Share

Tak Pernah Diperlakukan Spesial

“Apa saja yang kamu dengar di ruang dokter tadi?” cerca Khaysan tanpa basa-basi sembari mencekal lengan Melody yang baru selesai menebus obat Nathan di apotik.

Melody terkejut bukan main melihat mantan suaminya. Wanita itu spontan menyembunyikan bungkusan obat milik Nathan di tasnya sebelum Khaysan menyadari hal itu dan bertanya macam-macam. Lelaki itu tak boleh mengetahui jika Nathan berada di sini juga. Apalagi kondisi putranya sangat mengkhawatirkan.

Entah bagaimana caranya Khaysan mengetahui jika dirinya menguping di ruang obgyn tadi. Atau mungkin lelaki itu juga melihatnya?

Apa pun itu, Melody tidak peduli. Ia hanya tak ingin Khaysan bertemu dengan Nathan setelah mengetahui alasan lelaki itu menginginkan anaknya. Nathan adalah miliknya, tidak ada yang boleh mengambil darah dagingnya.

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan! Lepaskan aku!” sentak Melody sembari berusaha melepas cekalan Khaysan. Namun, lelaki itu malah semakin mengeratkannya dan menariknya menjauh dari tempat itu menuju area yang lebih sepi.

“Jawab jujur! Kamu pasti menguping di ruang obgyn tadi, ‘kan? Apa yang kamu dengar?” Khaysan kembali mencerca dengan nada tak sabaran. Lelaki itu mengedarkan pandangan ke sekitarnya, memastikan tak ada yang memperhatikan mereka.

Melody tersenyum kecut. Sepertinya Rosetta memiliki posisi yang sangat spesial di hati mantan suaminya ini. Ketika mereka masih bersama saja lelaki itu tak pernah menganggapnya ada, apalagi memperlakukan spesial seperti ini.

Melody segera menepis pikiran anehnya. Tidak ada gunanya mengenang masa lalu yang menyedihkan itu. Sejak awal Khaysan memang tak pernah menginginkan hubungan mereka. Wajar saja jika lelaki itu tak memedulikan dirinya sama sekali.

“Sebenarnya aku memang mendengar semuanya. Memangnya kenapa?” Melody menyentak keras tangannya dari cekalan Khaysan dan kali ini berhasil. Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap sang mantan dengan sorot menantang.

“Jadi, alasanmu menanyakan anak karena kamu akan sulit mendapat anak dari tunanganmu? Kasihan sekali. Terima saja kalau kamu tidak bisa memiliki anak. Bukan malah ingin mengambil anak orang lain,” imbuh Melody dengan seringai lebar yang terukir di wajahnya.

“Pergilah, temani tunanganmu. Mungkin dia masih menangis meratapi nasibnya.” Wanita itu menyandarkan punggungnya di tembok dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Tak terpengaruh oleh aura mengintimidasi yang Khaysan pancarkan.

“Aku yakin anak itu anakku! Di mana anak itu? Aku memiliki hak untuk bertemu dengannya! Jangan mencoba-coba menyembunyikan dia dariku! Atau aku akan mengambilnya secara paksa!” ancam Khaysan dengan rahang mengeras.

Melody tertawa sumbang. “Mengambil paksa? Apa yang ingin kamu ambil? Bukankah aku sudah pernah mengatakan kalau anak itu tidak ada? Jangan terlalu banyak berharap. Pikirkan saja hubunganmu dan tunanganmu itu. Jangan menggangguku lagi!”

Jika Khaysan tulus hanya ingin bertemu anak mereka, mungkin dirinya akan mempertimbangkan. Namun, yang lelaki itu inginkan adalah mengambil Nathan demi kepentingannya sendiri. Setelah berjuang sendirian selama bertahun-tahun, Melody tak akan sebodoh itu menyerahkan satu-satunya sumber semangat hidupnya.

“Aku yakin anakku masih hidup!” sahut Khaysan yang tak mempercayai kata-kata Melody. “Kamu terusir tanpa membawa apa pun. Aku tidak yakin kamu bisa membiayai kebutuhan anakku dengan baik!” tambahnya meremehkan.

Ungkapan yang sangat meremehkan itu benar-benar menyinggung perasaan Melody. Walaupun dirinya terusir tanpa membawa apa pun, bukan berarti dirinya tak bisa membiayai kebutuhan anaknya. David yang membantunya langsung mencarikan pekerjaan untuknya untuk menyambung hidup sekaligus membiayai kebutuhan putranya.

Melody memang tidak mampu menandingi kekayaan Khaysan. Tetapi, selama ini ia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Nathan. Lelaki itu tak berhak meremehkannya setelah membuangnya dengan cara yang amat keji.

“Kamu tidak berhak menilai kehidupanku!” balas Melody penuh penekanan. Wanita itu menghela napas pelan, berusaha mengontrol emosinya. “Tapi, sebenarnya aku ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih sudah melepasku dari neraka itu.”

Melody buru-buru beranjak pergi setelah itu tanpa memedulikan Khaysan yang tampaknya belum selesai bicara. Ia sudah terlalu lama meninggalkan Nathan. Namun, sayangnya Melody tak bisa langsung kembali ke ruang perawatan putranya.

Kantin rumah sakit menjadi tempat paling efektif untuk mengecoh Khaysan yang masih mengikutinya. Ia memesan beberapa menu makanan dan berpura-pura melahapnya. Kemudian, bergegas pergi setelah memastikan Khaysan tak mengikutinya lagi.

“Kenapa dunia begitu sempit sampai aku harus bertemu dia lagi?” gumam Melody dengan helaan napas berat.

***

[“Melody, maaf aku tidak bisa menemani Nathan sampai kamu pulang. Ada meeting mendadak yang harus aku hadiri sore ini. Nathan baru saja tidur. Aku sudah meminta anak buahku menjaganya, tapi dia belum datang. Sepertinya terjebak macet.”]

“Tidak apa-apa, Dave. Aku malah tidak enak karena merepotkanmu hari ini. Harusnya aku yang menemani Nathan. Kebetulan pekerjaanku sudah selesai, aku akan pulang sebentar lagi. Tidak perlu meminta anak buahmu menemani Nathan. Terima kasih banyak sudah membantuku. Sepertinya aku harus secepatnya mendadak pengasuh untuknya,” jawab Melody sembari merapikan mejanya.

Nathan sudah keluar dari rumah sakit sejak seminggu. Tentu saja Melody tak tega membiarkan putranya di tempat penitipan anak karena khawatir bocah itu kelelahan dan berakhir drop lagi. Untuk itu, ia memilih cuti selama beberapa hari. Sayangnya, hari ini masa cutinya sudah habis dan dirinya tidak enak menambah waktu liburnya lagi.

Tadinya Melody hendak kembali menitipkan Nathan di tempat penitipan anak seperti biasa. Namun, David yang katanya hari ini sedang memiliki waktu luang memaksa untuk menggantikannya menjaga sang putra.

[“Aku sudah mendapat rekomendasi yayasan pengasuh anak yang bagus. Bagaimana kalau weekend ini kita berangkat ke sana bersama-sama? Siapa tahu di antara mereka ada yang cocok menjadi pengasuh Nathan.”]

“Aku merepotkanmu lagi. Terima kasih. Aku tidak tahu bagaimana nasib kami kalau tidak ada kamu. Tapi, aku setuju. Berikan saja alamatnya. Saat luang nanti, aku akan mengunjungi tempat itu,” sahut Melody tak enak hati.

Decak samar terdengar dari seberang sana. [“Jangan bicara seperti itu. Aku tidak keberatan membantumu. Aku sudah memberitahu Nathan juga dan dia ingin ikut. Jadi, kita berangkat bersama-sama nanti. Sampai jumpa. Hati-hati di jalan, Cantik.”]

Setelah panggilannya dengan David terputus, Melody bergegas merapikan seluruh barang-barangnya dan beranjak pergi dari ruang kerjanya. Sebelum pulang, wanita itu menyempatkan mengunjungi salah satu minimarket yang dilewatinya dan membelikan cemilan untuk putranya. Ketika masih berada di rumah tadi, bocah itu sudah memesan beberapa cemilan padanya.

Begitu sampai di unit apartemen yang disewanya, Melody mengerutkan kening saat mendapati sepasang sepatu formal yang ada di rak sepatunya. Seharusnya David sudah pergi sejak tadi dan ia juga meminta lelaki itu tak perlu mengirim siapa pun ke apartemennya.

“Siapa yang datang?” monolog Melody seraya memacu langkah memasuki unit apartemennya.

Hanya David satu-satunya orang yang mengetahui tempat tinggal barunya dan sering berkunjung kemari. Bahkan, Melody tak mengenal orang-orang yang menjadi tetangganya karena lebih banyak menghabiskan waktu di kantor dan di dalam unit apartemennya.

Kekhawatiran mulai menyusupi dada Melody. Iris hazelnya menatap awas ke sekelilingnya, memastikan tak ada yang janggal di sudut mana pun. Wanita itu bergegas berlari ke kamarnya dan putranya. Dan ternyata ruangan itu kosong.

“Nathan! Nathan! Kamu di mana, Nak?” panggil Melody agak keras. Namun, tetap saja tak ada sahutan sama sekali dari putra semata wayangnya itu.

Sayup-sayup Melody mendengar suara Nathan dari arah dapur yang sedang berbincang dengan lelaki dewasa. Tungkai jenjangnya segera berpacu ke arah sana dengan kekhawatiran yang semakin menjadi-jadi.

Melody terbelalak melihat siapa yang sedang bersama putranya di dapur. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya dengan amarah yang memenuhi dadanya. “Apa yang kamu lakukan di sini?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status