Home / Romansa / Mengejar Cinta Ustaz Tampan / BAB 5: Pertemuan Kedua atau Ketiga?

Share

BAB 5: Pertemuan Kedua atau Ketiga?

Author: LeeNaGie
last update Last Updated: 2022-03-09 12:19:46

Seperti pagi sebelumnya, Dian kembali melakukan salat Subuh ke masjid. Tentu saja berharap bisa berjumpa lagi dengan ustaz tampan bernama Fajar yang telah mencuri perhatiannya. Ah, hatinya juga.

Jangan pernah berpikir gadis itu telah menunaikan salat lima waktu, seperti yang diwajibkan kepada seluruh umat Islam. Tidak! Dian hanya menunaikan salat Subuh saja, itupun dengan niat yang salah. Apalagi jika bukan mencari jodoh dan pagi tadi untuk bertemu dengan Fajar.

Namun harapan tak sesuai dengan kenyataan. Pria yang diidamkan ternyata tidak menunjukkan batang hidung di masjid tersebut. Dian kecewa luar biasa sampai berkali-kali ingin bertanya kepada ibu kemarin. Untuk menjaga wibawa, akhirnya ia menelan mentah-mentah pertanyaan tersebut.

“Cari ape sih, Mpok?” tanya Citra ketika melihat Dian krasak-krusuk mencari sesuatu di lemarinya.

Dian menoleh malas sebentar ke sela pintu, kemudian fokus lagi mengacak bagian dalam lemari.

“Ditanyain kagak dijawab. Heuh!” desah Citra kesal, kemudian berlalu dari sela pintu.

Bola mata hitam bulat milik Dian bergerak ke atas, sebelum melihat ke luar kamar. “Cit, lo punya gamis nggak?” teriaknya.

“Gamis?” sahut gadis berambut panjang dan berpenampilan lebih feminin dari kakaknya.

Dian segera berdiri, lalu beranjak ke luar kamar. “Iya gamis. Atau apa kek yang lengan panjang. Kemeja longgar juga boleh.”

Kepala Dian bergerak cepat ke kiri dan kanan. “Kalau bisa gamis sih. Long dress oke juga.”

Citra mengangkat bahu singkat dengan bibir melengkung ke bawah. “Kagak ada tuh.”

“Huuu,” cibir Dian dengan kepala terkulai lesu ke bawah.

“Tanya sama Nyak aja deh, Mpok. Nyak ‘kan sering pegi ke pengajian,” saran Citra kemudian.

Mata hitam kecil Citra menatap curiga sang Kakak. “Emang kenapa sih pagi-pagi cari gamis? Ada acara pengajian di kantor?”

Dian menggeleng. “Ada interview.”

Pandangan Citra semakin curiga kepada Dian, sehingga matanya tambah menyipit. “Interview siape?”

Dian tidak menggubris pertanyaan yang diajukan adiknya barusan. Kakinya bergerak menuju kamar Royati.

“Nyak,” panggilnya seraya mengetuk pintu.

Selang satu menit kemudian terdengar kunci pintu dibuka dari dalam. “Nape?” Kedua alis Royati naik ke atas.

Manik hitam Dian bergerak ke atas kepala hingga ujung kaki ibunya. Perlahan kepala menggeleng saat tahu ukuran pakaian Royati tidak akan cukup di tubuhnya. Sang Ibu memiliki tubuh sedikit gemuk dan lebih pendek dari Dian.

“Kagak jadi deh, Nyak,” sahutnya melangkah gontai ke ruang tamu.

“Mau interview siape sih, Mpok? Sampai-sampai pakai gamis segala? Anggota DPR dari parpol Islam?”

Citra masih kepo dengan keanehan sikap kakaknya pagi ini. Biasanya Dian tidak pernah uring-uringan seperti ini dalam memilih pakaian sebelum bekerja. Mau wawancara siapapun, ia tetap mengenakan pakaian yang menjadi ciri khasnya, kemeja lengan pendek dipadu dengan celana katun atau celana jeans.

“Harus banget pakai dress code?” Citra masih belum menyerah ternyata pemirsa.

Bibir Dian terbuka sedikit ketika ingin menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh adiknya. Namun akhirnya tertutup lagi. Percuma bercerita kepada gadis itu, jika pada akhirnya ia hanya akan mendapatkan cemoohan. Di saat seperti ini, ia jadi rindu dengan Rempongers yang akan selalu mendengarkan semua curhatannya.

Hanya embusan napas lesu yang terdengar ketika keinginan Dian untuk mengenakan pakaian menutup aurat harus pupus. Sudah tahu apa alasan yang membuat gadis tersebut pusing mencari gamis pagi ini, bukan?

***

Perlahan motor matic yang selalu menemani hari-hari Dian selama tiga tahun belakangan, berhenti di pelataran parkir gedung pascasarjana Universitas Islam yang berada di daerah Cempaka Putih. Berdasarkan data yang diberikan oleh Gatot kemarin, Fajar mengajar mahasiswa pascasarjana di universitas Islam.

Setelah memasukkan jaket ke bagasi motor, kemudian menggantungkan helm di kaca spion, Dian mengedarkan pandangan ke area koridor mencari keberadaan gedung tempat bagian administrasi berada. Perlahan senyum mengambang di wajah ketika melihat mahasiswa pascasarjana lalu lalang di sana.

“Ah, jadi kangen masa-masa kuliah dulu deh,” gumamnya tersenyum lebar.

Dian mengeluarkan ponsel dari saku celana, lantas mengabadikan pemandangan ini dengan kamera. Tak lama kemudian, dia mengirimkan foto tersebut ke ruang chat bernama Remponger5.

Me: Kangen masa kita kuliah dulu. :(

Mata hitam Dian terpejam sebentar ketika memanggil kembali memori pertemuan pertama dengan kelima sahabatnya. Waktu itu mereka masih sama-sama mahasiswa baru Fakultas Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi Jakarta. Dian dan tiga orang sahabat yang lain mengambil jurusan yang sama, kecuali Raline.

Fokus Dian kembali beralih ke arah pintu gedung. Dia harus ke sana dulu, agar bisa mendapatkan informasi mengenai narasumber yang akan ditemui. Paling tidak mengetahui jadwal mengajar terlebih dahulu.

“Mudah-mudahan sih orangnya ada.” Dian kembali bermonolog ketika kaki terus melangkah menuju lobi.

Tiba di bagian administrasi, Dian menanyakan jadwal dosen politik Islam bernama Fajar Faizan. Petugas administrasi menginformasikan dosen tersebut memiliki jadwal mengajar pagi pukul 10.00. Berarti gadis itu harus menunggu dua jam, sebelum bisa berjumpa dengannya.

Sembari menunggu, Dian memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di koridor. Untuk mengisi waktu, ia kembali merogoh ponsel dari dalam saku dan melihat ruang chat Remponger5. Ternyata ruang obrolan sudah ramai. Gadis itu melepaskan tas ransel, kemudian diletakkan di atas paha. Dia membaca pesan balasan dari sahabat-sahabatnya.

Gigit: Kau sedang apa di sana, Di?

Keykey: Wah, mau cari jodoh ke kampus lo, Di? Gimana ikhtiar subuh lo kemarin?

In-In: Dian jadi ikutin saran Bang Daffa?

Keykey: Katanya sih gitu, nggak tahu jadi apa nggak.

Gigit: Macam mana ceritanya, Di? Kasih tahu kami semua.

Rara Kambing: Gue udah di Jakarta, Guys. Besok kita ketemu di tempat nongki biasa!

Senyum mengembang lagi di paras Dian ketika membaca pesan dari Raline. Akhirnya mereka bisa membentuk formasi lengkap setelah satu tahun.

Me: Besok gue cerita deh. Kita lengkap tuh semua.

Gigit: Serius kau?

Me: Serius gue, Git. Sekalian nih tanya pendapat lo semua.

In-in: Penasaran gue.

Keykey: Penasaran gue-1

Gigit: Penasaran gue-2

Rara Kambing: Penasaran gue-3

Dian tergelak menyadari tidak ada yang berubah dari keempat sahabatnya. Semua masih sama. Bahkan pola mengirim pesan juga sama. Sesaat kemudian perhatiannya tersita oleh sosok pria yang mengenakan kemeja berwarna biru laut dipadu dengan celana dasar berwarna hitam, melangkah di koridor. Jantung Dian kembali gaduh ketika melihat orang itu dengan saksama.

“Itu dia bukan sih?” bisiknya pelan.

Tatapan netra hitam bulat itu tidak beranjak dari pria tersebut. Penampilannya sangat berbeda dengan yang dilihat kemarin. Tidak ada peci menutup kepala, sehingga rambut model ivy league tersebut terlihat begitu saja. Tampak rapi menggunakan pomade, sehingga kening yang berukuran lebar terekspos dengan jelas.

“Ya ampun, lebih cakep lagi,” celetuk Dian tanpa sadar. Beruntung tidak ada mahasiswa di dekatnya.

Dian kembali mengantongi ponsel, lantas mencantolkan tas di pundak. Kedua tangan mengepal erat di samping tubuh, sebelum tarikan napas panjang terdengar dari sela hidung. Dengan tekad yang bulat, ia akhirnya bergerak mendekati orang yang ditunggu.

“Pak Fajar,” panggilnya nyaris tercekat. Ternyata rasa gugup membuat Dian menjadi sosok berbeda.

Pria bertubuh lebih tinggi 20 centimeter dari Dian, langsung menoleh. Kening berkerut ketika melihat perempuan yang berdiri tak jauh darinya. Sesaat kemudian, pandangan netra berbentuk almond itu menatap ke bawah.

“Maaf, ganggu Pak Fajar. Perkenalkan saya Dian, wartawan Yohwa.com and Magazine. Boleh minta waktunya sebentar?” kata Dian memperkenalkan diri seraya mendongakkan sedikit kepala, karena jarak tinggi yang jauh di antara mereka.

Pandangan Fajar kembali naik sebentar ke arah Dian. Tak lama turun lagi ke bawah. Pria itu diam beberapa saat seperti mengingat sesuatu.

“Saya minta maaf masalah dua hari yang lalu, Mbak,” ucapnya masih menundukkan pandangan.

Kening Dian berkerut bingung. “Kemarin? Emang kita pernah ketemu sebelumnya? Bapak kayaknya salah orang deh,” sahutnya mengibaskan tangan.

Kepala pria itu bergerak ke kiri dan kanan. “Saya tidak salah orang. Mbak pengemudi mobil yang tidak sengaja diserempet motor saya, ‘kan?”

Mata hitam kecil Dian membulat sempurna mendengar perkataan Fajar. Perlahan kelopaknya berkedip. Bibir tipisnya sedikit terbuka ketika menyadari satu hal.

“Ba-bapak ….”

“Saya yang menyerempet mobil Mbak dua hari lalu.” Fajar membenarkan dugaan Dian.

Rasa kesal terhadap si pengendara motor yang mengendap di hati beberapa hari terakhir, kini menghilang. Senyum lebar tercetak di paras bulat Dian ketika berpikir, Tuhan sudah merancang pertemuan mereka sedemikian rupa. Apalagi jika bukan berpikir mereka berjodoh.

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   EXTRA PART: Wedding Party, London I’am Coming

    Dian terkagum-kagum melihat keindahan gemerlap lampu di pinggir sungai Thames, London. Apalagi kerlap-kerlip lampu mobil yang menyeberangi London Bridge. Sudah lama ia tidak ke kota ini, tepatnya semenjak Raline dan Aaron mengadakan private wedding party di Green Park, London. Tidak banyak yang berubah, kota London masih tetap sama dengan kesibukan yang semakin padat.“Si Kambing pinter banget pilihkan apartemen buat kita,” gumam Dian menyandarkan kepala di dada bidang Fajar.“Raline, Dian. Nggak baik berikan julukan binatang sama orang,” tegur Fajar lembut di samping kepalanya.Fajar bisa melihat pantulan ekspresi wajah sang Istri di kaca kamar kondominium milik keluarga Brown. Tidak ada kesal di sana, hanya senyum lebar terulas di paras chubby Dian yang tidak mengenakan jilbab.“Habis dia kalau ngumpat pasti bilang Kambing. Makanya suka dijuluki Rara Kambing,” balas Dian mengenang asal mulai Raline d

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 42: Aku dan Kamu Menjadi Kita

    Fajar dan Dian berjalan bergandengan tangan setelah pulang dari masjid terdekat dari apartemen yang ada di daerah Cempaka Putih. Memakan waktu sekitar lima belas menit untuk sampai di sana. Pukul 03.00 pagi mereka sudah bangun, kemudian mandi junub. Yup, setelah menunaikan salat sunah, Fajar langsung membawa istrinya jalan-jalan. Dia tidak menduga wanita itu masih menjaga kesucian sampai menikah.Selesai mandi, mereka melaksanakan salat Tahajud berjamaah. Ini adalah pengalaman pertama bagi Dian salat diimami seorang pria di sepertiga malam terakhir. Rasanya begitu takzim. Sangat beruntung rasanya memiliki suami sesaleh Fajar. Terlebih pria itu membangunkannya dengan penuh kelembutan.“Bangun, Sayang. Kita salat Tahajud berjamaah dulu,” kata Fajar kemudian memberi kecupan di kening dan bibir Dian.Alhasil, Dian harus mandi pukul 03.00 agar bisa menunaikan salat sunah di malam hari. Haha!Gadis itu sempat terkejut ketika mendapati sosok tampan y

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 41: Apa yang Tidak Diketahui Dian

    POV FajarSeorang pria telah mengenakan atribut lengkap mengendarai motor. Jaket kulit berwarna hitam melekat di tubuh tinggi dan bidang miliknya. Begitu helm full face terpasang di kepala, tampak sepasang mata berbentuk almond berwarna cokelat di bagian terbuka. Setelah mencantolkan tas di pundak, ia menoleh sebentar ke arah ruang tamu.“Umi, Fajar berangkat dulu. Assalamu’alaikum,” ucapnya mengulang lagi kalimat pamitan. Padahal sebelum bergerak ke dekat pintu, ia sudah mengatakan kalimat serupa.“Wa’alaikum salam. Jangan lupa pulang ke rumah, Jar. Umi mau ngomong serius sama kamu,” sahut sang Ibu dari radius lima meter.“Insya Allah, Fajar pulang kok,” balasnya lagi.Sembari menimbang kunci motor di tangan, ia melangkah menuju garasi tempat kendaraan yang menemani perjalanan menuju tempat kerja. Begitu menaikinya, Fajar langsung menarik gas, sehi

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 40: Kamu yang Kutunggu

    Suasana ruangan di masjid mendadak hening, hanya suara bariton melafalkan kalimat ijab dengan lugas dan jelas yang menggema. Tak lama kemudian kata sah diucapkan oleh kedua saksi, setelah dipastikan terlebih dahulu oleh penghulu. Akad nikah diadakan di masjid dekat rumah Dian dan Fajar.Tampak kelegaan di wajah Dian yang sejak tadi tegang. Gadis itu mengucapkan kalimat syukur diiringi dengan tetes bulir bening di pipi. Allah begitu baik kepadanya, karena sudah mengabulkan doa yang dipanjatkan, agar dipersatukan dengan Fajar dalam mahligai pernikahan. Saat ini, pria tersebut telah resmi menjadi suaminya.Tubuh Dian berputar sedikit ke kanan memeluk erat sang Ibu yang menangis haru, karena putrinya telah melepas status lajang. Mereka berada di bagian jamaah perempuan yang masih dibatasi oleh tirai. Sesuai dengan permintaan Fajar, Dian tidak duduk di samping ketika akad nikah dilaksanakan.“Selamat datang di keluarga kecil Umi, Neng,” sambut Jamilah mem

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 39: Kamu adalah Pilihan Terbaikku

    Malam sebelum pernikahanDian sedang duduk di tempat tidur dengan laptop di pangkuan. Mata menatap serius layar yang menampilkan lima kotak yang berisi wajah Raline, Keysa, Ina, Gita dan dirinya. Malam ini Rempongers merayakan pesta bujangan satu-satunya wanita lajang di geng mereka. Kelima perempuan absurd tersebut sedang melakukan video conference di aplikasi Zoom.“Gimana hari-hari lo setelah jadi pengangguran, Di?” Keysa menjadi penanya pertama.“Not bad. Gue bisa punya me time. Nggak perlu kejar deadline lagi. Nggak terpapar sinar matahari lagi.” Dian memajukan wajah ke arah kamera, lalu menaikkan tangan. “Tuh lihat! Kulit asli gue jadi keluar ‘kan?”Ina mengangguk setelah mengamati paras sahabatnya. “Wajah lo juga sekarang lebih cerah, Di.”“Kau betul, Na. Bahagia kali rupanya sekarang si Dian,” imbuh Gita sembari memangku an

  • Mengejar Cinta Ustaz Tampan   BAB 38: Ujian Pertama

    Setiap hubungan pasti ada ujian yang harus dilewati. Tidak terkecuali dengan pasangan yang baru saja melakukan lamaran beberapa jam yang lalu. Bagaimana Dian bisa alfa dengan hal ini? Bukankah ia juga ikut mendengarkan penjelasan mengenai isi kontrak waktu itu?“Dian bego, kok bisa lupa sih?” gerutunya pada diri sendiri seraya menggetok kepala.Begitu Gatot dan Fajar keluar untuk mendiskusikan sesuatu, Dian duduk sendirian di ruang meeting, hingga Syukria datang. Gadis itu tidak henti menyalahkan diri, karena lupa dengan isi kontrak.“Udah, Kak. Jangan salahkan diri sendiri lagi. Nggak baik,” komentar Syukria menatap prihatin.Dian merebahkan kepala lesu di atas meja seraya beristighfar. Mata terpejam ketika embusan napas keras meluncur di sela bibir. Jika hal ini terjadi sebelum hijrah, mungkin ia akan mengeluh sejadi-jadinya. Namun sekarang, ia harus memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya dan Fajar.“Nggak usah kh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status