Home / Rumah Tangga / Mengejar Cinta Mas Bian / Bab 4 Pengen sama Mas Bian

Share

Bab 4 Pengen sama Mas Bian

last update Last Updated: 2023-11-08 15:28:52

Berawal dari perasaan senang karena diperhatikan dan diperlakukan dengan lembut, lama kelamaan Alisya benar-benar merasa nyaman dengan pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Fabian yang dewasa dan pengertian membuat kehausan Alisya akan kasih sayang mulai terobati. Meski awalnya ia tak nyaman akibat perbedaan umur, tapi rupanya justru ia mulai menikmati cara dewasa Fabian saat memperlakukannya.

"Aku udah bikin kopi buat Mas, roti bakarnya sebentar lagi," ucap Alisya, tersenyum manis pada Fabian yang baru turun untuk membuat sarapan.

"Wah, makasih banyak, ya," balas Fabian, tersenyum lalu menyeruput kopi buatan Alisya sambil menarik kursi meja makan.

Diam-diam Alisya tersenyum. Pagi-pagi begini Fabian sudah sangat tampan dan gagah dengan balutan jas kerja hitamnya. Sepertinya hitam adalah warna yang paling cocok dengan Fabian, menambah kesan maskulinitasnya. Alisya meletakkan roti yang sudah selesai ia panggang ke hadapan Fabian. "Roti bakarnya. Aku emang gak bisa masak, tapi bikin roti bakar bisa."

"Roti bakar masuk ke kue gak, sih?" kekeh Fabian.

Alisya ikut tertawa. "Beda, Mas. Roti harus difermentasi kayak donat, kalo kue enggak."

"Oh beda, kirain sama," gumam Fabian, tertawa lepas.

Satu hal yang menarik dari Fabian adalah caranya tertawa. Matanya akan menyipit sampai segaris tipis dan terdapat dua lesung kecil di bawah bibirnya. Saat Fabian tersenyum, itu juga muncul. Kemarin Alisya tak terlalu memperhatikan, baru akhir-akhir ini ia menyadarinya.

"Besok kamu tes, kan?"

Alisya mengangguk. "Iya, Mas."

"Besok saya antar ke tempat tesnya. Hari ini kamu refreshing otak dulu biar gak terlalu stress."

"Siap, Mas," sahut Alisya, tersenyum lebar.

Besoknya, Fabian benar-benar mengantarnya ke tempat seleksi yang ditentukan. Alisya mendapatkan lokasi tes di dekat tempat bimbelnya sendiri. Ia memastikan membawa seluruh alat tulis yang sudah ditentukan untuk mengikuti tes. Fabian beberapa kali memberikan semangat padanya di dalam mobil.

"Nanti kalo lolos, kita bisa cari kosan dekat kampus kamu," gumam Fabian.

"Eh, cari kosan?" Tangan Alisya yang sedang merogoh tasnya tiba-tiba terhenti.

"Iyalah, kan kejauhan kalo dari sini. Jadi abis kuliah, kamu juga bisa langsung istirahat di kosan. Lebih enak. Nanti saya bantu cariin yang fasilitasnya bagus. Atau kalau perlu apartemen aja biar kamu agak leluasa," kata Fabian, masih fokus menyetir.

Alisya terdiam sesaat. Ia sebelumnya tak memikirkan ini. Universitas negeri tujuannya memang jauh dari apartemen Fabian. Entah kenapa dalam hatinya ia agak tak rela pindah dari apartemen Fabian. Sesampainya di tempat tes, masih ada waktu satu jam sebelum tes dimulai. Kebetulan Alisya mendapatkan sesi di siang hari. Jadi Fabian pergi ke minimarket terdekat untuk membelikannya onigiri dan sandwich sebagai pengganjal lapar sementara.

"Nanti abis tes, saya beliin makanan yang lebih kenyang," kata Fabian memberikan bungkusan makanan pada Alisya. "Kamu pengen apa?"

"Aku pengen beli sate."

"Oke, nanti saya beliin sate," jawab Fabian, santai.

Alisya memberikan salah satu sandwich kepada Fabian. "Mas juga makan."

"Iya sih, laper."

Keduanya makan di dalam mobil, sembari menunggu jadwal tes tiba. Tiba-tiba Alisya ingin menanyakan sesuatu yang selama ini agak mengganjal baginya. "Eh, Mas?"

"Iya?"

"Mas sama Kak Clara itu pacaran?" Entah keberanian dari mana Alisya mengucapkan hal ini.

"Clara?"

"Iya, sekretaris Mas yang kemarin nyariin tempat bimbel."

"Maksudnya Mbak Mursidah?"

"Hah? Mbak Mursidah? Kemarin katanya Clara Bella."

Tiba-tiba saja Fabian tertawa kencang.

"Loh, Mas. Kenapa?"

"Gak, memangnya dia bilang apa kok kamu tanya dia pacar saya atau bukan?" tanya Fabian, setelah menghentikan tawanya.

"Katanya, siapa tau nanti kita bisa sekeluarga. Trus dia bilang juga kalo Mas sering nyariin dia kalo butuh apa-apa," jawab Alisya.

Fabian kembali tertawa. "Kok bisa kamu percaya, sih? Dia itu sekretaris saya, wajar kalo saya sering nyariin dia."

"Aku pikir tipe Mas Bian itu memang yang lebih tua," cicit Alisya.

"Jadi selama ini kamu mikirnya aku pacar dia, gitu?"

"Iya," jawab Alisya dengan raut polos.

Fabian tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Saya itu suka yang dewasa, tapi gak harus yang lebih tua juga."

"Memangnya sekretaris Mas sering gitu, ya? Ngaku-ngaku?"

"Emang orangnya gitu. Tapi dia profesional kok. Dan kadang juga itu sering jadi bantuan buat saya. Orangnya memang lucu, jadi saya biarin aja. Saya cuma gak nyangka aja dia sampe bilang gitu ke kamu," kekeh Fabian, lalu mengecek jam tangannya. "Eh, nanti kamu telat."

"Oh iya bener." Alisya menepuk jidatnya. "Aku tes dulu ya, Mas."

"Oke, nanti kalo udah langsung kabari aja biar saya jemput."

"Siap!"

Untuk ukuran seseorang yang sudah mempersiapkan segalanya, Alisya sebenarnya bisa mengerjakan mayoritas soal-soal yang ada. Tapi semangatnya menjadi agak turun karena berpikir jika ia benar-benar lulus, maka ia akan keluar dari apartemen Fabian. Alisya bukannya takut hidup sendiri. Malah, dulu ia mengidam-idamkan hal ini. Tapi saat ini, entah kenapa ia merasa akan kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya.

Selesai ujian, Fabian benar-benar menjemputnya dan langsung membawanya pergi ke restoran sate yang enak. Satu hal lagi yang Alisya sukai dari Fabian, yaitu ia selalu menepati janji. Alisya tak pernah tahu bahwa ia akan bisa sedekat ini dengan Fabian. Ia pikir kehidupannya akan semakin sengsara setelah menikah dengan pria yang jauh lebih tua, tapi tak dinyana ia malah merasa sangat nyaman dengan kehadiran pria itu di hidupnya. Apalagi mertuanya juga sangat sayang padanya.

"Mas, sini aku aja yang cuciin bajunya," kata Alisya saat Fabian sedang membawa pakaian kotor untuk diantar ke laundry.

"Yakin kamu?"

"Aku bisa loh misahin baju sesuai warna dan bahannya."

Fabian tertawa. "Yaudah, beres tapi ya?"

"Aman."

"Nanti kalo ragu pisahin aja, biar saya bawa ke laundry," kata Fabian, masih tak yakin.

"Aman pokoknya. Mas tenang aja," ucap Alisya, mengambil alih tumpukan pakaian kotor dari tangan Fabian.

Ada kesenangan tersendiri bagi Alisya jika bisa melayani Fabian. Membuat sarapan, membersihkan kamar dan ruang kerjanya, lalu mencuci pakaiannya. Alisya sadar bahwa itu adalah hal-hal yang biasa dilakukan oleh seorang istri. Tapi ia memang seorang istri, walaupun Fabian mengatakan bahwa mereka tak harus bersikap layaknya suami istri. Sejauh ini, Alisya tahu bahwa Fabian hanya menganggapnya seperti seorang adik.

Jadwal tes akan diumumkan hari ini di situs online. Dengan gelisah Alisya memasukkan nomor peserta dan beberapa hal yang perlu ia isi. Butuh waktu cukup lama untuk melihat hasil, mungkin karena saat ini banyak orang juga membuka situs yang sama. Dada Alisya berdebar-debar tak karuan, hingga layar laptopnya menampilkan hasil tes miliknya.

"Alisya? Hari ini katanya hasilnya keluar, kamu udah cek?" tanya Fabian, tahu-tahu saja masuk ke kamar Alisya yang memang terbuka lebar.

Alisya habis mematikan laptopnya dan langsung menutupnya. Ia menoleh pada Fabian.

"Kamu udah liat? Gimana?"

Alisya menggigit bibir dalamnya sejenak, agak ragu. Lalu ia menggeleng. Fabian langsung menghampirinya dan ikut duduk di pinggiran ranjangnya.

"Kamu udah bener ngeceknya? Coba liat lagi, siapa tau salah..."

"Udah bener kok, Mas," sela Alisya.

"Atau kita coba lewat jalur ujian mandiri aja?"

Alisya menimbang-nimbang sebelum berkata, "Aku masuk swasta aja gimana, Mas?"

"Swasta? Kamu yakin? Kamu udah belajar keras loh. Saya gak mau kerja keras kamu sia-sia. Kamu masih bisa ikut ujian mandiri. Gak masalah," ujar Fabian, menenangkan Alisya.

"Gak apa, Mas. Swasta juga bagus kok. Temenku banyak yang kuliah di sana," bujuk Alisya.

"Ya udah kalo memang kamu pengennya swasta. Kita cari kampus swasta yang bagus buat kamu," putus Fabian. "Yakin gak nyesel?"

Alisya tersenyum dan menggeleng. Tanpa diduga, Fabian menariknya ke dalam pelukan dan mengusap punggungnya.

"Jangan sedih ya. Mumpung besok hari libur, mau jalan-jalan?"

"Boleh, Mas," jawab Alisya, berusaha keras meredam antusiasmenya.

"Oke, saya mau ke kantor lagi. Tadi ngambil barang yang ketinggalan sama kebetulan saya inget hari ini pengumuman tes kamu," kata Fabian, melepaskan pelukannya dan berpamitan pada Alisya.

Alisya hanya mengangguk kecil sambil terus menatap kepergian Fabian hingga ia keluar kamar. Lalu ia menghela nafas lega. Alisya berbohong. Aslinya ia dinyatakan lolos, tapi demi bisa tetap di sini Alisya sengaja mengatakan sebaliknya. Kali ini, Alisya sudah menentukan pilihannya. Yaitu, ia ingin Fabian melihatnya benar-benar sebagai seorang wanita, bukan adik. Alisya ingin mendapatkan cinta dari pria yang sebentar lagi berusia 30 tahun itu. Alisya ingin menjadi istri yang sebenarnya untuk Fabian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Mas Bian    Bab 39 Sugar baby

    "Apa?! I-istri?!" pekik Kak Clara dengan ekspresi syok, tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.Yang masuk tadi adalah Clara, sang sekretaris lucu yang naksir Fabian. Tentu saja wanita itu syok melihat bosnya sedang berciuman mesra dengan Alisya. Alisya jadi benar-benar merasa tak enak hati melihat ekspresi melodramatis di wajah Clara. Clara juga menatapnya seolah ia adalah pengkhianat."Dek Alisya, kamu tega!" ucapnya dengan nada dramatis, lalu berbalik dan melangkah pergi keluar ruangan Fabian."Kak Clara!" pekik Alisya, berusaha mencegah kepergian Clara. Langkah Clara terhenti, berbalik. "Padahal Kakak udah percaya banget sama kamu. Tapi kamu gak ngasih tau apa-apa.""Aku bisa jelasin...""Cukup! Sudah terlambat, Dek Alisya.""Kak Clara, maaf ya," cicit Alisya, merasa bersalah. Ia menghampiri sekretaris itu dengan hati-hati. "Harusnya aku jujur dari awal.""Padahal Kak Clara tulus bantuin kamu," ucapnya dengan ekspresi murung. "Kan Kak Clara malu jadinya ngaku-ngaku di depan

  • Mengejar Cinta Mas Bian    Bab 38 I D C

    Sepanjang perjalanan pulang, Fabian hanya membisu. Alisya ikut terdiam sambil sesekali melirik suaminya yang nampak begitu terganggu dengan ucapan Via tadi. Memangnya apa yang diperbuat oleh Fabian terhadap gadis bernama Risa itu. Lalu Alisya menggeleng. Ia tak mau memikirkannya. Rasanya semakin kesal saja. Di apartemen, Alisya meletakkan belanjaannya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat keluar, ia kaget karena Fabian tak kunjung masuk ke dalam kamarnya yang kini sudah bertransformasi menjadi kamar mereka. Alisya mencari Fabian ke ruangan lain dan mendapati Fabian sedang merenung di ruang kerjanya."Mas?"Fabian tersentak. "Kamu gak tidur? Katanya capek." "Mas ngapain di sini?" tanya Alisya, duduk di meja Fabian.Fabian menghela nafas. "Saya ada kerjaan, jadi...""Mas," potong Alisya, mendesah kecil dan mendekati Fabian. Ia menyentuh wajah pria itu dengan kedua tangannya. "Aku gak suka sama si Via-Via itu."Fabian menahan tangan Alisya. "Mungkin saya harus jujur sam

  • Mengejar Cinta Mas Bian    Bab 37 Siapa sih Risa?!

    Ketika Fabian kembali, suasana terasa agak sunyi. Fabian melirik heran pada raut tegang teman-temannya, lalu menoleh pada Alisya. Gadis itu malah menatapnya dan tersenyum manis."Telponnya udah, Mas? Aku pengen pesen makanan tapi nungguin Mas dulu," ucap Alisya dengan nada santai. Fabian mengangguk dan segera memanggil pelayan. Karena yang lain sudah memesan makanan, jadi mereka hanya memesan untuk mereka saja. Alisya memesan beberapa varian dumpling dan bebek panggang, juga penutup berupa egg tart dan green tea sorbet. Cukup banyak untuk dirinya sendiri. Sementara yang lain mulai nampak rileks karena Alisya sepertinya tak menggubris perkataan Via tadi.Benarkah seperti itu?"Kayaknya aku mesen kebanyakan ya, Mas," ucap Alisya, saat pelayan mengantarkan pesanan mereka. "Kalo gak abis, nanti Mas yang abisin ya?""Ya udah, makan aja dulu," angguk Fabian. Alisya menikmati makanannya dengan santai, tapi ia hanya mencicipi sedikit-sedikit saja setiap menu. Ia melirik ke arah yang lain ya

  • Mengejar Cinta Mas Bian    Bab 36 Kencan, tapi...

    Demi rencana ini Alisya sampai nekat membeli pakaian baru di butik dekat kampus. Di jam yang sudah ditentukan, ia menunggu di lobi apartemen sambil memperhatikan setiap mobil yang masuk dan keluar. Begitu mobil yang ia kenali berhenti di depannya, Alisya buru-buru masuk. Entah kenapa ia merasa Fabian nampak sangat tampan walaupun baru pulang kerja."Seat belt-nya," ucap Fabian, memajukan tubuh untuk memasangkan sabuk pengaman Alisya. Namun ia tak segera menjauh, melainkan mencuri kecupan di bibir gadis itu. Alisya cukup tersipu terhadap kecupan ringan itu. "Tapi aku masih heran deh, Mas. Kok tiba-tiba jadi mesra banget sama aku? Perasaan kemaren sampe pura-pura punya pacar dan nyuruh aku cari cowok lain yang seumuran."Fabian menatap Alisya sejenak, mendesah kecil dan mulai menjalankan mobilnya. "Kamu mau jawaban yang jujur?""Yang jujur, dong.""Eum jujur aja sih, kamu emang cantik. Banget. Kamu memang sangat menarik dari segi penampilan. Dengan kamu terus-terusan godain saya, rasan

  • Mengejar Cinta Mas Bian    Bab 35 Momongan?

    Hari ini, pagi terasa begitu berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Alisya sedang menggoreng telur dan Fabian berdiri di belakangnya, memeluknya. Kuliah Alisya dimulai agak siang, sementara Fabian sepertinya memutuskan untuk datang lebih siang ke kantor. Mereka benar-benar seperti pengantin baru yang lengket satu sama lain. "Udah ah, Mas. Kemaren aja gak mau sama anak kecil," omel Alisya."Kan saya udah minta maaf.""Gak mau duduk?" Fabian malah membenamkan wajahnya ke leher Alisya. Alisya mendesah, mematikan kompor dan meletakkan telur di piring. Ia menepuk-nepuk tangan Fabian yang berada di atas perutnya. "Mas, aku baru kepikiran.""Kepikiran apa?""Gimana kalo aku hamil?"Fabian terdiam sejenak. "Kamu gak mau hamil?""Kan aku, masih kuliah. Kayaknya aku belom siap deh," ucap Alisya seraya melepaskan tangan Fabian dan membalikkan badan. Fabian tersenyum kecil dan mengangguk. "Kalo gitu kita ke dokter ya. Tapi kemaren kita gak pake pengaman."Alisya setengah cemberut melihat per

  • Mengejar Cinta Mas Bian    Bab 34 Lembar baru

    Alisya mendesah saat Fabian mengecup bahunya dari belakang. Sepertinya pria itu sudah bangun. Tangan Fabian yang bertengger di perutnya mulai naik turun, mengelusi kulit mulus Alisya. Nafas hangat sang pria kembali menginvasi leher belakang Alisya, membuat gadis itu menggelinjang kegelian."Mas...""Badan kamu wangi banget, saya suka," bisik Fabian, kembali berusaha menggoda gadis itu. Alisya membalikkan badannya, menghadap ke arah Fabian yang langsung menempelkan kening mereka. Untuk pertama kalinya ia benar-benar menjadi seorang istri. Alisya menyentuh rahang pria itu, merasakan jambangnya yang kasar namun ada sensasi menyenangkan saat mengelusnya. "Kamu suka?" tanya Fabian, mengelus tangan Alisya yang nangkring di wajahnya."Dulu aku gak suka cowok yang ada bulu di muka. Tapi kayaknya aku berubah pikiran setiap liat Mas," kekeh Alisya. "Kenapa gak suka?""Eum, di sekitarku penuh sama cowok-cowok ganteng yang mukanya putih mulus," cengir Alisya."Saya jelek ya?""Nggak!" bantah A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status