“Lho, kok malah naik taksi online? Bukannya kamu yang antar aku pulang, Al?” tanya itu pun lolos dari mulut Bianca, saat melihat Al bukan membawanya ke arah mobil pria itu, melainkan ke tepi jalan dan menghampiri mobil yang Bianca kenali sebagai Taksi online, dari cara sang sopir menyapa mereka.
Tatapan Bianca yang kecewa membuat Alvaro tidak sanggup untuk melihatnya. Hingga dia pun memilih dengan segera membuka pintu saja, dan membimbing Bianca masuk ke dalam taksi tanpa sepatah kata pun.
Beruntung gadis itu tetap menurut helaan tangannya, dan mau masuk ke dalam Taksi meski dalam keadaan merajuk. Alvaro juga menjaga agar kepala wanita itu tidak terantuk saat hendak masuk. Bahkan memakaikan seatbelt pada tubuh Bianca dengan hati-hati.
"Al?" tuntut Bianca lagi.
“Kamu pulang duluan, aku masih ada urusan” ucap Alvaro akhirnya, saat menutup pintu.
Tidak ada yang bisa Bianca lalukan lagi, selain memandang ke belakang saat t
“Bi, Bi, kamu kok tidur sini?” Alvaro menyentuh lengan Bianca dengan lembut.Perlahan-lahan mata Bianca pun akhirnya terbuka. Merasa terganggu dalam tidur nyenyak yang membuai. Refleks Bianca menyeka ujung bibirnya yang terasa basah, saking nyenyaknya barusan.Dia bahkan masih sempat menyeruput ilernya sedikit, yang masih tertinggal dengan khidmat. Persetan dengan tatakrama, tidur ngiler itu nikmat tahu.Mengerjap sejenak, Bianca pun menemukan si pengganggu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Alvaro. Cowok yang tengah di tungguinya hingga tumbang ke alam mimpi.Eh, Alvaro! Benar juga! Dia kan sedang menunggu pria itu untuk memperlihatkan hasil nyalonnya, ya? Sayangnya, terlanjur ketiduran dan sepertinya riasannya udah amburadul.Ah, bodo amat sama riasan. Penting Alvaro sudah datang dan membangunkannya. Itu berarti mereka bisa melakukan adegan mantap-mantap sekarang, kan?“Udah pulang, Al?” Bianca pun segera
*Happy Reading*Sumpah ya! Bianca sebal setengah mampus sama makhluk ganteng yang namanya Alvaro. Kalau mesra-mesraan nanggung banget, bikin kepalanya pusing saja.Tahu gini mending balikan sama Marcel saja. Kebutuhan jasmani dan rohani selalu tercukupi. Gak pernah ada istilah pusing kantong dan pusing kepala. Semuanya selalu aman sejahtera.Aarrgg ... Rasanya Bianca ingin teriak di depan jurang kalau begini terus. Sia-sia perawatan wajah yang dia lakukan. Hidup sama Alvaro membuat jerawat dan keriputnya selalu terpanggil untuk muncul.Duh ... Bianca benar-benar kesal luar biasa. Alvaro juga kenapa sih, susah banget di ajak ena-enanya. seperti bukan pria saja. Padahal tinggal goyang aja sampe lemes, susah amat.Huft ....Bianca membuang napas panjang entah untuk keberapa kalinya. Mengingat kejadian semalam benar-benar membuatnya selalu lelah hayati.Gak usah kepo, Soalnya tadi malam gak terjadi apa-apa dengan Bianca dan Al
*Happy Reading*Melihat deretan photo Aika di ponsel Alvaro. Dengan berbagai gaya dan sepertinya sudah lama tersimpan. Satu dugaan pun terlintas di benaknya.Alvaro menyukai Aika!Ck, sialan! Jadi, selama ini ia hanya dijadikan pelarian semata saja? Begitu? Atau, malah jembatan untuk Alvaro bisa mendekati Aika tanpa ketahuan si Pak Bos?Brengsek! Ternyata Alvaro tidak lebih bajingan dari Marcel!Tanpa sadar, Bianca mengapalkan tangan di pangkuannya dengan erat, seraya menggertakan rahangnya. Gadis itu benar-benar tidak terima dengan kenyataan yang baru saja dia ketahui.Sementara itu di sisinya. Alvaro beberapa kali melirik-lirik ke arah Bianca, karena heran dengan kediaman Bianca yang tiba-tiba.“Kok diam saja? Tumben?” tegur Alvaro kemudian.“Udah selesai belum?” lanjut Alvaro saat tidak mendapatkan respon.Namun, BIanca memang tidak berniat untuk bersuara. Wanita itu hanya menyerahkan hp
*Happy Reading*“Non, sudah sampai,” ucap sopir yang membuat Bianca tersadar dari lamunan.Wanita itu menekan tombol penilaian untuk pelayanan yang sudah diterima, kemudian keluar dari taksi dan menerima koper yang sudah diambilkan dari bagasi.“Sini aku bawain.” Tahu-tahu Marcel sudah mengambil alih koper Bianca.Pria yang malam itu memakai setelan formal bahkan menyerahkan sebuket bunga cantik untuk Bianca. Kemudian meletakkan tangan kanan di punggung Bianca saat mereka masuk ke dalam kafe. Ini merupakan hal manis yang biasa dilakukan Marcel, ketika berada dalam mode baik.“Kapan kamu datang?” tanya Bianca saat Marcel menarik kursi untuknya.“Kebetulan aku berada di dekat daerah ini. Aku bahkan sudah memesan makanan kesukaanmu. Nah, ini sudah datang,” ucap Marcel sambil menunjuk pelayan yang sudah mulai menata pesanan mereka.Bianca terpaksa tersenyum saat melihat salad sayur yan
*Happy Reading*“Aku tahu kamu sengaja, Bi. Kamu memang berniat bikin aku gila,” desis Alvaro yang memperhatikan pintu butik.Tadi Alvaro memang sempat meradang saat melihat foto Bianca yang kelewat mesra dengan Marcel, tapi setelah mendapatkan ketenangannya kembali, Alvaro sadar kalau sudah masuk ke dalam jebakan Bianca. Wanita itu dengan sengaja membuatnya cemburu agar kembali mengejarnya.Jadi, di sinilah dia sekarang. Duduk di dalam mobil dan mengawasi Bianca dari kejauhan. Jangan heran bagaimana Alvaro bisa tahu keberadaan Bianca, ini semua karena status wanita itu yang terang-terangan mengatakan akan mengunjungi Butik Glamor.“Tenang ,Al, tenang. Kamu pasti akan bisa menguasai keadaan,” gumam Alvaro yang terus menerus mengetuk setir mobil.Sepuluh menit kemudian, terlihat Bianca keluar dari butik dengan menggandeng lengan Marcel. Wanita itu tampak tertawa dengan lepas tanpa tekanan.Alvaro membuka pintu mobil ke
*Happy Reading*Kiranya, setelah dibenturkan oleh Marcel hingga tak sadarkan diri. Bianca akan terbangun di dunia lain, atau setidaknya rumah sakit.Ternyata perkiraannya salah besar. Alih-alih ruangan putih beraroma antiseptik yang menyengat, Bianca justru terbangun di sebuah kamar megah dengan dekorasi yang luar biasa.Di mana dia?Bianca memijat keningnya sejenak. Berusaha mengumpulkan semua kesadarannya dan memindai sekelilingnya. Kamar ini bukan di apartemen Alvaro, ataupun Apartemennya dengan Marcel.Semuanya asing dan terasa lebih megah dari kedua tempat yang pernah Bianca tinggali dengan dua pria itu. Lalu, ini di mana? Kenapa Bianca bisa di sini? Dan siapa yang telah menolongnya?Setelah kesadarannya mulai pulih, Bianca mencoba bergerak. Saat itulah dia sadar, jika dia tidak mengenakan sehelai pakaian pun sedari tadi. Hanya ada selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya sedari tadi.Seketika Bianca pun
*Happy Reading*Bianca menelan saliva kelat saat menatap manik Marcel yang gelap dan penuh dendam. Itu berarti, kali ini sudah bisa di pastikan. Bianca akan hancur di tangan pria itu.Bodohnya Bianca mau percaya lagi. Hanya karena cemburu dan iming-iming kemewahan. Bianca menjatuhkan diri kembali pada laki-laki bajingan ini, dan di jerumuskan pada lembah kenistaan yang curam.Sekarang Bianca harus bagaimana? Biasakah Bianca keluar dan lepas dari jerat tali neraka yang sudah Marcel persiapkan untuknya. Tuhan, tolonglah Bianca."Ta-tapi demi Tuhan, Marcel. Dia belum pernah menyentuhku," hiba Bianca. Meminta belas kasihan yang semoga saja masih Marcel miliki.Meski secuil, tapi itu jelas sangat berharga untuk Bianca. Karena demi Tuhan. Bianca tidak ingin menjadi wanita pemuas nafsu untuk pria sembarangan. Ya, ya, ya. Bianca memang sudah murahan sebelum ini pun. Tetapi sekali lagi Bianca tekankan. Dia hanya murahan pada pria yang di
*Happy Reading*Dunia terlihat gelap di mata Alvaro, membuat langkahnya tertatih-tatih tanpa tujuan pasti. Alvaro bahkan tidak tahu di mana dia saat ini.Alvaro hanya berjalan dan terus berjalan mengikuti ke mana langkah kaki membawanya.Bianca. Hanya nama itu yang terus Alvaro ingat dalam benaknya.“Bi, di mana kamu?” lirih Alvaro yang selalu saja dibalas dengan kesunyian.Saat Alvaro mulai dilanda putus asa, terlihatlah setitik cahaya terang. Ini membuat harapan kembali muncul. Dia pun bergegas menghampiri.Tiba-tiba cahaya itu semakin menyilaukan, hingga Alvaro terpaksa menutup pandangan menggunakan lengan.“Al.”Degh!Akhirnya, Alvaro bisa mendengar suara itu lagi.“Bi? Itu kamu, kan?” tanya Alvaro yang perlahan-lahan menurunkan tangan.Sesosok wanita dengan gaun putih panjang tersenyum lembut. Membuat Alvaro bergegas menghampirinya, ingin segera memeluk. Namun, sekuat apa pun Alva