"Emmm ...." Tiba-tiba ada yang memanggil namanya. Suara Shania tercekat ketika menjawab pertanyaan Egi karena panggilan seseorang.
Sontak ia melihat ke arah datangnya suara.
"Bagas?" Seketika matanya melirik ke arah Egi, lalu berganti ke arah Bagas.
"Akhirnya kita ketemu di sini, ya, Shan." Bagas antusias.
"Emmm ... memangnya, kamu cari aku?" tanya Shania dengan wajah datar.
"Iya, dong. Aku masih nyariin kamu ke mana-mana," ucap Bagas sambil menarik kursi di seberang Shania dan duduk tanpa permisi.
"Ada apa?" tanya Shania melirik ke arah Egi yang ada di sampingnya.
Egi diam tak mengatakan apa pun. Ia bingung karena takut salah ucap. Egi cukup bijaksana menyikapi situasi seperti ini.
"Shan, aku ke toilet bentar, ya." Egi pamit kepada Shania.
Seorang siswa SMA tengah melangkahkan kaki menuju ruang kelasnya yang baru setelah menikmati libur kenaikan kelas selama dua minggu. Ia adalah Bagas, salah satu siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri di Bandung. Ia seorang laki-laki berwajah tampan, berkulit putih, berhidung mancung, dengan bibir berwarna merah delima. Ketampanannya yang mutlak membuat nyaris seluruh gadis yang ada di sekolahnya jatuh hati padanya.Tidak seperti siswa kebanyakan, ia termasuk siswa yang taat pada peraturan sekolah, tidak merokok dan tidak pernah macam-macam. Tepat sekali jika ia terpilih menjadi ketua OSIS. Banyak siswi yang mengaguminya, di mata mereka, Bagas adalah laki-laki yang sempurna nyaris tanpa cela.Remaja lelaki itu mulai memasuki ruang kelas yang telah diisi oleh banyak siswa dan siswi. Ia berhenti sejenak di depan kelas, mengedarkan pandangannya untuk mencari bangku yang kosong. Ia melihat ada satu bangku kosong yang tersisa dan orang yang d
"Kak Bagas teleponan sama siapa, ya?" batin Melati."Iya, aku duduk sama Shania, kan jumlah cewek di kelasku ganjil, terus kursi di meja Shania belum ada yang dudukin, kamu gak usah cemburuan gitu, Sil," kata Bagas diam sejenak mendengarkan pembicaraan Silmi. "Iya, aku pernah suka sama Shania, tapi itu dulu 'kan? Udah dulu, ya, aku mau makan siang, udah ditunggu sama tanteku di bawah." ucap Bagas, bicara di sambungan telepon yang kemudian didengar oleh Melati.Tiba-tiba Bagas keluar dari kamarnya, Melati sontak terkejut. "Mel, kamu ngapain di sini?" kata Bagas, sama terkejutnya dengan Melati."Emm … eng–gak, aku disuruh Mama, susulin Kakak buat makan siang bareng," jawab Melati gugup, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ya udah, ayo buruan ngapain masih di situ?"ucap Bagas, sambil menarik tangan Melati menuruni anak tangga."Ay
"Akan kujadikan bukti, Shania tidak bisa mengelak lagi," batin Bagas, tersenyum lebar."Hei, ngapain senyum-senyum sendiri? Dari tadi elo diem aja, sih? Padahal elo tadi yang paling semangat ngajakin kita ke sini?" cecar Rendi temannya Bagas, sambil menepuk bahunya"Ya ampun! Elo ngagetin gue aja! Ya, gue lagi nyimak kalian ngomong aja, masa semuanya ngomong? Siapa yang dengerinnya nanti? Hahaha," jawab Bagas, tertawa lepas.Semua orang yang ada di ruangan itu spontan melihat ke arah Bagas, termasuk Shania yang sedari tadi tidak menyadari kehadiran Bagas, karena lelaki itu memilih berdiri di belakang teman-temannya."Hai, Shania, gimana keadaan kamu? Kapan sekolah lagi? Jangan lama-lama sakitnya, ya. Di kelas gak seru kalo gak ada kamu." Bagas memberondong Shania dengan pertanyaan, sambil tersenyum manis."Iya, doakan saja aku cepet sembuh, ya," jawab Shan
Seutas harapan sirna, ketika melihat sikap Bagas yang akhir-akhir ini tak lagi memperdulikannya. Padahal setiap hari cintanya semakin bertambah, otaknya sudah mulai dipenuhi dengan nama dan bayangan wajah laki-laki yang bernama Bagas. Mampukah ia menahan rasa itu sendiri? Karena ia menyangka cintanya bertepuk sebelah tangan.Mereka berdua tak lagi saling menyapa. Bagas menjaga jarak dengan Shania, bukan karena cintanya sudah hilang, akan tetapi ia sedang menjaga perasaan Silmi. Ia sedang mengatur strategi untuk bisa menyatakan cintanya pada Shania, tak ingin perempuan yang dicintainya dianggap sebagai perusak hubungannya dengan Silmi.Meskipun Bagas tak lagi duduk satu meja dengan Shania, ia memantau gerak-gerik Shania. Kini Rendi yang menggantikan Bagas, duduk di sebelah Shania. Melalui Rendi, ia mengorek informasi tentang Shania."Sudah dua minggu, elo putus dengan Silmi, kapan mau lo tembak si Shania?" tanya Rendi di ruang OSIS."Sant
"Shan, kamu tau gak Bagas putus sama Silmi?" tanya Rendi, sambil mengerjakan tugas dari Guru Matematika."Wah, beneran, Ren? Kok aku gak tau, sih," jawab Shania, melihat ke arah Rendi."Sebulan yang lalu mereka berantem gara-gara cemburu sama kamu," terang Rendi."Kok gara-gara aku?! Aku gak ngapa-ngapain, loh," jawab Shania heran."Iya, jadi Silmi tau kalo Bagas suka sama kamu, dan duduk sebangku sama kamu," terangnya lagi."Oh, pantesan akhir-akhir ini Bagas gak nyapa aku sama sekali, jadi gitu, ya, masalahnya?" kata Shania, menghentikan kegiatannya yang sedang mengerjakan tugas."Iya, sebetulnya dia udah mau nembak kamu, cuma dia nunggu waktu yang tepat," kata Rendi, menjelaskan."Serius? Emangnya tau dari mana?" tanya Shania."Lah, tiap hari dia curhat sama aku," ucap Rendi.***Ucapan Rendi terus terngiang di telinga Shania, hatinya kini berbunga-bunga bag
[Assalamu'alaikum, Nak Bagas. Apa kabar? Mama mau mengadakan syukuran ulang tahun Silmi, boleh Mama minta bantuan Nak Bagas untuk mengisi acaranya Silmi? Menjadi pembawa acara dan membaca beberapa ayat Al-qur'an?] pesan dari mamanya Silmi. [InsyaAllah, Ma, Bagas bisa.] [Terima kasih, ya, Nak, Mama senang sekali.] [Sama-sama, Ma, Bagas juga senang bisa bantu Mama.] [Nanti ngobrol saja dengan Silmi lebih detailnya, ya, Nak.] [Baik, Ma.] Bagas bingung, sebetulnya sudah ada janji dengan Shania untuk mengantarnya ke toko buku, akan tetapi Bagas tak dapat menolak permintaan mamanya Silmi. "Bagaimana, ini? Shania pasti ngambek lagi," batin Bagas, sambil mengusap wajahnya dengan kasar. [Shan, aku minta maaf sebelumnya, sepertinya aku gak bisa mengantarmu ke toko buku besok, boleh kita pending dulu, gak? Minggu depan mudah-mudahan bisa.] [Memangnya kenapa? Kamu ada acara?] [Mamanya Silmi minta a
Satu tahun kemudian.Meskipun hubungan mereka sering tidak akur, entah bagaimana mereka tidak bisa berpisah satu sama lain. Bagas mencintai Shania, meskipun ia terus menyakiti wanitanya. Shania tidak menyangka hubungannya dengan Bagas akan seperti ini, jauh dari apa yang dibayangkan olehnya."Kenapa sih aku ngeliat orang pacaran, ceweknya diperlakukan seperti ratu? Beda sama aku, kok gak ngerasa jadi ratu, ya?" celetuk Shania pada Astrid, yang kebetulan melanjutkan pendidikan di Universitas yang sama. Yaitu Universitas Pendidikan Indonesia, mereka bercita-cita menjadi seorang guru."Masa, sih, bukannya Bagas sayang banget sama kamu?" jawab Astrid, heran."Iya, aku gak habis pikir, Bagas masih aja sering ke rumah Silmi, bahkan mengorbankan aku," kata Shania, sedih."Lalu?" tanya Astrid."Satu sisi aku cape, sisi lain aku masih sayang sama dia," jawab Shania."Aku ngerti banget Sha
Perasaan Bagas hancur karena pertunangan Silmi, ia baru sadar ternyata dalam hatinya masih menyimpan sisa cinta untuk Silmi. Kesedihan yang justru membuatnya memutuskan kisah kasihnya dengan Shania.Lelaki tampan nan rupawan itu, kini sedang putus asa, seolah ia kehilangan separuh jiwanya. Namun, seharusnya ia tidak egois seperti ini, padahal ada perempuan yang mencintainya sepenuh hati. Ia menyia-nyiakan cinta Shania.Tok ... Tok ... Tok"Kak Bagas, makan yuk! Di panggil Mama, tuh," teriak Melati dari balik pintu kamar Bagas."Masuk," jawab Bagas, bermalas-malasan."Ih, tumben kamarnya berantakan? Trus kenapa Itu muka kusut banget, Kak," berondong Melati, sambil melihat sekeliling kamar Bagas, lalu duduk di atas kursi tempat Bagas belajar."Lagi males beresin. Kamu duluan makan aja, bilang sama Tante aku sudah kenyang. tadi sore sudah makan ditraktir teman," jawab Bagas, asal."Kakak, kenapa, sih? Gak biasanya