Share

Bagas menyatakan cinta pada Shania dengan puisi yang indah

"Shan, kamu tau gak Bagas putus sama Silmi?" tanya Rendi, sambil mengerjakan tugas dari Guru Matematika. 

"Wah, beneran, Ren? Kok aku gak tau, sih," jawab Shania, melihat ke arah Rendi. 

"Sebulan yang lalu mereka berantem gara-gara cemburu sama kamu," terang Rendi. 

"Kok gara-gara aku?! Aku gak ngapa-ngapain, loh," jawab Shania heran. 

"Iya, jadi Silmi tau kalo Bagas suka sama kamu, dan duduk sebangku sama kamu," terangnya lagi. 

"Oh, pantesan akhir-akhir ini Bagas gak nyapa aku sama sekali, jadi gitu, ya, masalahnya?" kata Shania, menghentikan kegiatannya yang sedang mengerjakan tugas. 

"Iya, sebetulnya dia udah mau nembak kamu, cuma dia nunggu waktu yang tepat," kata Rendi, menjelaskan. 

"Serius? Emangnya tau dari mana?" tanya Shania. 

"Lah, tiap hari dia curhat sama aku," ucap Rendi. 

***

Ucapan Rendi terus terngiang di telinga Shania, hatinya kini berbunga-bunga bagaikan taman di musim semi. Ternyata Bagas masih mencintainya, bahkan ia menunggu waktu itu tiba seperti yang dikatakan Rendi di sekolah saat pelajaran matematika. 

Ia membayangkan sesuatu yang indah tentang kebersamaannya dengan Bagas, melamun sendirian di kamarnya sambil memeluk bantal. Tiba-tiba Shania dikejutkan oleh suara ponsel yang berbunyi, tanda pesan W******p masuk.

[Assalamu'alaikum Shania, lagi ngapain? Aku ganggu gak?] pesan dari Bagas. Bibir Shania mengembang dan semangat untuk membalasnya. 

[Waalaikumsalam Bagas, aku lagi santai. Ada apa Bagas?]

[Shan, kamu sudah tau aku putus dengan Silmi?] 

[Iya, aku tau dari Rendi.] 

[Kamu seneng gak?]

[Kok, kamu nanya gitu?]

[Hahaha, emangnya pertanyaanku salah? Ya sudah, gak usah dijawab, aku tau jawaban kamu.]

[Yeee, sok tau, emangnya apa jawaban aku?]

[Kamu seneng, 'kan, aku putus dengan Silmi?] 

[Ih, aku gak ngomong gitu, ya.]

[Hahahah, oh iya, besok dateng lebih pagi, ya. Ada yang mau aku omongin sama kamu, bisa kan?] 

[Tentang apa? Kasih bocoran dong.] 

[Ada, deh, surprise pokoknya.]

[Oh ya udah, mudah-mudahan besok bisa, ya.]

[Harus, pokoke aku tunggu jam 06.30, ya.]

[Oke, ya sudah, sampe besok ya, aku ngantuk, nih.]

[Iya, selamat bobo, Shania! Mimpi indah.]

[Iya, kamu juga, ya.]

Berbalas pesan telah berakhir, padahal mereka sama-sama tak bisa tidur. Setiap Shania memejamkan mata, justru bayangan Bagas semakin jelas. Selalu mengikuti ke mana pun Shania pergi. Begitu juga dengan Bagas, Shania selalu terbayang-bayang dalam ingatannya. 

* * *

Keesokan harinya, Bagas benar-benar datang lebih pagi dari biasanya, ia sedang menyiapkan rencana, dibantu oleh Rendi dan teman-temannya. Ada yang bertugas memberi komando jika Shania sudah datang, ada yang memainkan gitar untuk mengiringi puisi. Mereka bersiap untuk menyambut Shania di balik pintu. 

"Guys, target sudah mendekat, siap-siap!" Cecep memberi komando, melihat dari kaca jendela.

"3 ... 2 … 1 ...," kata Cecep memberi aba-aba. Shania masuk, Bagas mulai membaca puisi, sedangkan Rendi memetik gitar. 

Duhai Tuan Putri, bolehkah aku mengisi hari-harimu dengan cinta? 

Duhai kekasih hati, bolehkah aku menjadi raja di hatimu?  

Tahukan engkau bidadariku, sedalam apa rasa cintaku padamu? 

Jangan pernah ragu, karena begitu banyak saksi tentang tulusnya cintaku. 

Seandainya burung dapat bicara, ia akan bercerita kepadamu. 

Bahwa cintaku tidak akan pernah berhenti, seperti matahari yang selalu menyinari bumi.

"Shania, aku sayang kamu, maukah kamu jadi pacarku? Terimalah bunga ini, Shania," Bagas menambahkan, mereka berhadapan disaksikan teman-teman satu kelas. Riuh, mereka bersorak sorai. 

"Te–ri–ma ... te–ri–ma ...." ucap teman-teman termasuk Astrid dan Rendi sambil bertepuk tangan. Shania memandang mereka, dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. 

Shania terdiam dan bepikir, betapa Bagas sudah menyiapkan ini semua untuknya, dukungan teman-teman yang membuat ia terharu. Tak ada alasan untuk menolak. 

"Bagaimana, Shania? tanya Bagas membuyarkan lamunan Shania. Sedetik kemudian Shania menjawab, "Baiklah, aku terima." Tangannya mengambil bunga yang Bagas berikan sedari tadi. 

"Alhamdulillah, terima kasih, Shania," ucap Bagas, sambil mencium tangan Shania dengan lembut. 

"Sama-sama," jawab Shania, tersenyum manis sekali. 

Teman-teman mereka bertepuk tangan. "Sah," celetuk salah satu teman laki-laki yang kocak. Semuanya pun tertawa lepas. 

Teng ... teng ... teng ...!

Tiba-tiba bel berbunyi tanda pelajaran akan segera dimulai. Semua siswa bersiap untuk belajar, hanya Bagas dan Shania yang tidak siap, hati mereka berdegup lebih kencang dari biasanya, rasa bahagia dan jatuh cinta, terlebih kini mereka kembali duduk berdekatan pada meja yang sama. 

Saat ibu guru sedang menjelaskan, sesekali mereka saling memandang, dan tersenyum. Mereka benar-benar tidak bisa konsentrasi.

"Hei, kalian berdua dari tadi Ibu perhatikan senyum-senyum terus, kalian kenapa? Bagas, pindah tempat duduk," ucap bu guru, tegas.

"Baik, Bu," jawab Bagas, sambil bergerak melangkah ke kursi yang ada di sebelah Cecep. 

"Kasian deh, loe, di suruh pindah," ejek Cecep pada Bagas. Bagas hanya tersenyum menanggapinya. 

Berita tentang Bagas dan Shania sudah tersebar ke seluruh penjuru sekolah, pasalnya Bagas memang siswa nomor satu di sekolah, apa pun tentangnya akan langsung diketahui semua siswa, bahkan guru-guru. 

Sejak saat itu, banyak yang penasaran kepada sosok yang bernama Shania, kenapa Bagas memilih Shania? Secantik apa Shania? Itulah tanggapan beberapa siswa dan siswi di sekolah. 

Sebagai ketua OSIS dan juga sebagai pelajar, tentu Bagas sangat sibuk, ia harus pandai membagi waktu di antara semua kegiatannya, belum lagi memiliki pacar tak seindah yang dibayangkan sebelumnya. 

Shania perempuan perfeksionis, segala sesuatu ingin sempurna seperti keinginannya. Mood-nya mudah berubah ketika Bagas tidak memenuhi kriteria sebagai seorang kekasih. Akan tetapi, sesungguhnya semua keribetan yang Shania ciptakan adalah bukti bahwa ia menjalani hubungan bersama Bagas dengan serius. Namun, Bagas tidak menyadari kesungguhan cinta Shania. 

Bagas merasa kewalahan karena Shania selalu membuatnya serba salah, berbeda ketika ia menjalin hubungan dengan Silmi, semua berjalan dengan baik, perempuan yang tidak begitu ia cintai, tapi setidaknya tidak sering membuat Bagas stress. 

Hubungan Bagas dengan Shania tidak berjalan mulus, meskipun cintanya begitu besar pada Shania, tapi ia lelah dengan sikap Shania yang kritis, rewel, dan tidak kalah manja dengan Silmi. 

"Gue cinta sama Shania, tapi gue lebih pusing hadapin dia, daripada hadapin Silmi, Ren," curhat Bagas pada Rendi. 

"Sabar, Bro, justru karena lo cinta banget sama dia, lalu lo peduli sama rewelnya dia, jadi lo emang lebih ribet. Coba lo sama Silmi, gak peduli kan dia mau protes gimana juga, lo biasa aja," jawab Rendi menanggapi. 

"Iya juga, sih, bener juga lo. Trus gue harus bertahan sama dia? Sedangkan dia sering bikin gue cape, dia ribet orangnya, gak fleksibel," sahut Bagas serius. 

"Ya, gue, sih, gak bisa kasih pendapat, masalahnya lo yang jalanin, pikirin lagi aja, Gas, gue dukung lo apa pun keputusan lo. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status