap bisa menjadi Mamahnya. 

"Iya, boleh. Besok kita ke sana lagi"

"Tapi Fiona mau Papah yang bertemu dengan Mamah Jesslyn, Fiona mau Papah bicara sama Mamah Jesslyn biar Mamah Jesslyn bisa tinggal di sini dan benar-benar jadi Mamah Fiona"

Bu Ida menelan salivanya kasar, melihat pandangan sang cucu yang nampak bersedih yang tak bisa ditutupi dari raut wajahnya. 

"Setiap Nenek bawa Fiona pergi, Fiona selalu melihat banyak anak kecil yang digendong sama Mamahnya, tapi Fiona gak punya Mamah-"

"Fiona, Nenek kan pernah bilang, Mamah Fiona sudah tenang di surga--"

"Sampai kapan Mamah Fiona tinggal di surga? Memang surga itu enak? Mamah tidak sayang Fiona dan Papah, kalau  Mamah sayang seharusnya Mamah jangan pergi ke surga sendirian!!"

Bu  Ida menggeleng pelan dan mencoba menghilangkan pikiran buruk itu dari kepala cucunya tersayang. "Fiona jangan bicara seperti itu, Fiona mau buat Mamah Fiona sedih di atas sana? Fiona boleh kok kalau mau punya Mamah baru, tapi Fiona juga harus ingat, kalau Mamah Fiona itu tetap Mamah Arsha"

Fiona menangis sedih dan bangkit dari kursinya untuk memeluk sang Nenek. "Maaf Nek, Fiona gak mau buat Mamah sedih. Fiona tetap sayang Mamah Arsha kok, tapi Fiona juga mau merasakan punya Mamah"

Bu Ida menahan air mata yang ingin meluncur dan ia memeluk sang cucu dengan erat. "Jangan diulangi ya, jangan mengeluhkan Mamah seperti itu. Kalau Fiona benar-benar menginginkan Tante tadi jadi Mamah Fiona, Fiona bisa bicara sama Papah dulu"

Bagaimanapun Bu Ida mengerti perasaan cucunya ini. Dan juga, ia merasa bahwa putranya memang membutuhkan istri baru bukan hanya untuk dirinya namun untuk Fiona yang pasti masih sangat membutuhkan figur seorang Ibu. 

***

Devan baru menyelesaikan pekerjaannya saat  jarum pendek di dalam jam dinding itu telah menunjukan angka 11 siang. Sudah 3 jam dia duduk di atas kursi kerjanya. 

Dan kini dia merindukan Fiona, sang putri dan merasa bersalah karena pagi tadi tak bisa menemani sang putri yang meminta dia untuk ikut membeli jajanan. 

Laki-laki dengan setelan kaos rumahannya itu membuka pintu ruang kerjanya yang sengaja ia kunci untuk menghindari gangguan Fiona, dan segera saja Devan mencari si putri kesayangan yang ia tau pasti tengah membantu Mamahnya di dapur. 

Namun tak mendengar suara apapun dari arah dapur membuat Devan yang terheran memasuki kamar sang putri yang berada di lantai 2. 

Sebelum membuka pintunya, Devan mengintip dan melihat bagaimana pemandangan Fiona yang tengah bersandar manja dengan Mamahnya itu nampak akrab sembari melihat sebuah album foto pernikahannya dengan sang istri.

Mendengar pembicaraan mereka membuat hati Devan terenyuh.

"Mamah Fiona sangat cantik ya Nek, kalau sudah besar nanti, Fiona mau pakai gaun yang Mamah pakai seperti  ini boleh Nek?"

 "Tentu boleh, nanti kita cari gaun yang seperti ini"

Devan tak tahan lagi hanya mengintip dari balik pintu, dia membuka pintunya dengan lebar dan begitu senangnya saat Fiona bangkit dari atas ranjang dan berlari memeluknya. 

"Papah!! Papah udah gak sibuk?"

Devan berjongkok di depan wajah Fiona sembari mengusap rambut sang putri tersebut "sudah, pekerjaan Papah sudah selesai, papah sudah tidak sibuk lagi. Besok juga Papah libur loh, Fiona mau minta jalan-jalan kemanapun akan Papah temani"

"Benar Pah? Janji? Papah gak akan bohong seperti pagi tadi kan?!"

Devan tersenyum dan mengangguk kuat. Fiona terpekik girang dan meloncat karena rasa senangnya. "Besok pagi temani Fiona ke supermarket tadi"

Kedua mata Devan menyipit tajam dan memberikan gelengan tegas untuk Fiona. 

"Jika untuk membeli coklat atau es krim, Papah tidak mau!"

Fiona tersenyum lebar dan mengangguk, mengiyakan ucapan sang Papah. "Fiona gak mau beli jajan lagi kok Pah, besok Fiona harus bertemu Mamah karena Fiona sudah janji"

Mendengar ucapan sang putri lantas menimbulkan tanya di benak Devan, pria itu menatap dengan pandangan bertanya pada sang Mamah yang duduk di atas ranjang putrinya sembari memperhatikan dia juga Fiona.

"Apa maksudnya Mamah?"

Bu Ida tersenyum simpul mengamati sang putra dengan wajah bingungnya itu. "Fiona berjanji pada satu wanita muda untuk bertemu lagi besok, mereka sangat akrab dan nampak Fiona menyukainya"

 Devan nampak tak mengerti dan tentu dia masih bingung mengapa Fiona memanggil wanita itu dengan panggilan Mamah. "Fiona menginginkan dia menjadi Mamahnya Van"

Devan menggeleng, dia kaget karena Fiona bisa berpikir seperti itu. "Fiona sudah tak sayang Mamah Arsha? Siapa yang Fiona maksud Mamah?"

"Fiona sayang Mamah kok, tapi Fiona juga mau Tante Jesslyn jadi Mamah Fiona ... Boleh kan Pah?"

Devan masih menggeleng tak mengerti dia menoleh pada Mamahnya yang menyuruhnya menganggukkan ucapan Fiona. Akhirnya dengan senyum tipisnya Devan mengangguk membuat Fiona bersorak girang. 

Devan menggendong Fiona ke atas ranjangnya yang diapit olehnya juga sang Mamah. "Fiona bobo siang ya, sore nanti Papah temani Fiona main sepeda" Melihat Devan dan Fiona yang sudah saling bercengkrama sebelum tidur dan selalu menjadi rutinitas Devan ketika pria itu ada di rumah, Bu Ida memilih beranjak keluar dan menunggu sang putra yang pasti meminta penjelasan mengenai ucapan Fiona tadi.

"Iya Pah" Devan tersenyum senang jika melihat sang putri tak membantah ucapannya. Devan mengusap kepala Fiona sayang dan memeluk gadis kecilnya sampai Fiona terlelap di atas ranjang. 

Setelah memastikan putrinya itu tertidur lelap, barulah Devan meninggalkan Fiona yang sudah terlelap di atas ranjangnya untuk menemui sang Mamah di sofa ruang keluarga. 

"Mah, maksud ucapan Fiona tadi itu apa?"

Tanpa basa-basi Devan yang segera mengambil duduk di samping Bu Ida yang tengah mengupas jeruk itu nampak tak kaget akan kehadirannya yang tiba-tiba. 

"Jeruk Van?" Bu Ida nampak menawarkan makanan di tangannya tanpa menjawab tanya yang Devan ajukan padanya. 

"Enggak Mah, Devan hanya mau kejelasan sama yang Fiona katakan tadi. Apa maksud ucapannya"

Bu Ida, Mamahnya itu meletakkan jeruk yang baru saja ia kupas kulitnya ke atas meja dan merubah posisi duduknya agar menatap putranya dengan raut serius. 

"Saat di swalayan tadi, Mamah kehilangan Fiona ... Dia lepas dari pengawasan Mamah dan untungnya ada seorang wanita baik hati yang menemani Fiona sampai Mamah menemukannya"

Bu Ida menggenggam tangan sang putra dengan lembut "namanya Jesslyn, Fiona menyukai kepribadian wanita itu meski baru bertemu, nampaknya mereka sudah sangat akrab--"

"Maksud Mamah, Fiona menginginkan wanita itu untuk menjadi Mamahnya meski mereka baru mengenal?"

Bu Ida tertawa pelan dan mengangguk "begitulah pemikiran anak-anak"

"Anak itu ... " Devan mendengus geli memikirkan tingkah Fiona. "Tapi Mah, jadi besok Fiona menginginkan bertemu wanita itu lagi"

Bu Ida mengangguk "Ya, kamu bisa menemuinya ... Dan Van, boleh Mamah bicarain hal ini?"

Devan melihat bahwa sang Mamah seperti akan mengatakan hal serius membuat dirinya mengangguk kaku. 

"Jika pun kamu merasa cocok dengannya, kamu bisa mencoba dekat dengannya--"

"Mah stop! Devan tidak mau jika pada akhirnya harus menjalin kasih dengan seorang wanita!"

Bu Ida mengerti itu, dia tau putranya memang sangat setia dengan mantan mendiang istrinya, dan semenjak istrinya itu meninggal tak pernah sekalipun Bu Ida lihat  putranya ini mengenalkan wanita lain padanya. 

"Devan, Mamah tau kamu memang tidak butuh lagi figur seorang istri ... Kamu merasa kamu sudah mencukupi kebutuhan hidupmu, tapi bayangkan perasaan Fiona, gadis sekecil itu masih butuh sosok Ibu Van"

"Tapi kan ada Mamah"

"Mamah ini Neneknya, bukan orangtuanya"

Devan terdiam mendengar ucapan sang Mamah. "Mamah memang bisa selalu ada untuk Fiona, tapi sampai kapan? Usia Mamah tidak semuda kamu Van, Kamu juga tau bagaiman sibuknya kamu dengan pekerjaanmu, kamu selalu meninggalkan Fiona sendirian"

Mamahnya itu benar ... Devan nampak tertampar dengan ucapan benar Mamahnya, meski dia tak butuh figur seorang istri namun lain dengan Fiona yang masih sangat membutuhkan seorang Ibu.

"Ikut Fiona besok, coba kamu lihat wanita seperti apa yang Fiona sukai itu"

Devan diam dengan pikirannya hingga tangan keriput Mamahnya mengusap punggung tangannya. "Jika kamu tak mau melakukannya untuk dirimu, setidaknya lakukan untuk Fiona"

Devan tersenyum tipis dan mengangguk, baiklah Devan akan mencobanya. 

TBC... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status