Share

Rahim yang Bermasalah

Kata-kata terakhir yang Khaysan lontarkan membuat Melody spontan menoleh ke belakang. Air mukanya tampak menegang sempurna. Dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya, wanita itu kembali bergerak mendekati mantan suaminya. “Apa? Mengembalikan anakmu?”

“Sepertinya ada yang salah dengan ingatanmu, ya? Apa kamu lupa kalau kamu sangat yakin aku selingkuh dan mengandung anak David, ‘kan? Anak yang mana lagi yang kamu maksud?” imbuh wanita itu dengan senyum sinis.

“Mungkin yang kamu maksud adalah anakmu dengan tunanganmu yang sekarang? Bukankah beberapa bulan lagi kalian akan menikah?” Tanpa memberi kesempatan bagi Khaysan untuk menyahut, Melody kembali bersuara.

Setelah apa yang Khaysan lakukan 6 tahun silam, Melody tidak akan pernah menyerahkan putra semata wayangnya pada lelaki itu. Bahkan, mempertemukan keduanya pun tak akan pernah ia lakukan.

Bertahun-tahun telah berlalu dan sekarang tiba-tiba Khaysan seenaknya menginginkan Nathan. Hati Melody terlanjur sakit dan hancur atas perlakuan lelaki itu di masa lalu. Ia tidak sebodoh itu sampai menyerahkan darah dagingnya sendiri.

Beberapa tahun silam, Melody pernah mendengar kabar jika Khaysan mencari keberadaannya. Entah itu benar atau tidak, dirinya juga tak peduli. Namun, jika tujuan lelaki itu adalah untuk mengambil putranya, ia tidak akan tinggal diam.

“Jangan berpura-pura bodoh! Aku sudah tahu kalau kamu mengandung anakku saat itu. Jangan mencoba-coba memisahkanku dari darah dagingku sendiri!” balas Khaysan dengan sorot penuh perhitungan.

Melody berdecih sinis. “Setelah menerima kejutan yang luar biasa darimu, kamu pikir untuk apa aku mempertahan—Aw!”

Ringisan pelan lolos dari bibir Melody ketika tubuhnya terdorong ke meja kerjanya. Khaysan kembali mengukungnya, memaksanya mendongak, dan membalas tatapan lelaki itu.

“Kamu ingin mengatakan kalau kamu melenyapkannya? Aku tahu kamu tidak mungkin melakukan itu!” desis Khaysan yang tampaknya mulai tersulut emosi.

Senyum miring yang tersungging di bibir Melody semakin lebar mendengar ancaman mantan suaminya. Sepertinya tidak ada salahnya sedikit bermain-main dengan lelaki ini. Meskipun di dalam hati, ia harus meminta maaf pada putranya.

“Semua orang bisa berubah karena keadaan, termasuk aku.” Dengan mengerahkan seluruh tenaganya, Melody kembali mendorong Khaysan. “Lagipula untuk apa kamu mencarinya? Selama ini yang orang-orang tahu, kamu belum pernah menikah. Lalu, tiba-tiba memiliki anak? Bagaimana dengan reputasimu?”

Melody dan Khaysan menikah secara privat dan hanya keluarga inti saja yang hadir dan mengetahuinya. Semuanya atas keinginan lelaki itu sendiri dan tidak ada yang berani melayangkan protes. Terlebih saat itu keadaannya mendesak dan Argani sedang membutuhkan dana untuk perusahaan yang kolaps.

Tadinya, pesta pernikahan itu akan dilangsungkan beberapa bulan kemudian. Setelah kesibukan Khaysan sedikit berkurang. Namun, rencana itu hanya menjadi angan-angan saja karena pernikahan mereka lebih dulu kandas.

Jujur saja, Melody malah mensyukurinya karena hal itu membuatnya lebih mudah melarikan diri. Apa yang pernah terjadi di antara mereka memang lebih baik terkubur dalam-dalam dan tidak perlu ada yang mengetahuinya.

Khaysan tampak ingin menanggapi pertanyaan sarkas Melody, namun ponselnya tiba-tiba berdenting. Umpatan samar terdengar dari bibirnya setelah melihat isi pesan yang dikirimkan oleh seseorang.

“Dengar, urusan kita belum selesai! Kalau sampai terbukti kamu menipuku, aku akan mengambil paksa anak itu!” ancam Khaysan sebelum kembali memakai tudung hoodienya dan beranjak pergi dari ruangan itu.

***

Melody melangkah tergesa-gesa keluar dari mobilnya dengan manik mata berkaca-kaca. Tanpa memedulikan tatapan-tatapan penuh keheranan yang mengarah padanya, wanita itu terus memacu langkah menuju lift terdekat. Kekhawatiran terpampang sangat jelas dari wajahnya yang tampak memucat.

30 menit yang lalu, Melody mendapat kabar dari pemilik tempat penitipan anak di mana Nathan berada jika putranya mimisan dan jatuh pingsan. Tentu saja ia langsung meninggalkan pekerjaannya dan bertolak ke rumah sakit.

Tungkai jenjang Melody bergerak semakin cepat setelah melihat sosok yang menghubunginya tadi di ujung lorong lantai 3 ini. “Bagaimana keadaan Nathan sekarang, Miss Vani?”

“Dokter yang menangani Nathan baru keluar tadi, katanya Nathan kelelahan. Saya tidak berani bertanya macam-macam karena itu bukan ranah saya. Tapi, Nathan belum sadar sampai sekarang,” tutur Vani sembari membuka pintu ruang perawatan Nathan.

Jantung Melody mencelos melihat putra kecilnya kembali terbaring lemah di atas brankar rumah sakit. Padahal baru beberapa hari yang lalu Nathan keluar dari rumah sakit. Sekarang keadaan putranya malah semakin mengkhawatirkan.

“Terima kasih banyak atas bantuannya, Miss. Maaf, karena Nathan sakit, malah jadi merepotkan Miss Vani. Apalagi Miss Vani juga sampai menemani Nathan di sini,” ucap Melody sembari menangkup kedua tangannya di depan dada.

“Saya tidak merasa direpotkan sama sekali, Bu. Semoga Nathan bisa segera pulih seperti sedia kala. Tapi, sepertinya saya harus pamit sekarang. Saya tinggal dulu ya, Bu?” sahut Vani setelah melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya.

“Silakan, Miss. Sekali lagi terima kasih banyak sudah membantu kami. Hati-hati,” balas Melody seraya mengantar Vani kembali keluar dari ruangan tersebut.

Selepas kepergian Vani, Melody langsung menempati bangku di samping brankar putranya. Tanpa bisa dicegah, setetes cairan bening lolos dari manik hazelnya. Ia menggenggam jemari mungil sang putra yang tidak sehangat biasanya, tangisnya pun pecah.

“Cepatlah sembuh, Sayang. Jangan membuat Mommy khawatir. Maaf Mommy selalu meninggalkanmu. Seandainya bisa, Mommy ingin selalu berada di sampingmu,” gumam Melody sembari mengecup punggung tangan putranya.

Tak berselang lama dokter yang menangani Nathan datang ke ruangan tersebut. Sang dokter mengatakan jika kondisi Nathan sudah mulai membaik. Namun, masih tetap membutuhkan perawatan intensif hingga satu atau dua hari ke depan.

Setelah menitipkan Nathan pada seorang perawat yang kebetulan datang ke ruangan itu juga, Melody bergegas menebus obat putranya di apotik rumah sakit. Di tengah jalan, tak sengaja ia mendengar jeritan histeris seorang wanita dari salah satu ruangan yang dilewatinya.

Hal itu mengundang atensi Melody dan spontan menghentikan langkahnya. Ia mengintip ke arah ruangan di hadapannya yang pintunya terbuka setengah. Matanya membulat sempurna melihat siapa yang berada di dalam sana.

“Khaysan, Bu Rose, apa yang mereka lakukan di sini?” gumam Melody penasaran.

Alih-alih pergi dari sana, Melody malah sengaja menguping. Penasaran dengan apa yang kedua orang itu lakukan di dalam ruangan dokter kandungan. Apalagi setelah mendengar teriakan histeris Rosetta barusan. Pasti ada sesuatu yang terjadi.

Melody mundur selangkah, sengaja mencari posisi yang lebih baik untuk mendengarkan pembicaraan orang-orang di dalam sana. Lalu, berpura-pura berkutat dengan ponselnya.

“Apa diagnosanya tidak salah, Dok? Kalau perlu, lakukan pemeriksaan sekali lagi agar mendapat hasil yang lebih akurat. Tidak mungkin rahim calon istriku bermasalah!” Suara bariton Khaysan yang tegas terdengar sedikit mendesak.

Melody mengerutkan keningnya. Ia semakin penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Sudah pasti pembicaraan ini sangat penting dan mungkin saja akan mengusik ketenangan hidupnya dan Nathan.

“Mohon maaf, Pak, Bu. Saya tidak bermaksud mengecewakan kalian bedua. Namun, kenyataannya memang seperti itu. Hasil pemeriksaan menunjukkan jika rahim Bu Rosetta bermasalah. Kemungkinan hamil masih bisa, namun lebih kecil dan beresiko terjadi keguguran,” jelas sang dokter.

Tangis Rosetta semakin pecah. Menggema memenuhi seluruh ruangan hingga ke tempat Melody berdiri. Sedangkan di tempatnya berdiri, Melody membekap mulutnya dengan sorot syok. Tak menyangka akan mendengar kabar seperti ini.

Melody tidak lagi mendengarkan apa yang dibicarakan orang-orang di dalam ruangan tersebut. Biar bagaimanapun, wanita itu merasa iba pada Rosetta yang selama ini selalu baik padanya. Namun, di sisi lain, hal ini juga sangat membahayakan posisinya juga Nathan.

“Mereka tidak boleh bertemu dengan anakku!” monolog Syera yang kembali melangkah mundur.

Tak sengaja Syera menabrak tempat sampah di belakangnya. Karena panik, ia bergegas melarikan diri sebelum ketahuan menguping. Tanpa wanita itu sadari, Khaysan menoleh ke arah pintu dan melihatnya buru-buru pergi dari sana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status