Share

Hubungan Bagas dan Shania merenggang

Seutas harapan sirna, ketika melihat sikap Bagas yang akhir-akhir ini tak lagi memperdulikannya. Padahal setiap hari cintanya semakin bertambah, otaknya sudah mulai dipenuhi dengan nama dan bayangan wajah laki-laki yang bernama Bagas. Mampukah ia menahan rasa itu sendiri? Karena ia menyangka cintanya bertepuk sebelah tangan.

Mereka berdua tak lagi saling menyapa. Bagas menjaga jarak dengan Shania, bukan karena cintanya sudah hilang, akan tetapi ia sedang menjaga perasaan Silmi. Ia sedang mengatur strategi untuk bisa menyatakan cintanya pada Shania, tak ingin perempuan yang dicintainya dianggap sebagai perusak hubungannya dengan Silmi. 

Meskipun Bagas tak lagi duduk satu meja dengan Shania, ia memantau gerak-gerik Shania. Kini Rendi yang menggantikan Bagas, duduk di sebelah Shania. Melalui Rendi, ia mengorek informasi tentang Shania. 

"Sudah dua minggu, elo putus dengan Silmi, kapan mau lo tembak si Shania?" tanya Rendi di ruang OSIS. 

"Santai dulu, gue gak mau nama Shania jelek di mata anak-anak. Gue mau buktiin antara gue dan Shania gak ada hubungan apa-apa, makanya gue sengaja pindah tempat duduk dan tidak menyapa Shania dulu. Gue cinta sama Shania, tapi bukan berarti harus terburu-buru nembak dia," jawab Bagas, sambil mengerjakan proposal pengajuan sponsor untuk keperluan Dies Natalies. 

"Bener juga lo, gue gak nyangka otak lo cerdas, dan gue salut dari elo adalah, lo bukan laki-laki murahan, yang gampang tembak sana tembak sini, Bro," ucap Rendi, memuji Bagas. 

"Hahaha, lo pikir gue play boy, apa? Kalo gue mau, gue terima tuh cewek-cewek yang nembak gue, si Rika, Rani, Laras, Mia, udah gak keitung lah, gue lupa juga nama-nama mereka. Sebenernya ada sih yang masuk kriteria gue, cuma gue udah terlanjur cinta sama Shania," ungkap Bagas. 

"Mantap, Bro, elo sih keterlaluan gantengnya," puji Rendi lagi. "Oh, iya, kabar Silmi gimana? Kayaknya, akhir-akhir ini gue jarang liat dia ngumpul sama kita," celoteh Rendi, sambil membantu pekerjaan Bagas. 

"Entahlah, gue belum hubungi dia lagi setelah kejadian waktu itu, gue bingung ngadepin dia, susah dimengerti, kayak anak kecil ngambekan," ungkap Bagas. "Yang bikin gue bertahan sama dia tuh, ya emang dia baik banget, tulus, dan mamanya yang super baik. Beliau kayak udah nyerahin si Silmi aja ke gue, padahal kan gue belom jadi suaminya. Kalo malam Minggu, mamanya yang nelepon gue buat ngapelin anaknya, di sana gue dijamu dengan makanan enak dan banyak," Bagas menambahkan. 

"Wiiih, enak dong lo, udah tinggal ijab qabul aja, hahaha," ucap Rendi, menggoda Bagas. 

"Enak apaan, gue maunya nikah sama Shania," ucap Bagas. 

"Ciyee, dalem banget cinta lo ke Shania," celoteh Rendi. 

"Entahlah, gue ngerasa kalo doi jodoh gue, makanya gue santai. lagi pula gue tau perasaan doi, jadi, ya akhirnya Shania pasti jadi milik gue," ungkap Bagas, percaya diri. 

* * *

"Shan, aku liat si Bagas udah gak pernah nyapa kamu lagi, ya?" tanya Astrid, sambil memasukkan sendok berisi mie goreng ke mulutnya, saat jam istirahat di kantin sekolah. 

"Iya, aku juga heran, perasaan gak punya salah apa-apa, tiba-tiba menjauh aja, padahal dulu dia antusias banget nyapa aku, sekarang aku kangen suaranya, kangen candanya, kangen perhatian-perhatian dia," jawab Shania, panjang lebar. 

"Sabar, ya, Shan, kalo jodoh gak kemana," ucap Astrid, menghibur sahabatnya. 

"Eh, bel masuk tuh, yuk buruan ke kelas," ajak Shania. 

"Bentar, Shan, belum abis nih mie gorengnya," kata Astrid, sambil mengunyah mie goreng, kesukaannya. 

Saat Shania berlari keluar dari kantin, saking terburu-burunya ia menabrak seseorang, hampir saja ia terjatuh. Ternyata orang yang ia tabrak adalah seorang siswa laki-laki, akan tetapi spontan laki-laki itu menangkap tubuh Shania, nyaris memeluk shania. Namun, Shania segera sadar dan menegakkan tubuhnya dan memberi jarak di antara mereka berdua. 

"Maaf, aku buru-buru jadinya nabrak kamu," sahut Shania. 

"Tidak apa-apa, namanya juga nggak sengaja, kan?" jawab laki-laki itu. Ia menatap Shania tajam, lalu memandang ke arah papan nama milik Shania. 

"Shania Artamevia, nama yang bagus, boleh kita kenalan?" tanya laki-laki itu, sambil mengulurkan tangannya. 

"Emh, iya, boleh," ucap Shania, lembut. 

"Namaku Egi Wiryawan, kelas tiga. Kelasku di situ," ucap laki-laki itu, memperkenalkan diri, dan mengarahkan telunjuknya ke arah kelas, tempat ia belajar. 

"Aku Shania, kelas dua. Kelasku di sebelah sana," kata Shania, memperkenalkan diri. "Aku ke kelas dulu ya, daaah," pamit Shania. 

"Oh, oke, sampai ketemu lagi!" teriak Egi, tapi Shania tidak menghiraukannya. Ia terus saja menatap Shania sampai perempuan itu hilang dari pandangannya. 

"Manis, feminin, suaranya lembut, dan lesung pipinya membuat senyumnya menawan," batin Egi. 

"Ciyeee, yang baru aja kenalan sama cowok ganteng! Hahaha," celetuk Astrid. 

"Apaan, sih, gara-gara kamu tuh makanya lama, jadi aku buru-buru, terus nabrak dia, deh," cecar Shania, memajukan bibirnya. 

"Tapi seneng kaan? Hahahah," goda Astrid. 

"Enggak, biasa aja, lebih ganteng Bagas, kok," jawab Shania, menanggapi.

"Emh, ciyee, yang tidak bisa pindah ke lain hati," celoteh Astrid lagi. 

"Sssssttt, ada orangnya," bisik Shania, saat Bagas masuk ke kelas. Mereka berdua seketika diam. Bagas melihat ke arah Shania dan Astrid, tanpa expresi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status