“Oke. Beritanya udah dikirim ke Pak Gatot, tinggal proses editing trus rilis di web dan aplikasi. Mudah-mudahan sesuai dengan yang kita harapkan,” seru Dian seraya berharap tulisannya tadi bisa meredam berita-berita sebelumnya.
Dian menuliskan perjalanan hidup Fajar mulai dari terjerumus narkoba, hingga akhirnya kembali ke jalan Allah. Tentu sekaligus sebagai klarifikasi berita yang sudah menyimpang jauh dari kebenaran. Tilikan netra hitam bulatnya berpindah ke arah Syukria, setelah memasukkan lagi laptop ke dalam tas.
“Balik sekarang?” ajaknya dengan sebelah alis naik ke atas.
Syukria bergumam sebelum menjawab. “Kakak udah makan belum?” tanya wanita itu kepada Fajar.
Fajar menggeleng karena memang belum sarapan sejak tadi. Rencana ia akan makan bubur ayam di dekat kampus, tapi terpaksa diurungkan karena direktur memintanya untuk tidak datang dulu hari ini.
“Lauk buat makan ada?” Syukria kemb
Sepulang dari mengantarkan Syukria ke tempat tinggalnya di daerah Rawamangun, Dian langsung pulang ke Pulo Gadung. Beruntung jarak tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh dan jalanan juga belum macet, sehingga gadis itu bisa tiba di rumah dalam waktu cepat.Keinginan untuk berkunjung ke rumah Gita terpaksa dibatalkan, karena wanita itu tidak berada di rumah. Keysa juga bekerja hari ini. Alhasil Dian harus menghabiskan waktu lowong di rumah.Setelah memarkir mobil kantor, Dian langsung memasuki rumah. Pintu tidak dikunci, sepertinya Royati ada di rumah. Jadilah gadis itu menapakkan kaki di ruang tamu tanpa rintangan.“Tumben pulang siang?” Terdengar suara Citra yang sedang duduk di ruang tamu menonton televisi. Gadis itu memasukkan kacang polong ke mulut ketika menunggu jawaban dari Dian.“Lo juga tumben ada di rumah? Kagak kerja?” Dian malah balik bertanya.“Hari ini aye izin cepet pulang. Jam dua mau ke penjahit ngep
Semalaman Dian tidak bisa tidur memikirkan apa yang dikatakan oleh Royati kemarin siang. Seseorang akan datang ke rumah untuk melamarnya dua hari lagi. Gadis itu tidak memiliki alasan untuk menolak lamaran tersebut. Apalagi jika tidak ada udzur sesuai syariah Islam.“Ya Allah, hamba harus gimana?” lirih Dian menatap nanar plafon kamar.Tangan gadis itu bergerak pelan menuju nakas, kemudian mengambil ponsel dari sana. Setelah menyalakannya, rentetan pesan masuk ke aplikasi Whatsapp. Dian mengembuskan napas lesu ketika membuka pesan di grup Remponger5.Grup itu menjadi heboh setelah Dian curhat tentang lamaran yang akan datang hari Sabtu nanti. Keempat sahabatnya turun prihatin dengan apa yang terjadi dengan gadis itu. Mereka memberi support dan mendoakan yang terbaik untuknya.Me: Mungkin ini jawaban dari salat Istikharah. Pak Fajar bukan jodoh yang terbaik buat gue. T_TItulah yang dituliskan Dian sebelum memat
Kembali dari masjid, Dian langsung mengecek ponsel. Sebuah pesan masuk dari Keysa ke grup Remponger5. Apalagi yang mereka bahas kalau bukan seputar kegalauan satu-satunya gadis di geng mereka.Keykey: Iya dong, Dudul. Kok jadi lemot gini lo, Di. Nggak keren banget. :pKeykey: Samperin gih! Atau ajak ketemuan. Lo perjelas semua. Kalau emang dia nggak ada rasa ya udah, ngapain juga lo kejar.Begitulah yang dituliskan Keysa cukup panjang dengan nada kesal. Tidak biasanya Dian menjadi telat berpikir seperti ini.Dian menganggukkan kepala mantap, setuju dengan perkataan Keysa. Bu Jamilah memang bisa membantu, tapi ia juga harus berusaha sendiri. Gadis itu tidak ingin terlalu lama mengharapkan yang tidak pasti.Me: Oke, Key. Hari ini gue harus ketemu sama dia.Keykey: Good luck, Di. Gue bantu doa dari sini ya. Yang terbaik pokoknya buat lo. :*Senyum lebar tergamba
Begitu tiba di kantor, Dian langsung berlari menuju tangga darurat. Di sana ia melepas semua tangis yang tertahan sepanjang perjalanan. Hatinya hancur berkeping ketika berpikir dugaannya benar. Fajar dan Aafiyah memiliki hubungan khusus. Pria itu bahkan tidak mau mendengar pernyataan cinta darinya.Dian bersandar ke dinding saat duduk di anak tangga nomor dua yang menghubungkan lantai lima dan enam. Tangan mengusap pelan dada sambil sesekali memukulnya pelan.“Sakit ya, Allah,” lirihnya di sela isakan.Rasa cinta dan harapan yang terpupuk di hati selama dua bulan ini, benar-benar membuat luka di bagian terdalam Dian. Usaha yang dilakukan selama ini, terasa sia-sia. Cinta bertepuk sebelah tangan. Jangankan menaruh rasa, Fajar bahkan enggan memandangnya lama-lama. Begitulah yang ada di pikiran Dian saat ini.Dian menutup wajah dengan kedua telapak tangan menyesali jalan yang telah ditempuh. Berkali ia berusaha memperbaiki diri, tapi masih belum
Dian berangkat ke kantor dengan senyum yang menghiasi wajah cerahnya. Tidak ada lagi kesuraman yang menyelimuti seperti kemarin. Sebelum memasuki area lobi, dia memejamkan mata terlebih dahulu lalu menghirup udara pagi kota Jakarta yang sudah berpolusi.Matanya melirik ke arah pantulan kaca pintu masuk lobi. Tampak seorang gadis mengenakan rok berbahan katun jepang dengan motif bunga, dipadu dengan blus berwarna merah bata. Sebuah kerudung satin polos berwarna krem muda membungkus rapat area kepala.Gadis itu mengayunkan langkah kaki memasuki lobi ketika bertekad akan memulai lembar baru kehidupan. Dian menyapa ramah orang-orang yang ditemui, mulai dari sekuriti, cleaning service, hingga petugas penjaga gate masuk.Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan hal satu ini. Sejak bekerja di sini, ia selalu menyapa siapa saja yang berpapasan, termasuk orang yang bekerja rutin di area lobi. Namun kali ini, suasana hati yang lepas membuat Dian menyapa mer
Pagi keesokan hari, Dian menatap nanar ponsel yang ada di depan mata. Pesan yang dikirimkan Fajar dua hari lalu masih belum dibalas hingga sekarang. Tubuh yang bersandar di headboard tempat tidur, akhirnya tegak saat ada dorongan untuk membalasnya.Me: Wa’alaikum salam, Pak. Maaf baru balas sekarang.Me: Saya minta maaf atas kejadian dua hari yang lalu. Syukria udah cerita semua. Bapak benar, saya salah paham. Sekali lagi saya minta maaf.Me: Kejadian itu tolong dilupakan aja ya, Pak. Ini nggak akan pengaruh pada kerjasama kita. :)Dian mengembuskan napas lega setelah mengirimkan pesan kepada Fajar. Mata yang kembali menghangat terpejam erat, menahan bulir bening yang ingin turun.Ikhlas, Di. Ikhlas. Mungkin dia bukan jodoh lo. Sekarang fokus dengan lamaran hari ini, batinnya menenangkan diri.Gadis itu segera berdiri, kemudian beranjak menuju lemari kayu tem
Dian menutup wajah dengan kedua telapak tangan ketika malu luar biasa. Bagaimana ia bisa tidak tahu kalau Jamilah adalah ibu kandung Fajar? Seharusnya gadis itu mengetahuinya dari bentuk mata mereka yang sama-sama terlihat seperti almond. Lebih gila lagi, ia sampai curhat mengungkapkan isi hati kepada wanita paruh baya itu.“Ya Allah, Bu. Saya malu,” cetus Dian langsung ngacir memutar balik tubuh ke kamar.“Neng Dian,” panggil Jamilah menyusul gadis itu ke kamar.Sementara Dian memasuki kamar dengan perasaan campur aduk. Ada kaget, malu, senang dan bingung. Kaget karena ternyata yang datang melamarnya adalah Fajar. Malu sudah jelas penyebabnya apa. Senang, karena doa-doa diijabah oleh Allah. Bingung, kenapa pria itu bisa melamarnya?Di sela beragam rasa yang berkecamuk di hati saat ini, Dian memutuskan untuk sujud syukur di lantai kamar. Rasa syukur tak terhingga diucapkan kepada Sang Maha Kuasa. Atas izin dari-Nya, keajaiban ini t
Setelah melewati diskusi panjang yang hampir memakan waktu satu jam, akhirnya tercapai kesepakatan. Dian dan Fajar akan menikah di hari yang sama dengan Citra, tapi mereka setuju untuk tidak melakukan pesta terlebih dahulu. Raline yang dihubungi oleh Keysa tadi meminta Dian untuk menunda pesta pernikahan, karena ingin mengadakannya di London.“Siapa yang mau dateng kalau pesta di London, Ra?” tanya Dian ketika video call tadi. Raline sebagai sahabat juga ikut berdiskusi dengan kedua belah pihak keluarga.“Aku punya teman dan rekan kerja juga selama kuliah di sana,” jawab Fajar ketika melihat Dian bingung.“Teman-temanku gimana, Mas?” balas Dian dengan tatapan memelas.(Cie sudah panggil Mas nih sekarang ya, Dian. Aku dan kamu juga, bukan saya dan Bapak lagi. Haks!)“Kita-kita sahabat lo, insya Allah ikut, Di,” tanggap Keysa mengedipkan mata, karena belum pernah berkunjung ke rumah ke