Share

Menikah Jalur Orang Dalam
Menikah Jalur Orang Dalam
Penulis: A. Senandika

Berita Tak Diundang

"Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai, nurut Emak pangkal masuk surga." —Single yang bosan ditanya kapan nikah.

Binar baru saja selesai menulis bab baru untuk novel barunya ketika ponselnya bergetar. Ibu, lagi. Sebagai putri semata wayang, ia sudah bisa meramal topik yang akan dibahas sore ini, dan sore-sore berikutnya. Sebagai penulis, ia bisa menebak tiap perkataan dan mengimajinasikan raut wajah Ibu di balik teleponnya, dengan jelas sekali.

"Halo, Nak. Gimana kabarnya?" tanya Ibu di seberang telepon.

"Baik, Bu. Ibu sendiri gimana? Maaf ya, Bu, belum bisa menelepon seminggu ini. Ibu tahu sendiri, kan, aku kalau lagi ngejar deadline nulis kayak gimana," jawab Binar diisi perasaan bersalah. Terikat kontrak menulis dengan penerbit major membuatnya sibuk bukan kepalang, sampai tidak sempat untuk menelepon Ibu.

"Enggak papa, Nak. Ibu paham, kok. Tapi Minggu ini kamu bakal pulang kan, ya? Kamu sudah tidak pulang sebulan lebih, padahal tempatmu tinggal masih satu kota sama rumah di sini. Apa kamu enggak kangen? Bapak aja sudah nanyain kamu."

"Minggu ini, Bu?" Binar menimbang-nimbang. Tidak ada salahnya untuk pulang sebentar, melepas kangen dengan Ibu dan Bapak di rumah. Urusan menulis masih bisa diatur. "Sepertinya bisa, Bu."

"Ya sudah, kalau gitu Ibu sama Bapak tunggu di rumah, ya," ujar Ibu sembari menutup telepon.

Binar menutup ponselnya. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh namun tidak tahu apa. Tunggu, tumben Ibu tidak menanyakan soal kapan aku nikah? Pikirnya. Tapi masuk akal juga sih, mungkin Ibu sudah lelah bertanya setelah bertahun-tahun menerima jawaban yang sama: 'masih sibuk menulis, Bu.'

Itu yang selalu dikatakan Binar ketika ditanya Ibu dan anggota keluarga lainnya tentang menikah. Walaupun kelihatannya bukan alasan yang kuat, setidaknya cukup untuk memutus percakapan yang enggan ia bicarakan.

Meskipun setelahnya ada saja yang melanjutkannya dengan kalimat seperti, "Nanti kalau jadi perawan tua gimana? Kamu enggak takut?" "Buruan cari laki, nanti kalau udah tua enggak ada yang mau, lo!" "Nikah jangan ketuaan, nanti susah punya anak emangnya kamu mau?"

Masalahnya, pernikahan tidak pernah terpikirkan oleh Binar, punya anak apalagi. Namun, ia tak pernah berani menyebutnya secara terang-terangan mengingat pemikiran keluarganya yang cenderung konservatif.

Ia khawatir, bisa-bisa keputusannya ini menimbulkan perpecahan di keluarganya, lalu berakhir dengan munculnya gosip-gosip aneh.

Binar merasa cukup hanya dengan kehidupannya yang sekarang. Sangat cukup, bahkan. Waktunya sudah habis untuk menulis, pulang untuk memasakkan makanan dan mengobrol dengan Ibu dan Bapak yang sudah lanjut usia, bermain bersama keponakan-keponakannya ketika berkunjung ke tempat tinggal ketiga abangnya yang jaraknya saling berjauhan, berkunjung ke rumah sahabatnya, dan tidak lupa, menyisakan waktunya untuk 'quality time' dengan diri sendiri. 

Quality time dengan diri sendiri, atau yang biasa disebut 'me-time', adalah salah satu cara untuk membuat pikirannya tetap waras setelah ditagih oleh Bapak Editor yang sedikit-sedikit galak.

Me-time ini bisa dilakukan dengan olahraga, nonton bioskop, makan menu enak (dan mahal!) di restoran favorit, dan makan dessert yang banyak, semua ini tentunya dilakukan oleh, dari, dan untuk Binar seorang.

Ngomong-ngomong soal me-time, Binar jadi ingat kalau belum makan dari pagi. Sambil memijit kepalanya yang mulai pusing karena setengah harinya dihabiskan di depan layar komputer, Binar memutuskan untuk beranjak dari kursinya dan hendak ke dapur.

Oh, memasak juga salah satu agenda me-time ala Binar. Menurutnya, memasak membuat pikirannya lebih jernih dan terpusat pada masa kini, membuat pikirannya beristirahat tanpa berisik soal imajinasi-imajinasinya yang seringkali susah untuk berhenti.

Setelah selesai memasak nasi, sayur capcay, menggoreng ayam kuning yang sudah diungkep pada malam sebelumnya, dan mulai menatanya di meja makan di ruang makan yang tidak begitu luas, terdengar suara bel dari pintu masuk. Binar menghampiri ke arah suara dan kemudian membuka pintu, muncul kedua sahabatnya—yang kini menjadi sepasang suami-istri—bersama anaknya yang mungil. 

Wajah keduanya tidak bisa terbaca oleh Binar. Raka, yang tengah menggendong Aksa, anaknya yang sudah terlelap, hanya tersenyum tertahan, ingin segera melepas tawa. Nila, berdiri di sebelah Raka, juga menunjukkan raut wajah yang sama, hanya saja dengan pandangan yang sedikit usil. 

"Dilihat dari mukanya, kayaknya ini anak enggak tahu apa-apa, deh," ujar Nila pura-pura berbisik pada Raka, memulai pembicaraan setelah keduanya duduk berhadapan dengan Binar di meja makan yang hanya cukup untuk 4 kursi, meninggalkan Aksa yang sedang sibuk dalam mimpi tidurnya di kamar Binar.

"Iya lah, kalau ini anak tahu, pasti sekarang sudah panik parah," balas Raka, juga pura-pura berbisik.

"Tahu apa?" tanya Binar polos, yang disambut dengan raut muka kedua sahabatnya yang semakin usil. 

"Kita boleh bocorin enggak, sih, beb?" tanya Nila, semakin gemas.

"Kasih tahu apa?" tanya Binar, masih sabar.

"Jangan dulu, nanti dia juga tahu sendiri," jawab Raka sekenanya.

"Astaga, Raka Adiyaksa Agung Pramana, Nila Kamala, tolong ya, kalian ini lagi ngomongin apa?" tanya Binar mulai kehilangan kesabaran.

Raka dan Nila saling berpandangan, seakan-akan sedang mengirim sinyal ke satu sama lain tentang siapa yang akan memberitahu Binar perihal berita paling mengejutkan dan terpanas yang baru saja mereka dengar siang tadi.

"Kamu akan dijodohin, Nar," jawab Nila, singkat dan ragu.

"Haha, ya elah, emangnya aku bakal percaya?" balas Binar seraya tertawa. "Udah, deh, kalian jangan suka mengarang bebas, biar aku saja yang suka mengarang bebas," lanjutnya, bercanda.

Namun, tampak air muka Raka dan Nila yang mulai diam dan serius, membuat Binar merasakan sesuatu yang tidak enak.

"Oke, kalau emang benar, kalian kata siapa? Kalian dapat info ini dari mana? Kok aku enggak tahu? Kok kalian bisa tahu?" Binar mulai memburu kedua sahabatnya dengar pertanyaan. "Tunggu, sebelum kalian jawab yang tadi, emangnya aku mau dijodohin sama siapa?"

"Kamu bakal dijodohin sama Mas Banyu, Binar," terang Raka kalem.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status