Home / Romansa / Menikah Karena Visa / BAB 147 : Ciuman Pertama

Share

BAB 147 : Ciuman Pertama

Author: Kim Hwang Ra
last update Last Updated: 2025-09-04 23:33:28

Televisi menayangkan sebuah film romantis. Elena tadinya tenang saja, mengunyah potongan buah sambil sesekali tertawa kecil melihat tingkah konyol karakter di layar. Daniel juga ikut santai, sampai film tiba-tiba masuk ke adegan utama: dua tokoh saling menatap, lalu perlahan mendekat untuk berciuman.

Suasana ruang tamu sontak berubah.

Daniel yang sedang mengunyah hampir tersedak, buru-buru meneguk air mineralnya. “Eh—uhuk—”

Elena spontan melirik, lalu mengerutkan kening. “Kamu kenapa?”

“Enggak... nggak apa-apa.” Daniel cepat-cepat memalingkan wajah, seolah lebih tertarik melihat remote TV daripada layar.

Elena sendiri mencoba bersikap biasa, tapi pipinya mulai terasa hangat. Matanya kembali ke televisi, namun jari-jarinya tanpa sadar memainkan potongan apel di mangkuk. Tangannya kaku, seperti bingung harus melakukan apa.

Adegan di layar semakin intens. Daniel akhirnya tak tahan, ia menunduk pura-pura sibuk mengusap kepala Tango yang tidur di bawah sofa. “Film ini... draman
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Menikah Karena Visa   BAB 153 : Bayangan Masa Lalu

    Sore itu suasana apartemen terasa sunyi. Elena masuk lebih dulu, menaruh tasnya di sofa. Beberapa menit kemudian pintu kembali terbuka—Daniel. Namun, lagi-lagi ekspresinya datar. Dia hanya melepas sepatunya, meletakkan tas, lalu langsung menuju kamar tanpa banyak bicara. Elena yang masih duduk di sofa akhirnya berdiri. Hatinya sudah nggak tahan lagi. “Daniel,” panggilnya pelan. Daniel berhenti, tapi tidak langsung menoleh. “Ada apa?” suaranya dingin. Elena menggigit bibir bawahnya. “Kamu kenapa, sih? Dari tadi pagi sikap kamu aneh banget. Apa aku salah ngomong? Atau… aku bikin kamu nggak nyaman?” Daniel akhirnya menoleh. Tatapannya tajam tapi juga… terluka. “Kalau kamu nggak mau jujur sama aku, setidaknya jangan bikin aku merasa kayak orang bodoh, Elena.” Elena tertegun. “Maksudnya apa?” Daniel menarik napas panjang, menahan emosinya. “Cincin itu.” Deg. Jantung Elena langsung berdegup kencang. Dia refleks memegang kantong celananya, menyadari Daniel pasti sudah t

  • Menikah Karena Visa   BAB 152 : Adi Lagi?

    Setelah insiden itu, Elena memilih langsung kembali ke ruang kerjanya. Wajahnya tampak tenang, sibuk menyalakan laptop dan membuka dokumen yang tadi tertunda. Daniel menyusul beberapa menit kemudian, pura-pura biasa padahal pikirannya masih dipenuhi bayangan kotak cincin yang ia lihat di tas Elena. Hari berjalan normal. Mereka kembali bekerja seperti biasa, berdiskusi soal laporan, hingga rapat kecil bersama tim. Elena tampak fokus, sementara Daniel beberapa kali mencuri pandang, lalu cepat-cepat menunduk agar tak ketahuan. Sore hari, kantor perlahan mulai sepi. Elena menutup laptopnya sambil merapikan berkas. “Daniel, ayo pulang. Kayaknya aku lelah banget.” Daniel mengangguk. “Oke.” Mereka turun bersama menuju parkiran, lalu masuk ke mobil. Perjalanan pulang terasa hening, hanya ditemani suara radio yang pelan. Daniel menggenggam setir, sesekali melirik Elena yang sibuk dengan ponselnya. Ia membuka mulut, hendak bertanya, tapi akhirnya menutup lagi. Sesampainya di apartem

  • Menikah Karena Visa   BAB 151 : Cincin Siapa?

    Pagi itu aroma kopi sudah memenuhi dapur. Elena sibuk menuang kopi ke dalam cangkir sambil sesekali melirik ke arah meja makan. Daniel duduk di sana, masih menguap kecil dengan rambut acak-acakan. “Pagi,” sapa Daniel, suaranya serak baru bangun. “Pagi,” jawab Elena cepat, lalu buru-buru duduk dan menaruh cangkir di hadapannya. Wajahnya sedikit ditutupi dengan rambut yang sengaja dibiarkan jatuh. Suasana sempat hening. Daniel menatap Elena, senyum kecil terselip di bibirnya. Ia tahu Elena masih canggung setelah percakapan tadi malam. “Kamu kelihatan sibuk banget,” kata Daniel sambil menatap roti panggang di piring. “Padahal bentar lagi weekend, harusnya santai.” Elena mengangkat bahu. “Biar nggak kepikiran kerjaan. Lagian… kalau aku sibuk, aku nggak kepikiran hal lain.” Daniel mengangkat alis, pura-pura tidak paham. “Hal lain? Maksudnya apa?” Elena buru-buru menyuap roti, nyaris tersedak. “M—maksudku… ya, hal-hal kecil aja. Jangan kepo!” Daniel menahan tawa, jelas menik

  • Menikah Karena Visa   BAB 150 : Pesta Pernikahan?

    Setelah jam kerja berakhir, Elena dan Daniel berjalan beriringan menuju parkiran. Hari itu Elena terlihat sedikit lebih lelah dari biasanya, mungkin karena ia harus menyiapkan dokumen tambahan sepanjang siang tadi. Saat di mobil, Daniel meliriknya sekilas. “Kamu belum makan siang, kan?” tanyanya pelan. Elena menghela napas, menatap keluar jendela. “Iya… tadi keburu rapat sama tim, jadi nggak sempat.” Daniel mengangguk mantap, lalu memutar setir ke arah berbeda. Elena segera menoleh. “Eh, ini bukan jalan pulang.” Daniel tersenyum kecil. “Aku tahu. Kita berhenti makan dulu. Kalau kamu langsung pulang, nanti malah sakit gara-gara kosong perutnya.” Elena terdiam sebentar, tapi akhirnya hanya mengangguk pelan. “Baiklah.” Tak lama kemudian, mereka berhenti di sebuah restoran kecil yang suasananya hangat. Tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa meja terisi. Mereka memilih duduk di pojok dekat jendela. Daniel membuka menu, matanya melirik Elena yang masih tampak lelah. “Mau ak

  • Menikah Karena Visa   BAB 149 : Momen Manis

    Suasana ruang kerja kembali normal. Suara ketikan keyboard, kertas yang dibalik, dan diskusi kecil antaranggota tim mengisi ruangan. Elena duduk di mejanya, membuka laptop, berusaha fokus pada dokumen yang harus diselesaikan hari itu. Wajahnya tampak tenang, seakan tak terjadi apa-apa di luar sana. Daniel melintas sambil membawa setumpuk dokumen. Dengan ekspresi biasa, ia menaruh beberapa lembar di meja Elena. “Ini laporan yang harus kamu cek, sudah aku ringkas sesuai data terakhir,” katanya datar, seolah hanya membicarakan pekerjaan. Elena mengangguk singkat. “Baik, nanti aku cek,” jawabnya, matanya tetap ke layar laptop. Namun ketika jemarinya meraih berkas itu, ia merasakan ada sesuatu yang berbeda—selembar kertas kecil terselip di antara dokumen. Sekilas ia menahan napas, cepat-cepat menutup berkasnya agar tidak menarik perhatian. Daniel sudah berjalan kembali ke mejanya, wajahnya tetap serius, seperti sedang sibuk dengan pekerjaannya. Tapi dari sudut mata, Elena tahu ia

  • Menikah Karena Visa   BAB 148 : Canggung

    Elena akhirnya benar-benar terlelap, napasnya teratur, wajahnya tampak tenang dengan selimut yang masih menutupi hingga dagu. Daniel yang masih duduk di ruang tamu bersama Tango melirik jam dinding. Sudah lewat tengah malam. Pelan-pelan dia berdiri, menaruh Tango di kasurnya, lalu melangkah ke kamar. Pintu kamar dibuka dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Sekilas pandangannya jatuh pada Elena. Ia menarik napas dalam, melihat bagaimana gadis itu tampak damai saat tidur. Daniel lalu menggeleng kecil, menepuk pipinya sendiri pelan. “Udah, jangan mikir yang aneh-aneh,” bisiknya. Ia segera mengambil kasur lipat yang sudah jadi tempat tidurnya sejak awal, membentangkannya di sisi bawah ranjang Elena. Setelah berbaring, ia menatap langit-langit sebentar, senyum tipis muncul lagi tanpa bisa dicegah. “Selamat tidur, Elena…” ucapnya lirih, hampir tak terdengar. Tak lama kemudian, matanya ikut terpejam. Malam itu, untuk pertama kalinya, keduanya tertidur pulas dengan hati

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status