Share

Chapter 6

Author: Author newbie
last update Last Updated: 2022-09-08 09:44:24

*Flashback*

Barra nampak gelisah di balik mejanya karena pikirannya terus memikirkan Sarah, entah apa yang sudah Sarah lakukan padanya hingga membuatnya selalu teringat akan sosok cantiknya. Setelah meeting selesai, Barra segera keluar dari ruang meeting dan kembali ke ruangannya untuk menyelesaikan pekerjaan agar bisa cepat bertemu dengan Sarah. Berlama-lama jauh darinya membuat hati Barra tersiksa menahan rasa rindu, juga tubuhnya yang kini hanya menginginkan sosok Sarah saja karena Barra sudah tidak tertarik lagi pada wanita lain.

Arista nampak tersenyum sumringah saat memasuki ruang kerja Barra bersama Luna, wanita paruh baya itu membawa sebuah kotak perhiasan ekslusif di tangan kanannya untuk ia tunjukkan kepada Barra. Luna pun demikian, rona bahagia dan senyum manis tidak kunjung pergi dari wajahnya karena hari ini Arista akan memberitahukan kepada Barra tanggal pernikahan mereka yang sudah di tetapkan oleh orang tua Luna. Arista masuk ke ruangan Barra tanpa permisi, membuat Barra kesal karena ia juga datang bersamaan dengan Luna.

"Barra, coba liat perhiasan ini. Cantik bukan?" tanya Arista seraya menyodorkan kotak perhiasan itu di depan Barra.

"Iya, cantik." sahutnya singkat.

"Kamu suka modelnya kan, Barra?"

Barra menoleh sejenak untuk memperhatikan set perhiasan itu, lalu kembali menatap layar laptopnya. "Ya, Barra suka."

"Barra, perhiasan ini ibu buat khusus untuk Luna sebagai hadiah pernikahan kalian nanti. Perhiasan ini dibuat ekslusif dan cuma ada satu di dunia ini," ujar Arista dengan antusias.

Barra tidak menyahuti ucapan Arista, dan kini perempuan paruh baya itu nampak terlihat cukup kesal karena diabaikan oleh putranya. Luna berusaha menenangkan kemarahan Arista dengan mengusap bahunya, lalu berjalan mendekati Barra dan berdiri di belakangnya dengan posisi kedua tangan memeluk leher Barra.

"Barra sayang, tadi orang tua aku habis makan siang sama tante Arista dan mereka udah nentuin tanggal pernikahan kita. Kita akan menikah bulan depan sayang," Luna meletakkan kepalanya di bahu kiri Barra, membuat Barra risih.

Barra melepaskan tangan Luna dari bahunya dan menggeser kursinya menjauh dari Luna, "Silahkan jika kalian ingin mengadakan pesta pernikahan dan sudah menentukan tanggalnya, tapi maaf pengantin calon prianya bukanlah aku."

"Barra! apa susahnya si kamu menikahi Luna? dia cantik dan berpendidikan tinggi, mau sampai kapan kamu melajang Barra! ibu sudah tua, ibu juga ingin punya cucu!" pekik Arista.

Barra mendengus kesal dan menutup laptopnya secara kasar, "Barra tidak percaya cinta dan pernikahan bu, kalau ibu ingin punya cucu silahkan ibu suruh Claudia pulang dan menikah dengan pria pilihan ibu."

Arista terdiam mendengar jawaban Barra, rupanya trauma itu masih membekas di relung hati putra kesayangannya. Barra pergi dari ruangannya, meninggalkan Arista dan Luna tanpa pamit.

"Bawa semua pekerjaan saya yang belum selesai ke kondominium, sekarang." titah Barra.

"Baik tuan," Gabriel segera masuk ke ruangan Barra untuk mengambil semua dokumen miliknya, dua wanita itu ternyata masih ada disana dan Arista kini tengah termenung seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Gabriel, kamu mau bawa kemana semua dokumen ini?" tanya Luna.

"Tuan Barra memerintahkan saya untuk membawa dokumen ini ke kondominium," jawabnya tanpa menoleh.

"Tunggu Gabriel, Barra punya kondominium? sejak kapan dia punya kondominium?"

Gabriel berbalik ke arah Luna, "Sudah cukup lama dan kondominium itu tempat tuan Barra untuk melarikan diri dari kalian,"

Gabriel segera pergi dari ruangan Barra dengan langkah tergesa-gesa, agar Luna tidak mengikutinya Gabriel sengaja memakai mobil milik kantor yang tidak terpakai dan tidak Luna ketahui. Benar saja dugaan Gabriel, Luna kini sudah menyusulnya di parkiran dan kini tengah kebingungan mencari keberadaannya.

Gabriel melajukan mobilnya melewati Luna, tapi Luna tidak menyadari kalau mobil yang baru saja melewatinya adalah mobil Gabriel. Gabriel akhirnya sampai di kondominium dengan selamat setelah mengelabui Luna, ia segera menyerahkan dokumen itu kepada Barra karena dokumen itu harus di selesaikan hari ini juga.

"Tuan, apa perlu saya bawa barang keperluan anda kesini?"

"Iya, tolong bawa semua barang saya ke sini Gabriel. Saya akan tinggal disini untuk sementara waktu,"

Gabriel pergi dari hadapan Barra, lalu kembali lagi tiga jam kemudian dengan dua buah koper di tangannya. Gabriel tidak bisa kembali dengan cepat ke kondominium karena ada Luna di rumah Barra, ia baru masuk ke dalam rumah setelah Luna pergi dan segera pergi lagi agar tidak ada yang melihat kedatangannya terutama Luna.

"Tuan, ini koper anda." Gabriel meletakkan dua koper itu ke hadapan Barra.

"Gabriel, apa kamu sudah menemukan keberadaan pecundang itu?"

Gabriel menggeleng pelan, "Maaf tuan, tapi sepertinya pria itu sudah meninggal."

Barra tertawa sinis ,"Terus cari, aku yakin pecundang itu pasti belum mati dan sedang bersembunyi di suatu tempat."

Barra menoleh ke arah cermin besar yang ada di dekatnya dan menatap lekat figur sempurnanya dari ujung kepala hingga kaki, wajah ini mirip sekali dengan wajah pecundang yang sudah melarikan diri dan tidak bertanggung jawab atas Arista dan dirinya.

Banyak orang yang memuji ketampanannya dan para wanita juga menggilainya, tapi jauh di dalam lubuk hati Barra ia sangat membenci wajahnya ini. Berkatnya, Barra akhirnya tumbuh tanpa figur seorang ayah dan tidak mempercayai cinta ataupun ikatan pernikahan. Pria itu dulu begitu mencintai ibunya, juga selalu berjanji untuk tetap setia pada pernikahannya dengan Arista baik dalam keadaan susah maupun senang. Tapi kenyataannya ia malah kabur membawa harta Arista ke negara asalnya, dan hanya menyisakan kesengsaraan untuk mereka.

Barra merasakan sesak di dadanya tiap mengingat kejadian itu, segera ia alihkan kemarahannya dengan menyelesaikan pekerjaannya namun pikirannya tetap tidak bisa fokus. Barra merebahkan dirinya di sofa dan memejamkan matanya, beberapa saat kemudian ia akhirnya tertidur dengan dokumen di atas dadanya.

"Tuan Barra, bangun tuan. Ini sudah pukul dua belas malam, anda belum makan sejak siang tuan," Gabriel mencoba membangunkan Barra yang tertidur sejak sore hari.

Barra membuka kelopak matanya lalu duduk di sofa sambil mengumpulkan kesadarannya, berbagai macam hidangan makanan kesukaannya kini sudah tersedia di meja dan ia tinggal menyantapnya. Barra menghabiskan semua makanan itu sampai habis tidak tersisa, ia makan dengan tergesa-gesa entah karena lapar atau ada suatu hal yang ingin ia lakukan setelah makan.

"Antar aku ke klub," titahnya.

*****

Barra sampai di klub Olivia dan langsung masuk untuk menduduki kursi miliknya, kini di atas stage sedang menampilkan pertunjukan tarian telanjang grupnya Sarah tapi netra Barra tidak melihat kehadiran Sarah disana.

"Kemana penari yang bernama Sarah?" tanya Barra pada waitress yang mengantarkan minumannya.

"Sarah tidak menari malam ini tuan,"

"Kenapa?"

Waitress itu akhirnya menceritakan semua kejadian yang menimpa Sarah kepada Barra, emosi Barra langsung memuncak saat mendengar hal buruk yang menimpa Sarah.

"Lalu dimana dia sekarang?"

"Sarah baru saja keluar lima menit yang lalu dari klub,"

Barra segera keluar dari klub dengan langkah yang tergesa-gesa, di belakangnya Gabriel kini tengah mengikutinya untuk berjaga-jaga jika Barra membutuhkan bantuannya. Barra bertanya kepada petugas valet dan penjaga keamanan yang berada di depan klub, tapi ternyata tidak ada satupun dari mereka yang melihat keberadaan Sarah. Pencarian Barra beralih ke parkiran mobil di belakang gedung klub, saat sampai di sana telinganya mendengar teriakan seorang wanita yang ia kenali suaranya. Barra segera menajamkan pendengarannya untuk mencari sumber suara tersebut, sampai akhirnya ia menemukan Sarah tengah berada di dalam sebuah mobil Mercedes Benz dan sedang berusaha di gagahi oleh seorang pria.

*Flashback off*

Lamunan Barra buyar karena panggilan dari Sarah yang terbangun dari tidurnya, wanita itu berjalan menghampirinya dan langsung memeluknya erat.

"Terimakasih karena sudah menolongku, tuan Barra."

"Kamu aman sekarang, jangan takut." Barra membalas pelukan Sarah dan membelai kepalanya lembut.

Barra menggiring Sarah ke atas ranjang, lalu menidurkannya kembali karena Sarah masih terlihat sangat kelelahan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Tuan Barra   Chapter 96 (end)

    Pagi hari, Barra pergi lebih dulu ke Amethyst sebelum sarah terbangun. Barra sengaja pergi lebih dulu karena ia tidak ingin melihat Sarah dijemput oleh Julian, namun sebelum pergi Barra sudah menyiapkan sarapan khusus untuk Sarah.Sarah terbangun dengan keheningan yang menyambutnya di pagi hari, semua pelayan sibuk membersihkan rumah dan taman sedangkan penjaga rumah sibuk berjaga didepan. Sarah menyalakan ponselnya yang sejak semalam ia nonaktifkan, puluhan chat dari Julian membombardir ponselnya juga panggilan tidak terjawab. "Aku sudah bangun Julian, maaf aku lelah sekali jadi telat bangun pagi."Jawab Sarah menjelaskan kepada Julian mengapa ia bangun terlambat, namun Julian tetap berbicara omong-kosong terus menerus. "Baiklah, aku akan bersiap sekarang." Sarah memutuskan panggilan teleponnya, lalu bergegas mandi dan berdandan sebelum Julian datang. Lima belas menit kemudian Julian datang dengan sebuket bunga mawar untuk Sarah, Sarah masih berada di kamarnya dan mungkin baru aka

  • Mengejar Cinta Tuan Barra   Chapter 95

    Sarah merenung menatap ke langit-langit kamarnya, ia terus memikirkan dua pria yang sangat mengharapkannya. Sarah belum bisa memutuskan untuk memilih siapa, karena ia juga tidak tau bagaimana perasaannya untuk kedua pria itu. Sarah sebenarnya punya rencana lain setelah pernikahan Claudia nanti, tapi jika seperti ini adanya mungkin Sarah akan lebih memilih untuk menjalankan rencananya sekarang.Sarah mengambil ponselnya, lalu menghubungi mereka dan memintanya untuk bertemu di sebuah cafe terkenal di kota ini. Mereka langsung bergerak cepat ke tempat yang Sarah sebutkan, tidak lupa juga membawa bunga untuk diberikan kepada Sarah."Loh, kenapa si pirang ada disini?!" tunjuk Barra di wajah Julian. "Sarah, kenapa dia datang juga? aku kira hanya kita berdua yang akan bertemu disini." "Aku sengaja meminta kalian datang kesini karena ada satu hal yang harus aku bicarakan dengan kalian," Barra dan Julian serentak mengambil kursi yang berhadapan langsung dengan Sarah, sekarang yang mereka ri

  • Mengejar Cinta Tuan Barra   Chapter 94

    Sarah menatap sengit ke arah dua pria dewasa yang bertingkah kekanakan di depannya, mereka selalu membuat ulah sepanjang acara lamaran Claudia. Sampai akhirnya mereka bertengkar dan memecahkan patung es yang ada di tempat meja minuman, alasannya pun sepele hanya karena mereka berebut mengambilkan minum untuk Sarah. "Jadi kalian mau terus bertengkar seperti ini?"" tanya Sarah. "Bukan aku yang memulai pertengkaran Sarah, tapi si pirang ini yang memulai duluan!" "Hei bro, anda yang selalu menghalangi saya saat saya ingin mendekati Sarah." "Iya jelas aku melarangmu mendekati Sarah karena dia itu masih istriku, kamu harus pahami itu!" "Oh tapi seingatku kamu sudah menggugat cerai Sarah, jadi kamu sebentar lagi hanya akan menjadi masa lalu Sarah.""Stop! aku pusing mendengar pertengkaran kalian, jika kalian pikir aku akan memilih kalian kalian salah besar. Aku hanya ingin sendiri, tidak denganmu Barra atau denganmu Julian." bentak Sarah yang sudah tidak bisa menahan kekesalannya. Sara

  • Mengejar Cinta Tuan Barra   Chapter 93

    Hari lamaran Gabriel dan Claudia pun tiba, semua dekorasi impian Claudia sudah seratus persen rampung. Kini tinggal saatnya mereka menunggu keluarga dari pihak Gabriel datang, tidak banyak yang mereka undang untuk acara lamaran ini. Hanya kerabat, kolega dan teman dekat saja yang di undang. Claudia nampak cantik dengan gaun rancangan Arista, wajah cantiknya hanya di make up sederhana karena Claudia tidak menyukai make up yang terlalu tebal. Setelah Claudia, kini gantian Sarah yang didandani, mereka nampak mirip meskipun bukan saudara kandung. Barra menunggu para wanita kesayangannya keluar dari ruang tempat mereka berdandan, setiap kali ada yang keluar ia langsung berdiri tegap untuk menyambutnya. Tapi sayang yang keluar sejak tadi bukan wanita yang ia tunggu, entah apa yang mereka lakukan di dalam sampai berjam-jam. Barra sangat penasaran, tapi ia tidak diperbolehkan masuk untuk melihat aktifitas mereka. Pintu kamar terbuka perlahan, Claudia keluar dengan diiringi oleh Arista dan

  • Mengejar Cinta Tuan Barra   Chapter 92

    "Mau apa kamu datang kesini?" tanya Barra sengit. "Ada yang harus aku lakukan," senyumnya lalu masuk menghampiri Claudia dan memberikan bunga untuknya. Claudia agak bingung saat menerima bunga dari Julian, tapi setelah Sarah menjelaskannya Claudia baru bisa menerima bunga itu dan bersikap ramah terhadapnya. Belum sempat Sarah menerima bunga miliknya, tiba-tiba bunga tersebut malah direbut oleh Barra dan dibuang ke tempat sampah. "Jangan pernah memberikan bunga murahan kepada istriku, dia alergi terhadap barang murahan." Julian tertawa pelan, "Istrimu? apa aku tidak salah dengar? ah tapi kamu ada benarnya juga, Sarah memang alergi terhdap barang murahan." Julian menatap Barra dengan tatapan merendahkan, membuat Barra semakin emosi dibuatnya. Sebelum terjadi keributan yang semakin parah, Sarah segera membawa Julian pergi dari rumah Arista. Lagipula semakin cepat ia pergi, semakin cepat ia kembali lagi ke rumah ini dan bisa beristirahat lebih awal agar bisa mempersiapkan diri untuk a

  • Mengejar Cinta Tuan Barra   Chapter 91

    Setelah beberapa hari dirawat keadaan Barra kini sudah lebih membaik dan diperbolehkan pulang juga kembali beraktifitas seperti biasa, hanya saja ia harus tetap meminum obat dari dokter kejiwaan karena efek dari obat yang Sheila berikan masih sering ia rasakan. Kepulangan Barra bertepatan dengan hari persiapan lamaran Claudia besok, meskipun acara lamaran tersebut hanya di adakan di rumah Arista namun Arista tetap membuat acara tersebut semeriah mungkin. Apalagi ini kali pertama ia merasakan salah satu anaknya di lamar seseorang, saat Barra menikah kemarin ia bahkan tidak berkontribusi apapun karena saat itu hubunganya dengan Sarah belum baik. Arista ingin sekali menebus kesalahannya tapi semua tidak mungkin lagi bisa ia tebus, karena sebentar lagi Sarah mungkin akan menjadi mantan menantunya. Claudia membantu Arista menyiapkan apapun yang dibutuhkan besok, terutama gaun untuknya dan beberapa gaun untuk kerabat juga yang paling spesial untuk Sarah. Arista menatap putrinya penuh ha

  • Mengejar Cinta Tuan Barra   Chapter 90

    Semenjak berada di rumah sakit, tingkah Barra entah kenapa jadi lebih menjengkelkan menurut Sarah. Barra selalu meminta dilayani ini dan itu seperti anak kecil, bahkan makan pun harus disuapi dengan alasan tangannya lemah karena jarum infus. Sarah juga tidak bisa membuat alasan apapun atau pergi meninggalkannya disini karena Arista meminta tolong kepadanya untuk merawat Barra, dengan terpaksa Sarah menjadi 'pengasuhnya' sampai beberapa hari ke depan sampai Barra keluar dari rumah sakit. Saking kelelahannya, Sarah tertidur di sofa dengan Tab yang masih berada di atas dadanya. Barra bangkit perlahan agar tidak membangunkannya, ia mengambil satu selimut di lemari penyimpanan lalu ia tutupi badan Sarah dengan selimut tersebut. Barra mengecek Tab Sarah, jabatannya sebagai CEO membuat Sarah sebenarnya agak kelelahan. Dibandingkan dengan perusahaan orang tuanya, Amethyst jauh lebih besar dan luas itu sebabnya Sarah terkadang agak kewalahan. Sebagai bentuk rasa terimakasih, Barra membantu S

  • Mengejar Cinta Tuan Barra   Chapter 89

    Ibu dan anak itu dimakamkan secara berdampingan di makam kelurga Nathaniel, sempat terjadi perdebatan antara Barra dan Nathaniel karena Barra ingin Dhafin dan Sheila di makamkan di pemakaman keluarganya. Barra merasa Dhafin adalah anaknya jadi Dhafin berhak di makamkan disana, namun Nathaniel menolak. Sejak Dhafin belum lahir, Nathaniel lah yang merawat mereka berdua jadi Nathaniel merasa ia lebih berhak atas keputusan ini. Barra akhirnya mengalah, dengan syarat Nathaniel tidak boleh melarangnya untuk mengunjungi makam Dhafin dan Sheila. Kali ini semuanya membiarkan Barra melepaskan kesedihannya dulu, tidak ada yang mengganggunya bahkan semua pekerjaan Barra diserahkan ke Gabriel. Sheila sekarang sudah benar-benar pergi meninggalkannya, bahkan membawa harta miliknya yang paling berharga yang selama ini Barra tidak ketahui keberadaannya. Barra bahkan belum sempat membahagiakan bocah kecil itu, tapi ia harus pergi karena perbuatan ibunya. Surat warisan yang Barra sudah buat sejak lama

  • Mengejar Cinta Tuan Barra   Chapter 88

    Nathaniel datang ke rumah tahanan setelah mendengar kabar kalau Sheila dipenjara atas perbuatannya, meskipun ia sudah tidak ingin tau lagi apapun tentang Sheila tapi hati kecilnya tetap tidak bisa mengabaikannya. Sheila keluar dari sel dengan didampingi oleh sipir wanita, kelopak matanya nampak sembab dengan pipi sebelah kiri yang membengkak. Pakaian mewahnya sudah berganti dengan pakaian khas tahanan dengan nomor dan identitas kejahatannya, tatapannya kosong seakan tidak ada lagi semangat hidup yang ia rasakan. "Kenapa kamu datang?" tanyanya datar. "Aku ingin menjengukmu," "Aku tidak sakit, jadi tidak perlu kamu jenguk." "Sheila," "Lebih baik kamu pergi Nathan, aku tidak butuh kedatanganmu." Sheila bangkit dari kursi namun tiba-tiba ia malah jatuh pingsan dengan darah keluar dari hidungnya. Sheila dibawa ke rumah sakit terdekat, tempat dimana Dhafin juga di rawat disana. Nathaniel meminta kepada sipir agar Sheila diizinkan bertemu dengan anaknya sebelum kembali ke penjara, mes

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status