Terima kasih sudah mengikuti kisah Reynald dan Leanna sampai bab ini. Dukung terus kisah mereka ya....
Selesai melakukan konferensi pers Nico memandu Reynald dan Leanna menyiapkan keperluan pernikahan mereka. Saat ini mereka semua sedang menuju ke sebuah bangunan klasik bergaya Eropa bercat putih dengan kaca besar di bagian depannya yang memajang beberapa pasang pakaian pengantin. Di atas pintu utama berkusen kayu jati yang terpahat indah dengan kaca besar yang menampakkan isi bangunan tersebut terpasang sebuah tulisan besar Queen's Bridal. Mereka akan melakukan fitting baju pengantin di butik perusaahan Fiona.Begitu melewati pintu masuk seorang pramuniaga wanita menyapa mereka dengan ramah. Pramuniaga itu membawa mereka berdua ke ruangan VIP sesuai instruksi Fiona. Tidak lama kemudian Fiona muncul dari balik pintu ruangannya bersama seorang asisten kepercayaannya yang membawa beberapa gaun pengantin yang akan Leanna coba.“Ayo, cobalah!” kata Fiona pada Leanna yang masih terpaku karena terlalu kaget melihat begitu banyak gaun yang harus dicobanya. Segera saja Fiona meminta asistennya
Berdua saja di rumah sebesar dan semewah itu membuat Leanna merasa canggung. Meskipun ada Bu Tia tapi tetap saja rumah besar itu terasa sunyi. Bu Tia mengelilingi isi ruangan di rumah itu hanya untuk melakukan pekerjaannya saja walaupun sesekali mengobrol dengan Leanna tapi begitu tuan mudanya muncul, Bu Tia akan secepat kilat meninggalkan Leanna hanya berdua dengan pria itu. Hal itu benar-benar membuat Leanna semakin canggung di tambah lagi dengan statusnya sekarang sebagai calon istri yang hampir seluruh negeri tahu tentang yang satu ini.Seperti pagi ini, begitu bangun tidur Leanna langsung segera bersiap mengenakan seragam stasiun TV VO-Channel. Ketika sampai di ruang makan dia melihat Reynald sudah duduk di tempatnya sambil menyeruput kopi hitamnya.“Sepagi ini kamu mau ke mana?” tanya Reynald saat menyadari kehadiran Leanna. “Kerja?” tanyanya lagi sambil menunjuk pakaian yang dikenakan Leanna.“Aku mau menjenguk Kakek sekalian menyelesaikan pekerjaanku. Syuting yang di rumah sak
Leanna duduk di salah satu kursi dengan meja bundar di sebuah cafe yang tak jauh dari tempat Stella bekerja. Leanna tak ingin langsung pulang ke rumah mengingat kejadian di lobi rumah sakit siang tadi. Terlebih karena Reynald meninggalkannya begitu saja di sana. Dia sungguh tak ingin bertemu pria itu saat ini.“Hai, Leanna. Bagaimana kabarmu?”“Hmm ... baik!”“Jadi ... benar nih kamu mau menikah, Leanna? Kenapa mendadak begitu?” tanya Stella saat sudah duduk cantik di depan Leanna.“Ya, begitulah. Kakek Antony ingin pernikahannya dipercepat.”“Kakek Antony? Pengusaha nomor satu itu, ya? Terus kenapa lesu begitu? Seharusnya kamu kan bahagia. Omong-omong calon suamimu itu benar-benar konglomerat, ya? Wuaw ... Apa tipsnya supaya bisa mendapatkan pria seperti itu?” kata Stella sambil tersenyum menggoda Leanna.“Tips apanya. Aku saja masih bingung ini mimpi atau nyata!” sahut Leanna murung.“Memangnya ada apa? Gimana persiapan pernikahannya?”“Entahlah ... dia itu sungguh sulit dimengerti!
Semenjak semua media tahu tentang siapa Reynald dan berita pernikahannya yang akan berlangsung, banyak media yang menginginkan wawancara eksklusif dengan Reynald dan Leanna. Bahkan sudah seminggu ini beberapa sesi foto mereka jalani sebagai model sampul majalah bridal terlaris di negeri ini.Kisah mereka yang seperti Cinderella menjadi timeline di semua berita media cetak bahkan media sosial. Ada banyak sesi wawancara yang harus mereka berdua jalani. Setelah wawancara singkat dan sesi foto dengan salah satu majalah bridal, mereka semua menuju lokasi studio foto prewedding. Karena waktu yang singkat, mereka hanya foto di dalam studio yang sudah dihias sedemikian rupa dengan bunga-bunga dan interior berwarna senada sehingga tampak sangat cantik.Leanna yang canggung, bingung harus berpose seperti apa hingga Reynald harus merangkul pinggangnya agar wanita itu mendekat. Lalu membuat pose pasangan yang terlihat sangat mesra.Akhirnya hari yang dinanti pun tiba. Sore ini grand ballroom Save
Sinar matahari pagi menerobos masuk melalui tirai jendela yang sedikit terbuka. Leanna membuka matanya perlahan dan saat dia tersadar, di hadapannya terlihat dengan jelas wajah Reynald yang masih terlelap. Begitu dekatnya wajah mereka membuat jantung Leanna melonjak kaget dan berteriak. Ketika Leanna hendak berguling mejauh, kakinya terlilit selimut hingga membuat tubuh mungilnya terhempas jatuh dari tempat tidur dengan posisi kepala membentur lantai.“Kenapa kamu teriak? Kamu sedang apa di situ?” tanya Reynald yang terbangun karena mendengar suara nyaring Leanna dan menatap wanita yang tengah duduk di lantai itu dengan heran.“Aaw. Ah, itu … aku cuma kaget,” jawab Leanna sambil menggigit bibir bawahnya sedangkan tangannya mengusap keningnya yang berdenyut karena sempat terantuk lantai.“Kenapa kepalamu? Sakit?” Reynald pun menghampiri Leanna dan duduk di hadapan wanita itu seraya memeriksa kepala Leanna.“Ini … hanya terbentur sedikit, kok!” Leanna berusaha menjauhkan wajahnya dari w
Leanna membuka matanya perlahan, tapi kali ini dia sedikit heran mendapati tempat tidur di sebelahnya kosong. Tempat di mana biasanya dokter tampan itu tidur. Leanna berusaha mengingat apa yang telah terjadi kemarin malam dan begitu sadar, wanita itu segera memeriksa tubuhnya yang tertutup selimut dari atas hingga ke bawah. Sepertinya pakaian di tubuhnya masih utuh. Lalu apa yang terjadi dengan pria itu? Leanna bangkit dan berjalan pelan karena kakinya masih sedikit ngilu akibat gterkilir kemarin. Dia membuka pintu pembatas antara kamar dengan ruang santai. Di sana dia melihat pria itu masih terlelap di salah satu sofa panjang. Leanna berjalan menuju sofa sepelan mungkin seolah tak ingin mengganggu tidur lelap sang dokter. Diamatinya wajah tampan nan damai itu sambil tersenyum tipis. Andaikan pria ini benar mencintainya pasti hidupnya akan bahagia sekali. Tiba-tiba kelopak mata Reynald bergerak dan membuka. Untuk sesaat netra hitam pria tampan itu menatap Leanna dalam. Wanita itu te
Di kamar Safira, Reynald segera memeriksa kondisi wanita itu dengan teliti. Kemudian segera menelepon seseorang yang dikenalnya dan memerintahkan Tania untuk membawa Safira menuju rumah sakit terdekat. Reynald segera membopong kembali Safira setelah memerintahkan Tania untuk turun lebih dulu dan mengambilkan mobilnya melalui vallet parking di lobi hotel.“Saya harus bawa Safira ke rumah sakit. Dia harus segera dioperasi karena radang usus buntunya yang parah. Kamu tunggu di sini saja, ya!” kata Reynald tanpa jeda saat melewati Leanna kemudian pergi begitu saja tanpa sempat mendengar jawaban wanita itu.Leanna hanya bisa tertegun di tempatnya melihat pria yang menjadi suaminya sedang sibuk mengurus wanita lain. Walaupun dia berusaha memaklumi karena profesi pria itu adalah seorang dokter, tetapi hati kecilnya tetap merasa kecewa ketika ditinggalkan begitu saja.“Kamu tidak apa-apa, kan, Leanna?” tanya Arvian hati-hati saat melihat perubahan raut wajah Leanna.“Ya … aku tak apa-apa.”Di
Liburan bulan madu yang Leanna harap menyenangkan ternyata justru malah mengecewakan. Keadaan yang menurut Leanna lebih seperti sedang menonton drama ketimbang menjadi pemeran utama karena pria yang menjadi suaminya lebih sibuk mengurus wanita lain yang menjadi pasiennya daripada mengurus wanita yang menjadi istrinya.Walaupun akhirnya dia tahu hubungan Reynald dengan Safira hanya sebatas teman. Setelah semua kesalahpahamannya terjawab dengan melihat sendiri apa yang dilakukan pria itu untuk Safira, wanita yang terlihat angkuh dan rapuh secara bersamaan, Leanna pun tak bisa protes karena kehadirannya belum memiliki arti yang mendalam di hati suaminya.Bahkan sekembalinya dari liburan bulan madu, mereka masih terlihat canggung satu sama lain. Meskipun Kakek Antony menyambut mereka dengan sangat gembira dan dengan berbagai pengharapan, mereka masih dua orang yang asing. Terlihat sekali Leanna berusaha keras menyesuaikan posisinya sebagai pendamping Reynald.“Kalian pasti lelah. Istiraha