Prince terbaring meringkuk di atas ranjangnya, anak itu termenung melihat berbagai macam mainan terpajang rapi. Rententan mainan yang memenuhi lemari itu adalah hadiah-hadiah yang sering Leonardo berikan setiap kali dia pulang bertugas dari luar negeri, sayangnya Prince jarang membukanya apalagi memainkannya karena dia tidak tertarik dan tidak mengerti.
Leonardo memberikan banyak mainan karena dia berpikir hal itu dapat menebus sedikit rasa bersalahnya karena sudah sering meninggalkan Prince sendiri dan membuat anaknya kesepian.
Setiap kali Leonardo pergi dinas jauh, Prince akan pergi ke rumah kakek neneknya untuk menginap, dan jika kakek neneknya berada di luar negeri juga, maka Prince akan tinggal sendirian di rumah di temani Adam, pengawal pribadinya.
Sementara ibunya Prince?
Prince tidak mengetahui keberadaan ibunya, jarang sekali Prince bertemu dengannya. Ibu Prince hanya datang satu tahun sekali ketika Prince sedang ulang tahun saja. Sekalinya bertemu, mereka jarang berbicara dan bersikap seperti orang asing satu sama lainnya.
Prince sudah terbiasa sendiri di antara keluarganya yang sangat sibuk.
***
“Apa yang di lakukan Prince hari ini?” tanya Leonardo pada Adam.
“Maksud Anda?” Tanya balik Adam yang tidak paham.
“Ceritakan, apa saja yang sudah Prince lakukan sepanjang hari ini.”
“Pagi ini saya mengantarnya seperti biasa sampai sekolah dan menunggu di depan kelas hingga jam pelajaran kedua. Saya pulang seperti biasa setelah memastikan tidak ada yang mengganggunya. Sopir bus atas nama Jannah membawa Prince pulang, Jannah melaporkan bahwa Prince berhenti di taman tempat biasa, Prince bermain di kawasan toko nyonya Berta, saya menjemputnya di jam satu kurang dan saat itu Prince duduk di bangku sendirian,” jawab Adam dengan detail.
Leonardo cukup protektif kepada anaknya semenjak mengetahui bahwa Prince mengidap disleksia yang membuat dirinya sedikit lambat dalam belajar dan kesulitan berkomunikasi.
“Apa dia tidak bertemu seseorang?” tanya Leonardo dengan pelan.
Adam menggeleng, “Tidak ada. Apa ada kesalahan?.”
“Tidak ada,” jawab Leonardo ragu. Leonardo menemukan setitik perubahan pada puteranya, perubahan itu sangat baik dan itu berarti untuk dirinya.
Tidak ada yang bisa dengan mudah mengubah pikiran Prince, jika ada seseorang yang bisa mengubah Prince dengan waktu yang cepat, itu artinya orang itu sudah berhasil membuat Prince terkesan.
***
Leonardo berdiri di depan pintu kamar Prince dan mengetuknya beberapa kali, “Prince, kamu sudah tidur?” panggil Leonardo dengan canggung.
“Tidak,” sahut Prince di dalam kamar.
“Apa ayah boleh masuk?”
“Masuk saja.”
Leonardo segera membuka pintu setelah mendapatkan izin masuk dari puteranya, pria itu sedikit tersenyum melihat Prince yang kini tengah menutup buku bacaannya dan meletakannya lagi di sisi tempat tidur.
Leonardo melangkah ragu untuk mendekat dan duduk sisi ranjang, “Kamu belajar membaca lagi?” tanya Leonardo degan lembut.
“Iya, nenek akan marah jika aku belum bisa membaca,” jawab Prince menggantung.
Leonardo menatap lekat puteranya, sepercik rasa sedih dapat dia rasakan. Suara Prince yang terdengar berat menyiratkan seberapa lelahnya dia belajar selama ini.
“Tidak apa-apa Prince, tidak perlu takut, jika belum bisa, kamu masih bisa belajar lagi. Nanti ayah akan berbicara dengan nenek.”
Bibir Prince menekan kuat, meski Leonardo menghiburnya untuk tidak takut dan akan berbicara kepada Berta. Nyatanya, Berta akan tetap mengomeli Prince setiap kali apa yang Berta harapkan tidak bisa di lakukan oleh Prince.
Melihat keterdiaman Prince, Leonardo segera menjangkau kepala puteranya dan mengusapnya. “Bagaimana dengan sekolah kamu?” Leonardo mengalihkan topic pembicaraannya agar Prince tidak sedih.
“Baik, Ayah.”
Leonardo kembali tersenyum, “Besok pagi kita memancing ya, kamu mau?”
Ekspresi murung di wajah Prince menghilang dengan cepat, Prince mengangguk dengan senang. Memancing adalah salah satu kegiatan yang membuat mereka menjadi menjadi sering berbincang dan mengenal satu sama lainnya.
“Kamu sudah sikat gigi?”
“Sudah, Ayah.”
“Prince, sebelum kamu tidur, apakah kamu mau menceritakan apa saja yang kamu lakukan hari ini?” Sekali lagi Leonardo mengalihkan topic pembicaraan mereka.
Prince berbalik memiringkan tubuhnya dan meringkuk memeluk guling kecilnya, pipinya yang mungil dan sedikit kemerahan terlihat tertekan oleh bantal. Pandangan Prince dan Leonardo saling bertemu.
Prince terdiam cukup lama, anak itu menatap penuh tanya ayahnya karena tidak seperti biasanya Leonardo ingin mendengarkannya bercerita.
“Boleh kan Prince?” tanya Leonardo sekali lagi.
“Boleh saja,” jawabnya setengah berpikir, Prince berpikir harus dari mana dia memulai bercerita.
“Coba, ayah ingin dengar.”
“Tadi pagi aku sarapan pagi bersama kakek dan nenek, Adam mengantarku ke sekolah. Hari ini, di sekolah, aku belajar menanam pohon dan belajar menghitung dengan menempelkan sticker yang berkilauan. Aku pulang naik bus dan berhenti di depan toko nenek.” Prince terdiam dan merenung kembali mengingat-ngingat.
“Aku bertemu seseorang dan kami bertukar makanan kami, masakannya sangat enak. Namun dia tidak menghabiskan makananku karena dia suka makanan berwarna merah muda,” cerita Prince dengan pelan dan menguap terlihat mengantuk dengan ceritanya sendiri.
“Lalu?” tanya Leonardo.
“Besok, aku mau membawa macaron merah muda dan datang lagi ke taman agar kami bisa bertukar makanan lagi dengan Sea,” jawab Prince seraya memejamkan matanya, pertemuannya dengan Rosea cukup berkesan untuknya. Prince tidak sabar ingin bertemu lagi besok.
“Sea?”
“Ya, Ayah. Namanya Rosea, panggilannya Sea.”
“Kamu terlihat suka dia.”
Prince mengangguk kecil semakin erat memeluk gulingnya.
“Kenapa?” Tanya Leonardo lagi sambil menepuk-nepuk punggung puteranya agar segera terlelap tidur.
Prince kembali membuka matanya dan merenung mengingat apa yang telah terjadi. “Kami sama-sama tidak suka saus tomat,” ucapnya menggantung.
Leonardo membuang napasnya dengan lega, alih-alih khawatir, justru kini Leonardo senang karena Prince memiliki interaksi yang cukup bagus dengan orang asing. Sulit membuat Prince memiliki ikatan bagus dengan orang asing karena selama ini anak itu suka menyendiri dan gampang tidak nyaman dengan orang yang baru di kenalnya.
“Sekarang kamu tidurlah,” bisik Leonardo mengusap bahu Prince.
Anak itu menatap Leonardo dengan penuh harap. “Ayah, apakah besok kami bisa bertemu dan bertukar makanan lagi?”
“Jika kamu membuat kesan yang baik kepada seseorang, mungkin dia juga ingin bertemu dengamu lagi.”
“Benarkah?” Prince kembali memejamkan matanya dan tersenyum lebar. “Aku akan lebih banyak mengucapkan terima kasih kalau begitu.”
Tubuh Leonardo menegang kaget mendengarnya. “Kenapa harus mengucapkan terima kasih?”
“Sea bilang, kita harus mengucapkan terima kasih kepada siapapun yang sudah berbuat baik kepada kita. Itu adab menghargai kebaikan yang di berikan orang lain kepada kita,” jelas Prince tidak begitu jelas karena terlalu mengantuk.
Leonardo tercekat kaget, untuk pertama kalinya puteranya berbicara seperti itu hingga ucapan seseorang bisa berpengaruh pada sikapnya untuk berbudi baik. Bibir Leonardo sedikit terangkat hendak berbicara lagi, namun Prince sudah tertidur.
Leonardo menarik lebih tinggi selimut Prince, tubuh Leonardo membungkuk dan segera mengecup kening puteranya. “Selamat malam Prince.”
To Be Continued..
Suara tangisan terdengar di dalam kamar ketika Leonardo kembali pulang, Prince terbaring di ranjangnya tengah di tangani oleh dokter karena mengalami demam lagi. Prince meracau, bergerak gelisah dalam tidurnya, dia terus menangis merintih kesakitan memanggil Leonardo dan memintanya untuk dipertemukan dengan Rosea. “Demamnya masih belum turun, kita harus menjaganya lebih ketat, jika demamnya tidak kunjung mereda, Prince harus dibawa ke rumah sakit.” Leonardo menyandarkan bahunya pada dinding, pria itu tidak banyak berbicara dan hanya bisa memandangi Prince yang kini terus bergerak meracau dan menggigil kesakitan. Sekali lagi dan di waktu yang bersamaan, Leonardo harus menerima diri bahwa kini tidak hanya hatinya yang terluka atas kepergian Rosea, puteranya mengalami hal yang sama. Pembicaraan Prince dengan Rosea mengguncang perasaannya, anak itu tidak mampu menangani emosional dan tekanan yang memenuhi kepalanya. Prince tidak ingin ditinggalkan, namun dia juga tidak tahu mengapa Ro
Suasana rumah berantakan, Abraham mengamuk tidak terkendali sebelum dia memutuskan pergi keluar dan ikut mencari keberadaan Rosea di mana untuk meminta maaf.Kini tinggal Berta seorang diri dengan sebuah renungan yang dalam atas tindakan yang telah dia perbuat yang tanpa sadar menghancurkan keluarganya sendiri. Hubungannya dengan Leonardo menjadi hancur, dan perusahaan yang tidak tertangani kacau. Kepergian Leonardo dari perusahaan adalah sebuah pukulah besar yang tidak mudah di tangani.“Nyonya, Anda harus istirahat,” nasihat seorang assistant rumah tangga.Berta tidak menggubris, dengan lemah wanita itu pergi keluar rumah dan meminta sang sopir untuk mengantarkannya ke rumah Rosea. Berta harus menurunkan egonya untuk menyelamatkan keluargnya, Berta harus meminta maaf dan tidak lagi mengganggu Rosea.Hanya Rosea yang bisa mengubah keputusan Leonardo saat ini.“Kamu tahu di mana rumah Rosea?” tanya Berta pada sopirnya.“Saya tidak tahu, tapi saya akan menayakannya pada anak buah Anda.
Suara bantingan pintu terdengar keras membuat Berta yang tengah bekerja tersentak kaget dan harus segera berdiri melihat kedatangan Leonardo yang mendatanginya.Setelah cukup lama menolak untuk bertemu, kini akhirnya Leonardo datang sendiri menemuinya.Berta sudah bisa merasakan kemarahan dan kebencian Leonardo terhadap dirinya, entah apalagi yang kini akan membuat Leonardo marah. Berta berharap ini mengenai kandasnya hubungan Leonard dan Rosea.“Apa yang sebenarnya Ibu mau?” tanya Leonardo dengan geraman dan mata menyala-nyala di penuhi oleh amarah yang meledak-ledak. “Ibu pikir aku akan menurut jika Ibu bertindak gila seperti ini padaku? Ibu salah, semakin Ibu berusaha menekanku, aku semakin yakin keluar dari keluarga sampah ini!”Tubuh Berta dipenuhi ketegangan karena apa yang ingin di dengar berbeda dengan apa yng di ucapkan oleh Leonardo.“Kita bicara baik-baik Le,” bujuk Berta.“Mengapa kita harus bicara baik-baik jika semuanya sudah tidak ada yang membaik?” tanya balik Leonardo
Rosea membuka handponenya setelah beberapa hari ini dia matikan, tangan wanita itu gemetar melihat ada beberapa pekerjaan yang batal, termasuk pekerjaan yang baru akan dia dapatkan dari meeting di Bali. Semua itu terjadi karena artikel buruk yang menyebar luas di kalangan rekan kerjanya.Nama Rosea tetap tercoreng meski berita itu sudah turun.Semua kerja kerasnya yang di bangun dan dia perjuangkan selama ini harus hangus oleh sebuah fitnah kejam yang mengarah kepadanya. Rosea tidak tahu kehancuran apalagi yang akan dia terima bila dia terus berada di sisi Leonardo.Tidak hanya kariernya, Berta juga sudah mengirim banyak orang untuk menerornya. Terror itu tidak hanya mengarah pada kediamanya, ada banyak pesan masuk dan ancaman pembunuhan bila Rose tidak menyingkir dari kehidupan keluarga Abraham.Ini sangat menyakitkan untuk Rosea, namun akan lebih menyakitkan untuknya bila terus mempertahankan semuanya.Rosea tidak ingin keluarganya menjadi sasaran selanjutnya Berta.Desakan suara ta
Rosea berdiri di depan cermin, memperhatikan dirinya sendiri dengan seksama. Sudah hampir empat hari ini dia mengurung diri dan tidak melakukan kontak apapun siapapun, pekerjaannya yang terbengkalai dikerjakan Helvin begitu dia tahu jika Rosea dengan mengalami masalah.Rosea sudah berbicara dengan Karina secara khusus untuk membicarakan apa yang ingin Rosea lakukan kedapannya, ada banyak hal yang kemungkinan terjadi diluar dari apa yang selama ini Rosea rencanakan dalam hidupnya.Rosea tidak memiliki sedikitpun ketenangan sejak mendapatkan terror di malam itu, ancaman demi ancaman terus datang kepadanya hingga membuat Rosea takut untuk keluar sendirian.Rosea bersyukur karena Karina juga Emmanuel terus menemaninya dan mendorongnya untuk kembali bangkit menjadi lebih berani, mereka tidak membirkan Rosea sendirian karena kondisinya yang tidak stabil.Perasaan Rosea terasa sedikit lebih tenang, kini dia ingin pergi keluar seorang diri untuk menyelesaikan semua masalah yang memang sudah s
Prince duduk dalam kesendirian di pagi hari, sesekali anak itu menyeka air matanya dan melihat ke sekitar, Leonardo tidak pulang sejak kemarin dan Prince hanya di urus oleh para pekerja di rumah.Prince tertunduk dan kembali menangis sendirian, suasana hatinya dilanda oleh kegelisahan dan perasaan yang mendesaknya ingin menangis. Prince merasakan ada sesuatu yang lain akhir-akhir ini, ayahnya terlihat tidak bahagia dan Rosea tidak datang ke rumahnya.Semua ini terjadi sejak pesta ulang tahunnya. Sejak kedatangan ibunya yang bertemu Rosea.Berta tidak datang ke rumah, sekalinya dia datang, para pekerja tidak mengizinkan bertemu Prince. Prince juga tidak lagi diminta untuk menemui Berta dan melewati banyak pelajaran yang melelahkan. Keputusan Leonardo yang menjauhkan Prince dari Berta membuat Prince tersadar bahwa ayah dan neneknya itu tengah bertengkar.Suara langkah seseorang terdengar dari sudut ruangan membuat Prince melihat ke arah pintu.Leonardo datang dalam keadaan kusut dan ter