Napas Aeris tercekat, jantungnya pun berdetak hebat karena Leon menatapnya dengan lekat dan penuh minat. Apa Leon menginginkannya? Sekarang?Leon perlahan mendekat, tapi Aeris malah mendorongnya."Kenapa sih, Sayang?" tanya Leon kesal karena gairahnya sudah di atas puncak."Aku belum mandi, kamu pasti juga belum mandi, kan?""Lalu kenapa kalau kita belum mandi? Apa kita bercinta saja di kamar mandi seperti kemarin?"Kedua mata Aeris sontak membulat mendengar ucapan Leon barusan. Leon gemas sekali melihatnya.Aeris refleks memukul kepala Leon. "Jangan bercanda!" Leon malah terkekeh. "Aku serius, Sayang. Lagi pula bercinta di kamar mandi rasanya lebih menantang."Wajah Aeris sontak bersemu merah, mengingat kemarin pagi mereka bercinta di kamar mandi. "Ki-kita bercinta di sini saja," ucapnya malu-malu.Leon tersenyum penuh kemenangan. "Baiklah, kita bercinta di sini setelah bercinta di kamar mandi."Mulut Aeris sontak menganga lebar. Leon pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Di
"Gadis bodoh! Apa kau ingin mati, hah?" Sebuah umpatan kembali diterima Alea. Gadis itu nyaris tertabrak mobil karena kurang hati-hati saat menyeberang."Tabrak saja, aku memang ingin mati!""Gadis gila!" Pengguna jalan itu memilih masuk kembali ke dalam mobilnya. Lagi pula percuma saja dia meladeni Alea karena emosi gadis itu sedang tidak stabil."Argh! Kenapa tidak ada mobil yang mau menabrakku?" teriak Alea kalap. Gadis itu ingin sekali mengakhiri hidupnya. Lagi pula percuma saja dia hidup karena orang-orang yang dia sayangi kini tidak pernah memedulikannya lagi.Leon, Azura, Kris, Kai, dan Brian. Mereka tidak lagi peduli pada dirinya sejak Aeris mucul di kehidupannya.Aeris .…Wanita itu telah menghancurkan impian dan merampas semua kebahagiaannya. Dia dan Leon sekarang pasti sudah hidup bahagia jika Aeris tidak pernah hadir di antara mereka.Sebuah sedan hitam melaju cepat dari arah kanan. Bukannya minggir, Alea malah berlari ke tengah jalan. Gadis itu ingin mengakhiri semuanya.
Among Cafe tidak banyak berubah sejak terakhir kali Leon mengunjungi tempat makan yang sering didatangi anak muda tersebut. Tepatnya lima tahun lalu, saat dia dan Alea masih memakai seragam putih abu-abu.Leon sedari tadi hanya diam, memperhatikan Alea yang begitu lahab menyantap makanannya. Gadis itu seperti tidak pernah makan selama berhari-hari."Kamu tidak memesan sesuatu?" Leon menggeleng."Kenapa?""Istriku sudah masak di rumah."Alea meringis karena ada sesak yang menyelip di dalam dadanya setelah mendengar ucapan Leon barusan. Mantan kekasihnya itu terlihat sangat mencintai Aeris. Leon bahkan terus memerhatikan ponselnya sambil tersenyum. Sepertinya Leon sedang berbalas pesan dengan Aeris.Seharusnya dia yang berada di posisi Aeris. Menerima seluruh perhatian dan kasih sayang dari Leon. Andai saja Azura tidak pernah merebut Kris dari Aileen, dia sekarang pasti sudah menjadi istri Leon dan hidup bahagia bersama anak mereka."Apa masih lama?" tanya Leon setelah melihat jam yang
Aeris menghela napas panjang setelah menerima telepon dari Azura. Entah sudah berapa kali wanita paruh baya itu mengatakan jika merindukan Alea karena sudah hampir dua Minggu Alea tidak pulang ke rumah. Azura tidak tahu Alea berada di mana. Aeris pun terus mencoba menghubungi Alea, tapi nomor gadis itu selalu tidak aktif."Kamu di mana, Alea?" Aeris menatap nanar layar ponselnya. Dia sama khawatirnya seperti Azura. Apa Alea pergi dari rumah karena dirinya?Aeris kembali menghela napas panjang. Inilah yang dia takutkan jika tetap mempertahankan pernikahannya dengan Leon. Aeris takut terjadi sesuatu yang buruk dengan Alea. Bagaimana jika gadis itu melakukan hal yang berbahaya? Bunuh diri misalnya. Aeris mengusap wajah kasar. Jangan sampai hal itu terjadi. Dia akan mencari Alea agar Azura tidak khawatir lagi."Kamu mau pergi ke mana, Aeris?" tanya Anne karena melihat istri Leon itu membersihkan meja kerjanya."Aku mau nyari Alea.""Untuk apa kamu mencari gadis itu?" Raut wajah Anne terl
Krishna dan sang kakak kompak menoleh. Embusan napas lega sontak lolos dari bibir keduanya karena Aeris sudah sadarkan diri."Iya, Nona. Menurut pemeriksaan saya Anda sedang hamil. Saya akan memberi surat rujukan ke dokter kandungan jika Anda ingin memeriksakan lebih lanjut."Aeris mengusap perutnya yang masih datar. Kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipinya. Air mata bahagia. Akhirnya Tuhan mengabulkan doa yang selalu dia panjatkan dan Leon selama ini. Sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. Aeris berjanji akan merawat calon buah hatinya dengan baik sampai lahir ke dunia.***Aeris mengusap sudut matanya yang berair ketika melihat hasil foto USG janinnya yang masih berumur empat Minggu. Calon buah hatinya terlihat begitu kecil. Seperti biji kacang. Aeris begitu terharu melihatnya. Dia tidak sabar memberitahu Leon jika sekarang ada kehidupan baru yang tumbuh di dalam rahimnya. Buah cinta mereka.Aeris pun mengeluarkan ponselnya dari tas karena ingin menelepon Leon.
"Alea!" Wajah Aeris sontak mengeras. Kedua tangannya mengepal kuat hingga membuat kuku jarinya memutih karena menahan amarah."Jika saja Kak Aeris tidak pernah mucul, Alea pasti sudah menikah dengan Leon!" ucap Alea lantang. Amarah terpancar jelas dari kedua sorot matanya yang menatap Aeris tajam."Alea menyesal telah mendonorkan darah untuk Kak Aeris. Seharusnya Alea biarkan saja Kak Aeris sekarat waktu itu."Air mata itu jatuh begitu saja membasahi pipi Aeris. Hatinya benar-benar sakit mendengar ucapan Alea barusan. Benarkah Alea adik tirinya? Kenapa Alea tega sekali berkata seperti itu pada dirinya?"Apa maumu, Alea? Apa kamu mau kakak mengembalikan darah yang telah kamu berikan?"Alea menyeringai. "Kembalikan Leon padaku.""Alea!" Aeris tanpa sadar menampar Alea dengan cukup keras. Sedetik kemudian dia menyesali perbuatannya."Ma-maaf. Maafkan kakak, Alea. Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Aeris terdengar khawatir.Alea meringis merasakan nyeri yang menjalari pipi kanannya. "Kak Aeri
Aeris menarik napas dalam-dalam, tapi hal itu tidak bisa mengurangi sesak yang menghimpit di dalam dadanya. Terlalu banyak kenangan yang Aeris lalui bersama Leon di apartemen tersebut.Mereka pernah tertawa bersama. Menghabiskan malam bersama. Saling berbicara dan berbagi cerita. Menikmati senja dan secangkir teh panas di balkon kamar. Semua kenangan itu terlalu indah untuk Aeris lupakan. Dia akan menyimpan kenangan tersebut dengan baik dalam ingatan.Sedikit pun Aeris tidak pernah menyangka hal yang selama ini dia takutkan akhirnya kejadian. Pernikahannya dan Leon hancur seperti pernikahan kedua orang tuanya. Rumah tangga mereka hanya bertahan selama lima bulan. Terlalu singkat. Namun, Aeris tidak mempunyai pilihan karena dia hanya ingin membahagiakan Alea meskipun apa yang dia lakukan menyakiti Leon.Aeris sepenuhnya menyadari Leon pasti akan kecewa pada dirinya, bahkan mungkin membencinya karena dia tidak bisa menepati janji yang telah dia ucapkan. Janji untuk tidak pergi meninggal
Leon memutuskan untuk kembali ke kamar. Mungkin saja Aeris sedang berada di kamar mandi, pikirnya."Aeris Sayang. Apa kamu di dalam?" tanyanya dari balik pintu kamar mandi.Lagi-lagi Aeris tidak menjawab."Sayang?" ulangnya lagi.Tetap tidak ada jawaban. Leon pun memutuskan untuk memutar kenop pintu yang ada di hadapannya. Dia sangat terkejut karena Aeris tidak ada di dalam kamar mandi.Perasaan Leon mendadak tidak tenang. Dia akhirnya mencari Aeris di seluruh apartemen, tapi istrinya itu tidak ada.Leon mengusap wajah kasar. Perasaannya semakin tidak tenang karena Aeris tidak bisa dihubungi. Ponsel Aeris tidak aktif. Leon pun mencoba untuk menelepon Anne, tapi wanita yang sedang dekat dengan Sean itu tidak tahu istrinya berada di mana."Aku tidak tahu Aeris ada di mana. Apa terjadi sesuatu? Kalian bertengkar?""Ah, tidak ada apa-apa. Hubungan kami baik-baik saja. Terima kasih Anne, maaf mengganggu." Leon menarik napas panjang agar perasaannya menjadi lebih tenang, tapi hal itu tidak