“Ayok Nak, ikut Ibu,” wajah itu lambat laun membentuk sosok utuh perempuan cantik dengan rambut panjang dan kulit pucat. Dia terus tersenyum sembari mengulurkan tangannya untuk bisa digapai oleh Nayla.
“Dunia memang jahat, kamu tidak seharusnya di sini. ayok ikut Ibu, bukannya kamu selalu rindu untuk bisa hidup denganku?”
Nayla diam, membenarkan dalam hati. Yang dia katakan adalah benar, dunia terasa sangat jahat kepada Nayla. Tak ada satupun manusia yang bisa mengerti dirinya, bahkan Abah yang ia duga akan mengerti, sama saja seperti orang lain. Kekecewaan Nayla terhadap penolakan Ustadz Zayyan yang berlanjut kekecewaannya terhadap penghianatan Lily dan Jerry membuat kepala Nayla semakin kacau.
Prasangkanya kepada Tuhan yang katanya selalu mencintai hamba-Nya, perlahan kabur, berganti menjadi rasa kecewa dan timbul pertanyaan, apakah Tuhan benar-benar baik seperti yang selalu dikatakan abah padanya?
Kalau Tuhan m
Pukul 2 dini hari. Hujan sudah berhenti, menyisakan sepi dan angin dingin yang masih berlari ke sana sini. suasana sepi itu juga dirasakan oleh dua insan manusia yang tengah duduk berhadapan dengan kondisi pakaian yang sama-sama basah.“Untuk apa kamu ke sini?” Nayla bertanya ketus setelah hampir dua puluh menit lalu yang mereka lakukan hanya duduk diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.“Untuk menyelamatkanmu.”“Tapi aku gak pernah minta diselamatkan.” Jelas Nayla yang seakan memberitahu sosok lelaki di sampingnya bahwa dia sama sekali tak butuh bantuan dari siapapun.“Kamu memang gak minta, tapi Abah yang memerintahkan saya untuk menyelamatkanmu.”Nayla menghela napas dalam. Abah? Abah yang menyuruhnya untuk menemukan Nayla di Jakarta? Apakah sebenarnya apa yang dipikirkan Nayla tak sepenuhnya benar? Apakah sebenarnya masih ada seorang manusia yang masih menyayanginya, yaitu abah?“Saya masih gak habis pikir, kok kamu bisa-bisanya berpikir untuk loncat dan menjerumuskan dirimu
“Arghh!” Cassandra membuka mata perlahan. Hal yang pertama kali ditangkap matanya adalah sebuah lampu kristal kecil namun nampak cantik menghiasi plafon kamar yang sempurna berwarna putih.“Awhh!” Cassandra sekali lagi mengerang lirih. Semua rasa pusing di kepala membuat tangan lentiknya refleks memegang kepalanya yang seakan hendak terbelah. Cassandra tak ingat apapun. Semuanya gelap. Terakhir yang ia ingat adalah bayangan dirinya yang sedang duduk sendiri sembari menunggu teman-temannya dan pacarnya yang tak biasanya datang terlambat. Segelas mocktail sepertinya bukanlah alasan yang cocok untuk membuatnya bisa merasa sepusing ini. Ini lebih seperti efek meminum dua seloki tequila, dan anehnya kemarin malam ia bahkan tak memesan minuman beralkohol yang kadar alkoholnya sampai 40% itu.Lalu darimana efek sakit dan pusing di kepalanya ini?Ah Cassandra terlalu pusing untuk memikirkan hal itu.Byurr~Suara ombak yang memecah karang terdengar nyaring di telinga . Membuat Cassandra seak
[VIRAL: Seorang Aktris Pendatang Baru Terlibat Skandal, Menjadi Selingkuhan dari Seorang Pria yang Telah Memiliki Tiga Istri!]Wushh!Kabar itu menyebar secepat angin. Hampir semua penduduk di negeri ini nampaknya sudah tahu perihal gosip panas yang beredar. Ya, bagaimana tidak gempar jika subjek dari gosip ini adalah Cassandra Calista, si aktris pendatang baru yang langsung melejit berkat bakat akting dan citra baik yang selalu ditunjukannya.Hujatan demi hujatan terus dipanen Cassandra di akun media sosialnya. Hanya sedikit yang masih denial, namun lebih banyak yang langsung percaya karena berita itu juga menyertakan beberapa bukti berupa foto Cassandra yang tengah tertidur lelap di kamar hotel kemarin.“One more, please,” pinta Cassandra lemah sambil menyerahkan gelas seloki kosong ke hadapan bartender.“Sepertinya sudah cukup Nona, Anda terlalu banyak minum,” ucap Lili khawatir. Tak terbilang sudah berapa gelas minuman yang Cassandra minum malam ini. Lili sepenuhnya tahu bahwa pik
Seperti hari penghakiman, Cassandra duduk gelisah di tempatnya. Dia tak henti-hentinya meremat jemarinya pertanda bahwa semua yang terjadi merupakan realisasi dari mimpi buruk yang tak pernah sekalipun dia harapkan akan terjadi, setidaknya secepat ini.“Ayolah Om, sama aku aja Om, dijamin puas,” suara manja dari televisi berukuran 100 inch di depannya, membuat Cassandra kembali meringis. Suara itu berasal dari cuplikan film yang dibintanginya selama berkarir sebagai selebritis di ibu kota. Dia tak pernah menyangka jika ‘kenekatannya’ mengambil peran berani, membuatnya dalam masalah besar hari ini.“Mau jadi seksi dan langsing kayak aku? Minum jamu ini, dijamin badan langsung singset, dan jadi rebutan para lelaki,” seolah tak cukup, televisi itu juga menampilkan potongan iklan yang Cassandra bintangi. Di sana terlihat Cassandra yang memakai pakaian minim, memamerkan lekuk tubuhnya yang sempurna dan selalu dipuji, sambil berlenggak-lenggok mengiklankan sebuah produk jamu pelangsing yang
Byurr!Tampa aba-aba, seember air dingin disiram ke wajah dan tubuh Nayla, membuat gadis itu terlonjak kaget dari tidurnya. Mata pandanya menandakan bahwa semalam dia tak bisa tidur sama sekali, dan hanya menghabiskan waktu untuk marah-marah dan tak terima dengan keputusan kakeknya.Semalam, sekitar pukul satu dini hari, abah membawa Nayla masuk ke sebuah kamar asing dengan lemari kayu kecil dan ranjang bertingkat. Demi mencegah cucunya kabur, abah memutuskan untuk mengurung dan mengunci Nayla di kamar yang biasa para santriwati tempati untuk beristirahat.“Bangun!” bentak orang itu lagi sambil menarik kain satin yang dikenakan Nayla dan memaksanya untuk berdiri.Nayla yang masih belum sadar betul, tak bisa berbuat banyak. Walaupun dalam hati, ia tengah mengumpulkan niat untuk bisa menghajar orang itu dengan benda apapun yang bisa ia jangkau.Hal pertama yang dilihatnya ada seorang perempuan seumurannya, dengan wajah sinis, mata melotot, bibir manyun, dan warna kulit sawo matang, teng
“Nih!”“Maksud lo apa?!” Lagi dan lagi, Nayla tak mampu membendung emosinya, ketika melihat sebuah benda kecil dan mungil di tangannya.“Gunakan ini untuk melaksanakan hukumanmu!” Laila menampilkan ekspresi penuh kemenangan. Ia senang ketika melihat Nayla berada dalam fase ‘frustasi tingkat tinggi’. Bukannya tega, hanya saja Laila sangat benci ketika harus berurusan dengan orang yang melanggar peraturan, apalagi dalam kasus ini, baru kali ini ada santri yang memberontak dan berani melawannya. Semakin membara-lah niat Laila untuk memberi santri kurang ajar ini pelajaran berharga yang tak akan pernah dilupakannya.“Lo gila!” sumpah serapah itu sudah puluhan kali diucapkan Nayla sepagi ini. Menjadi rekor baru sebagai, jumlah umpatan terbanyak yang diucapkannya hanya dalam jangka waktu satu jam saja.“Masa gue harus bersihin rumput di lapangan ini cuman pakai gunting kuku!”Ya, benda kecil nan imut yang diberikan Laila adalah sebuah gunting kuku. Laila memberikan benda itu sebagai hukuman
“Toiletnya pasti terlewat.”Laila berjalan ke arah pojok kamar mandi, memeriksa toilet jongkok berwarna hijau di sana.“Loh? Kok-““Udah bersih kan?,” Nayla berdiri di ambang pintu kamar mandi, dengan suara lembut dan senyum manis yang senantiasa terpatri sejak tadi.Melihat senyum yang tak biasanya terbit di bibir Nayla, membuat Laila merinding sendiri.Ada apa dengan gadis itu? Tak biasanya mulutnya berkata selembut kain sarung putra yang baru dicuci? Biasanya hanya dua kata yang keluar dari bibirnya, umpatan dan sumpah serapah.“Ah, kamu pasti lupa menguras tempat air-“ Laila tertegun ketika ia membuka tutup penampungan air, dan hanya satu kata yang dapat mewakilinya, bersih, tempat itu benar-benar bersih, sampai-sampai tak ada satupun lumut dan jentik nyamuk yang biasanya bersarang di sana.“Udah gue bersihin, bahkan sudah kugosok pinggirannya, plus keran-kerannya sekalian,&rdq
“Matanya coklat indah, bak permata yang berkilau ditimpa sinar mentari,” mata Nayla menatap ke atas, mencoba mendeskripsikan kembali ‘surga dunia’ yang kemarin dilihatnya.“Gurat wajahnya sempurna. Dengan rahang tegas, alis tebal, bulu mata lentik, dan mata yang menenggelamkan dalam pesonanya,” rupa-rupanya puisi dadakan itu masih belum tamat.“Tubuhnya tinggi, bahunya lebar, sangat pas buat dijadiin sandaran hidup gue.”“Hemm,” hanya deheman itu yang mampu Nisa ucapkan. Pasalnya, doia tak tahu harus merespon dengan cara apalagi. Sejak pagi tadi, ah tidak, pukul tiga tadi, Nayla membangunkannya dengan alasan ‘Pengen curhat soal masalah penting’. Nisa mana tahu kalau ‘Masalah penting’ yang dimaksud gadis itu adalah memuji seseorang dengan puisi dadakan yang terdengar alay.“Punggungnya tegap, sangat cocok dijadiin tulang punggung buat gue dan anak-anak gue kelak.”HuhNisa menghembuskan napas lelah, ia sudah tak tahan lagi. Ia sudah muak. Sepertinya sahabatnya itu terlalu berlebihan da