“Tu-tunggu Ustadz!” Nayla, dengan jilbab warna-warninya mencegah kepergian Zayyan, setelah ia selesai dengan hukumannya.Tanpa mau berbalik, Zayyan berkata, “Apalagi? Apa kurang berat hukuman yang saya beri?”“Bukan seperti itu,” Nayla tertunduk. Niatnya. dia hanya ingin menjelaskan bahwa semua yang terjadi tadi, tidak seperti yang terlihat. Namun dari respon dingin sang ustadz, Nayla berpikir bahwa sia-sia saja menjelaskan. Toh jika Nayla berada di posisi Ustadz Zayyan pun, pasti akan sulit baginya untuk menerima alasan yang dikatakan Nayla.“Maafkan saya.” Cicit Nayla hampir tak terdengar.“Jangan sama saya. Kamu salahnya sama Dia, jadi minta maaflah sama Dia, bukan sama saya!” katanya to the point sambil menunjuk ke arah langit biru di atasnya.“Tapi sumpah Ustadz, saya sama Joko gak ada hubungan apa-apa, tidak seperti yang Ustadz sangkakan.”“Saya tidak mau tahu dan saya tidak peduli.”Nayla menggigit bibirnya gelisah, di saat-saat seperti ini, dia bingung harus menjelaskan apa la
“Apa yang ingin ustadz lihat dari diri seorang perempuan?”“Yang pasti bukan perempuan seperti kamu!”Lagi-lagi jawaban ketus yang Nayla dapat. Jawaban itu membuat bibir Nayla mengerucut.Kali ini jadwal Ustadz Zayyan mengajar lagi, setelah guru sebenarnya, Kak Mutia berhalangan hadir karena harus ikut seminar atau apalah, Nayla tak mau tahu. Entahlah, namun mendengar namanya saja, sudah cukup membuat mood gadis itu rusak sepanjang hari.Nama Mutia terus menggema di kepala. Setiap kali Nayla berjalan, hampir semua santri membicarakan tentangnya.“Kak Mutia menang lomba lagi. Katanya dia menang lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an di tingkat Nasional!”“Hebat ya Kak Mutia, rasanya baru kemarin dia juga mendapat penghargaan sebagai santri terbaik dan duta santri di provinsi, eh sekarang dapat prestasi lagi.”“Benar, Kak Mutia memang the best deh, cocok jadi istrinya Ustadz Zayyan.”Semua puji-pujian itu, membuat kepala Nayla terasa mau pecah. Semua manusia di muka bumi seolah-olah bersekong
Sejak tiga puluh menit lalu, yang Nayla lakukan hanya duduk diam sembari memandang kosong pada selembar kertas di tangannya.Dalam hatinya ia terus berperang. Salahkan Nayla yang asal meng-iyakan saja tantangan dari Zayyan, tanpa mau berkaca pada kemampuan dirinya sendiri.“Lomba Cerdas Cermat? Dan kamu menyetujuinya?” Nisa tak bisa menahan ekspresi terkejutnya.“Maafkan Nisa, Nona, bukan bermaksud meragukan kemampuan Nona, tapi apa tidak sebaiknya Nona batalkan saja kesepakatan dengan Ustadz Zayyan?” memang dasarnya Nisa ini adalah perempuan yang lemah lembut plus gak enakan, membuat dia mencoba menyadarkan Nayla dengan pemilihan kata-kata selembut dan sehalus mungkin. Nisa tak tega mengatakan secara frontal seperti:“Sadarlah, kamu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri! Huruf hijaiyah aja kamu belum hapal, apalagi harus mengikuti Lomba Cerdas Cermat melawan santri-santri lain yang lebih siap segalanya?”“Ya, aku tahu maksudmu,” Nayla bukan manusia bodoh yang tak tahu pesan tersira
Jika diibaratkan lampu, mungkin mata Nayla saat ini sudah 5 watt. Sebentar lagi, kedua mata itu akan terlelap, jika saja tidak ada dua batang korek api yang menopang kelopak itu agar tidak terpejam.Pukul 23.46, hampir tengah malam, namun kamar nomor 13 masih terang benderang cahayanya, pertanda bahwa si penghuni masih terjaga di sana. mereka sedang melakukan apa? mari kita cari tahu bersama.“Sejarah mencatat bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Perdagangan maritim menjadi jalur utama penyebaran agama ini. Pedagang-pedagang muslim dari berbagai wilayah, seperti Gujarat, India, dan Timur Tengah, datang ke pelabuhan-pelabuhan Indonesia membawa bersamaan ajaran Isl-,” Nayla tak mampu menyelesaikan kalimatnya karena rasa kantuk yang membuat matanya tertutup sejenak. Sadar bahwa jika ia tertidur, maka dia akan kalah dari Mutia, hal itu membuat Nayla terperanjat lalu memukul-mukul pipinya keras dan kembali membaca buku tebal di hadapannya.“Jangan, jangan tidu
Hari ini adalah hari penentuan. Hari di mana perlombaan akhirnya akan dilaksanakan.Di salah satu kamar dengan stiker angka 13, terlihat dua orang yang masih menyelami alam mimpinya. Seorang perempuan remaja menuju dewasa nampak tertidur pulas di atas tumpukan buku yang terbuka di halaman 146, sedangkan satu lagi, anak perempuan dengan rambut yang sudah tak karuan, terlihat tertidur berbantalkan tiga buku tebal yang ditumpuk.“Pengumuman-pengumuman, lomba cerdas cermat Pesantren Nurul Huda akan dilaksanakan satu jam lagi. bagi para peserta diharapkan untuk tiba tiga puluh menit lebih awal untuk bersiap-siap. Terima kasih.”Suara pengumuman itu masuk ke telinga Nayla dan membuat gadis itu langsung terlonjak dari tidurnya. Dengan mata panda yang nampak kentara, Nayla melihat ke sekeliling demi memastikan bahwa Nisa dan Aisha sudah bangun. Namun yang dilihatnya hanya ada Aisha yang masih pulas di alam mimpinya.“Aish, bangun,” katanya lembut sambil mengusap kepala Aisha pelan. Semalam su
TEET!“Ya, kelompok 3, apa jawabannya?”“Wajibul Maujud!” jawab Nisa dengan lantang dan semangat tingkat tinggi.“Alasannya?”“Allah adalah Khaliq atau yang menciptakan alam sehingga alam disebut makhluk. Keberadaan Allah adalah wajib atau disebut Wajibul Mujud dan Allah bersifat kekal. Sedangkan keberadaan makhluk itu tidak wajib atau disebut juga Mumkinul Wujud, artinya boleh ada dan boleh tidak ada.”“15 point!”Nisa bersorak kegirangan di tempatnya duduk, sedangkan dua orang manusia di sebelah kanannya malah diam terpaku, menatap Nisa dengan tatapan aneh seolah-olah bertanya, benarkah yang duduk di sisi mereka adalah Nisa yang sama yang pendiam seperti yang mereka kenal? Mengapa Nisa bisa berubah menjadi secerdas ini?“Nis? Ini benar Nisa teman kami kan?” tanya Nayla ragu-ragu, pasalnya ini sudah pertanyaan ke sembilan yang dijawab benar oleh kelompoknya.“Tentu saja Nona, ini Nisa,” jawabnya sambil tersenyum manis.“Bagaimana bisa teman kami berubah sepintar ini hanya dalam waktu
Nayla, Nisa, dan Asiha tak henti-hentinya tersenyum. Mereka kini berada di atas panggung dengan riuh suara tepuk tangan yang menggema memenuhi seluruh ruangan.Aisha sedari tadi terus melambai-lambaikan tangannya ke arah siapapun, terutama ke arah abangnya, Japar yang sampai menangis karena bangga. Nisa, gadis pemalu itu terus tersenyum malu-malu sambil mengusap air mata haru di matanya. Gadis itu masih tak menyangka bahwa usahanya begadang tiga hari lalu dan membaca belasan buku tebal ternyata membuahkan hasil sebaik ini.Berbeda dengan kedua temannya, Nayla, gadis itu nampak tak fokus. Matanya sedari tadi terus memindai seisi ruangan mencari kehadiran sosok yang ia tunggu. Di kursi depan, terlihat abah yang tersenyum bangga padanya, sedangkan di tengah-tengah ada Laila yang menatapnya tajam dengan wajah kusut masai.“Lah, kenapa dia?” Nayla berrgumam ketika melihat Laila memandangnya dengan tak suka, seperti seorang yang ingin melahap Nayla hidup-hidup.“Udahlah, ini bukan waktunya
“Saya mau Ustadz nikah sama saya.”Tiga detik berikutnya, hanya suara angin yang terdengar. Sepertinya Zayyan masih terkejut dengan permintaan aneh dari gadis itu sekaligus keberaniannya mengatakan kalimat konyol itu.“Itu permintaan saya, dan saya mau Ustadz tepati janji Ustadz kemarin.”“Saya tidak bisa,” kata-kata itu terlontar tegas dari bibir Zayyan, “Saya tidak bisa mengabulkan permintaan itu.” ulangnya lagi sembari melanjutkan langkahnya untuk menjauhi Nayla.“Kenapa?” Nayla tak akan menyerah semudah itu, dia terus mengejar dan mengikuti ke mana pun Zayyan pergi.“Kenapa Tadz, bukannya kemarin Ustadz udah janji?”“Tapi bukan permintaan seperti itu yang saya maksud!”“Kenapa? Bukannya itu hanyalah permintaan kecil yang bisa dengan mudah diwujudkan. Bahkan jika Ustadz setuju, kita bisa secepatnya melakukan pernikahan itu. Mau lusa? Besok? Atau sekarang pun saya siap, kita tinggal panggil penghulu dan-““TIDAK SEMUDAH ITU!” Zayyan tanpa sadar membentak Nayla. Emosinya tak bisa dik