Share

Chapter 6

*Flashback*

Barra nampak gelisah di balik mejanya karena pikirannya terus memikirkan Sarah, entah apa yang sudah Sarah lakukan padanya hingga membuatnya selalu teringat akan sosok cantiknya. Setelah meeting selesai, Barra segera keluar dari ruang meeting dan kembali ke ruangannya untuk menyelesaikan pekerjaan agar bisa cepat bertemu dengan Sarah. Berlama-lama jauh darinya membuat hati Barra tersiksa menahan rasa rindu, juga tubuhnya yang kini hanya menginginkan sosok Sarah saja karena Barra sudah tidak tertarik lagi pada wanita lain.

Arista nampak tersenyum sumringah saat memasuki ruang kerja Barra bersama Luna, wanita paruh baya itu membawa sebuah kotak perhiasan ekslusif di tangan kanannya untuk ia tunjukkan kepada Barra. Luna pun demikian, rona bahagia dan senyum manis tidak kunjung pergi dari wajahnya karena hari ini Arista akan memberitahukan kepada Barra tanggal pernikahan mereka yang sudah di tetapkan oleh orang tua Luna. Arista masuk ke ruangan Barra tanpa permisi, membuat Barra kesal karena ia juga datang bersamaan dengan Luna.

"Barra, coba liat perhiasan ini. Cantik bukan?" tanya Arista seraya menyodorkan kotak perhiasan itu di depan Barra.

"Iya, cantik." sahutnya singkat.

"Kamu suka modelnya kan, Barra?"

Barra menoleh sejenak untuk memperhatikan set perhiasan itu, lalu kembali menatap layar laptopnya. "Ya, Barra suka."

"Barra, perhiasan ini ibu buat khusus untuk Luna sebagai hadiah pernikahan kalian nanti. Perhiasan ini dibuat ekslusif dan cuma ada satu di dunia ini," ujar Arista dengan antusias.

Barra tidak menyahuti ucapan Arista, dan kini perempuan paruh baya itu nampak terlihat cukup kesal karena diabaikan oleh putranya. Luna berusaha menenangkan kemarahan Arista dengan mengusap bahunya, lalu berjalan mendekati Barra dan berdiri di belakangnya dengan posisi kedua tangan memeluk leher Barra.

"Barra sayang, tadi orang tua aku habis makan siang sama tante Arista dan mereka udah nentuin tanggal pernikahan kita. Kita akan menikah bulan depan sayang," Luna meletakkan kepalanya di bahu kiri Barra, membuat Barra risih.

Barra melepaskan tangan Luna dari bahunya dan menggeser kursinya menjauh dari Luna, "Silahkan jika kalian ingin mengadakan pesta pernikahan dan sudah menentukan tanggalnya, tapi maaf pengantin calon prianya bukanlah aku."

"Barra! apa susahnya si kamu menikahi Luna? dia cantik dan berpendidikan tinggi, mau sampai kapan kamu melajang Barra! ibu sudah tua, ibu juga ingin punya cucu!" pekik Arista.

Barra mendengus kesal dan menutup laptopnya secara kasar, "Barra tidak percaya cinta dan pernikahan bu, kalau ibu ingin punya cucu silahkan ibu suruh Claudia pulang dan menikah dengan pria pilihan ibu."

Arista terdiam mendengar jawaban Barra, rupanya trauma itu masih membekas di relung hati putra kesayangannya. Barra pergi dari ruangannya, meninggalkan Arista dan Luna tanpa pamit.

"Bawa semua pekerjaan saya yang belum selesai ke kondominium, sekarang." titah Barra.

"Baik tuan," Gabriel segera masuk ke ruangan Barra untuk mengambil semua dokumen miliknya, dua wanita itu ternyata masih ada disana dan Arista kini tengah termenung seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Gabriel, kamu mau bawa kemana semua dokumen ini?" tanya Luna.

"Tuan Barra memerintahkan saya untuk membawa dokumen ini ke kondominium," jawabnya tanpa menoleh.

"Tunggu Gabriel, Barra punya kondominium? sejak kapan dia punya kondominium?"

Gabriel berbalik ke arah Luna, "Sudah cukup lama dan kondominium itu tempat tuan Barra untuk melarikan diri dari kalian,"

Gabriel segera pergi dari ruangan Barra dengan langkah tergesa-gesa, agar Luna tidak mengikutinya Gabriel sengaja memakai mobil milik kantor yang tidak terpakai dan tidak Luna ketahui. Benar saja dugaan Gabriel, Luna kini sudah menyusulnya di parkiran dan kini tengah kebingungan mencari keberadaannya.

Gabriel melajukan mobilnya melewati Luna, tapi Luna tidak menyadari kalau mobil yang baru saja melewatinya adalah mobil Gabriel. Gabriel akhirnya sampai di kondominium dengan selamat setelah mengelabui Luna, ia segera menyerahkan dokumen itu kepada Barra karena dokumen itu harus di selesaikan hari ini juga.

"Tuan, apa perlu saya bawa barang keperluan anda kesini?"

"Iya, tolong bawa semua barang saya ke sini Gabriel. Saya akan tinggal disini untuk sementara waktu,"

Gabriel pergi dari hadapan Barra, lalu kembali lagi tiga jam kemudian dengan dua buah koper di tangannya. Gabriel tidak bisa kembali dengan cepat ke kondominium karena ada Luna di rumah Barra, ia baru masuk ke dalam rumah setelah Luna pergi dan segera pergi lagi agar tidak ada yang melihat kedatangannya terutama Luna.

"Tuan, ini koper anda." Gabriel meletakkan dua koper itu ke hadapan Barra.

"Gabriel, apa kamu sudah menemukan keberadaan pecundang itu?"

Gabriel menggeleng pelan, "Maaf tuan, tapi sepertinya pria itu sudah meninggal."

Barra tertawa sinis ,"Terus cari, aku yakin pecundang itu pasti belum mati dan sedang bersembunyi di suatu tempat."

Barra menoleh ke arah cermin besar yang ada di dekatnya dan menatap lekat figur sempurnanya dari ujung kepala hingga kaki, wajah ini mirip sekali dengan wajah pecundang yang sudah melarikan diri dan tidak bertanggung jawab atas Arista dan dirinya.

Banyak orang yang memuji ketampanannya dan para wanita juga menggilainya, tapi jauh di dalam lubuk hati Barra ia sangat membenci wajahnya ini. Berkatnya, Barra akhirnya tumbuh tanpa figur seorang ayah dan tidak mempercayai cinta ataupun ikatan pernikahan. Pria itu dulu begitu mencintai ibunya, juga selalu berjanji untuk tetap setia pada pernikahannya dengan Arista baik dalam keadaan susah maupun senang. Tapi kenyataannya ia malah kabur membawa harta Arista ke negara asalnya, dan hanya menyisakan kesengsaraan untuk mereka.

Barra merasakan sesak di dadanya tiap mengingat kejadian itu, segera ia alihkan kemarahannya dengan menyelesaikan pekerjaannya namun pikirannya tetap tidak bisa fokus. Barra merebahkan dirinya di sofa dan memejamkan matanya, beberapa saat kemudian ia akhirnya tertidur dengan dokumen di atas dadanya.

"Tuan Barra, bangun tuan. Ini sudah pukul dua belas malam, anda belum makan sejak siang tuan," Gabriel mencoba membangunkan Barra yang tertidur sejak sore hari.

Barra membuka kelopak matanya lalu duduk di sofa sambil mengumpulkan kesadarannya, berbagai macam hidangan makanan kesukaannya kini sudah tersedia di meja dan ia tinggal menyantapnya. Barra menghabiskan semua makanan itu sampai habis tidak tersisa, ia makan dengan tergesa-gesa entah karena lapar atau ada suatu hal yang ingin ia lakukan setelah makan.

"Antar aku ke klub," titahnya.

*****

Barra sampai di klub Olivia dan langsung masuk untuk menduduki kursi miliknya, kini di atas stage sedang menampilkan pertunjukan tarian telanjang grupnya Sarah tapi netra Barra tidak melihat kehadiran Sarah disana.

"Kemana penari yang bernama Sarah?" tanya Barra pada waitress yang mengantarkan minumannya.

"Sarah tidak menari malam ini tuan,"

"Kenapa?"

Waitress itu akhirnya menceritakan semua kejadian yang menimpa Sarah kepada Barra, emosi Barra langsung memuncak saat mendengar hal buruk yang menimpa Sarah.

"Lalu dimana dia sekarang?"

"Sarah baru saja keluar lima menit yang lalu dari klub,"

Barra segera keluar dari klub dengan langkah yang tergesa-gesa, di belakangnya Gabriel kini tengah mengikutinya untuk berjaga-jaga jika Barra membutuhkan bantuannya. Barra bertanya kepada petugas valet dan penjaga keamanan yang berada di depan klub, tapi ternyata tidak ada satupun dari mereka yang melihat keberadaan Sarah. Pencarian Barra beralih ke parkiran mobil di belakang gedung klub, saat sampai di sana telinganya mendengar teriakan seorang wanita yang ia kenali suaranya. Barra segera menajamkan pendengarannya untuk mencari sumber suara tersebut, sampai akhirnya ia menemukan Sarah tengah berada di dalam sebuah mobil Mercedes Benz dan sedang berusaha di gagahi oleh seorang pria.

*Flashback off*

Lamunan Barra buyar karena panggilan dari Sarah yang terbangun dari tidurnya, wanita itu berjalan menghampirinya dan langsung memeluknya erat.

"Terimakasih karena sudah menolongku, tuan Barra."

"Kamu aman sekarang, jangan takut." Barra membalas pelukan Sarah dan membelai kepalanya lembut.

Barra menggiring Sarah ke atas ranjang, lalu menidurkannya kembali karena Sarah masih terlihat sangat kelelahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status