Gemericik air dari dalam kamar mandi membangunkan Kaira. Kaira kemudian keluar dari kamar untuk membuatkan teh hangat.
"Aku ketiduran lumayan lama. Mungkin Mama keluar kamar setelah Jay kembali," batin Kaira.
Kaira merebus sedikit air sehingga tidak memakan waktu yang lama. Dua cangkir teh sudah siap di nampan dan juga sepiring makanan ringan.
Ketika Kaira membuka pintu dari luar, bersamaan dengan Jay yang hendak membuka pintu dari dalam, sehingga tubuh Kaira seakan tertarik lebih dari tenaganya.
"Akkkhhh!" pekik Kaira yang hampir saja terjatuh.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jay.
Jay sigap, menangkap tubuh Kaira hingga jatuh ke pelukannya dan juga nampan yang terselamatkan.
Sayangnya, Jay tidak memperhatikan tubuhnya sendiri. Handuk yang menut
Kaira hanya menerima secarik kertas di atas meja dengan sarapan yang sudah tersedia ketika baru membuka mata. Bibirnya tersenyum melihat kertas kecil yang bertuliskan kata-kata sederhana."Sayang, aku harus ke Indonesia pagi ini. Aku akan kembali lusa. Jaga kesehatan ya. I LOVE YOU!""Jay, kau suami terbaik. Aku kehilangan sahabat, tapi Tuhan menggantikannya dengan dirimu yang jauh lebih bisa mengerti aku," gumam Kaira.Tok... Tok... Tok..."Kaira sayang, sudah bangun?" terdengar suara Nyonya Luna memanggil nama Kaira."Iya, Ma. Sebentar!" jawab Kaira. Kaira membuka pintu dan mempersilahkan Nyonya Luna masuk. Nyonya Luna memperhatikan Kaira dengan saksama."Ma, ada apa? Kaira baru saja bangun jadi wajahku pasti kusut," jelas
Sudah dua hari, Jay tidak berani untuk menghubungi Kaira meskipun hanya menanyakan sebuah kabar semata. Tanpa sepengetahuan Jay, Kaira juga menahan rindu dan menahan untuk tidak mengganggunya. Kaira berfikir, kalau tidak menghubungi Jay mungkin pekerjaan Jay akan segera selesai dan Jay cepat kembali.Tuk... Tuk... Tuk... Suara pulpen yang di benturkan di meja menggema. Suasana ruangan yang sunyi dan tegang, membuat suara benturan itu sangat menakutkan dan merinding ketika melihat ekspresi wajah Jay yang sedang marah."Apa Kaira masih marah padaku? Hmmmm... Apa Kaira tidak merindukanku?" batin Jay.***"Hachiiiuuuuuu!" Kaira merasakan hidungnya gatal."Kai, kau sedang flu? Kau sakit? Kau demam?" tanya Lily."Mungkin ada debu," jawab Kaira. 
"Hei, kau wanita rendahan!" teriak Grace. "Aku belum mengijinkanmu pergi!" teriaknya lagi. Kaira tidak merespon bahkan tidak menoleh. Grace merasa kesal karena Kaira tidak merespon saat di provokasi."Awwwhhhh!" pekik Kaira ketika Grace menarik tangannya dengan kasar."Apa kau tuli?" maki Grace. Apakah Kaira akan marah? Apakah rencana Grace berhasil? Tidak! Kaira memberikan senyum manis penuh arti. Membuat tubuh Grace langsung merinding seketika."Nona muda, Anda memanggil saya? Anda tiba-tiba datang, menghina, memaki, sebenarnya Anda sedang berbicara dengan siapa?" ucap Kaira santai."Wanita rendahan sepertimu tidak pantas berbicara sok bijak di depanku!" ucap Grace."Oh, sejak tadi Anda memanggil wanita rendahan itu ditujukan untuk saya? Saya tidak merasa kita saling mengenal, jadi apa tuj
BRAKKK!"Achhhhhh!" teriak Rasya karena terkejut."Rasya, pesan tiket. Aku harus segera kembali!" ucap Jay panik."Tuan, ada apa?" Rasya mendekati Jay. "Tarik nafas dulu, Tuan! Tarik nafas, hembusan. Lakukan terus sampai Tuan tenang," Jay mengikuti apa yang Rasya katakan.BUAKKK!"Kau pikir, aku sedang melahirkan?" Jay memukul kepala Rasya."Tarik nafas bukan untuk wanita yang sedang melahirkan saja," lawan Rasya."Kau sedang membantahku?""Tidak berani, Tuan!" Rasya mundur seketika."Aku harus kembali. Besok, aku harus sudah ada di samping Istriku," pamernya.BRUKKK"Silahkan di selesaikan, Tuan!" Rasya memberikan setumpuk dokumen yang harus Jay periksa."Ini semua, pekerjaanku?" tanya Jay."Benar, Tuan." &
Grace teriak kesakitan setelah jari telunjuk yang digunakan untuk menunjuk Kaira, di putar oleh Kaira dengan berani."Hmmmm... Apa kau masih berani menggunakan tanganmu untuk menunjukku lagi?""Kau hanyalah wanita rendahan! Beraninya kau menyakitiku! Kau akan segera di tinggalkan oleh Jay setelah Jay bosan padamu!" teriak Grace penuh dendam.DEG... DEG... DEG... Meskipun hanyalah sebuah tipuan untuk memperovokasi Kaira, tapi jantung Kaira berdebar seperti ada sesuatu yang seakan mengancamannya."Kau menginginkan Jay? Ambil! Apa kau berfikir aku akan mencegahnya?" balas Kaira. Bisik-bisik rekan kerja terdengar jelas. Mungkin bisa dikatakan kalau mereka tidak berbisik melainkan dengan sengaja mengeraskan suara."Jangan takut Kaira! Kau adalah Istri sah Presdir," bisik Lily."
"Kau sungguh akan membuatku menjadi lawanmu?" tanya Kaira."Kenapa? Kau takut?" kata Grace remeh.Pukk! Pukk! Kaira menepuk pipi Grace dengan menunjukkan wajahnya yang tanpa ekspresi. "Takut? Aku malah sangat menantikan hal itu!" tantang Kaira.Tap... Tap... Tap... Kaira meninggalkan Grace yang kesal. Kaira menemui Tuan Alrecha yang menantinya dengan begitu cemas."Pa, kita pulang sekarang!" kata Kaira.Brummm! Brummm! Brummm!"Kaira sialan! Kalau aku tidak bisa membunuhmu dijalanan, aku maish bisa membunuhmu dari ketinggian!"*** Kaira pergi menuju Rumah Sakit. Bersamaan dengan itu, sudah ada Nyonya Luna yang menangis tersendu-sendu menunggukepastian keadaan orang yang ada di dalam ruangan.&nbs
Jay sibuk, begitu juga dengan Kaira. Tuan Nahera dan Nyonya Luna pergi berlibur untuk menenangan diri sejenak. Kaira sibuk menjalankan pekerjaannya dan Jay sibuk menyelesaikan sesuatu yang entah apa itu. Rasanya waktu mereka bersama semakin sedikit bahkan hanya beberapa kata yang menjadi komunikasi mereka."Kai, mau ke mana?" tanya Lily."Lily, aku dapat email kalau harus membantu Jay dilokasi.""Lokasi pegunungan itu?" tanya Lily."Iya. Kalau ketua menanyakanku, jawab saja sesuai arahanku, ya.""Kai, aku ikut!""Tidak perlu. Aku sudah menghubungi Jay dan dia mengatakan benar. Kau tidak perlu khawatir.""Sungguh?""Sure!" Lily masih saja khawatir. Dia belum yakin kalau Kaira sungguh akan bertemu dengan Jay. Lily tidak bisa menghubungi Jay karena takut salah jalan. Akhirnya, Lily ,mengikuti Kaira diam-diam yang sudah masuk ke dalam taxi.
Wushhhhh! Rasa takut menelan semuanya. Hanya ada suara angin yang menabrak telinganya ketika Kaira terjatuh dari tebing karena di dorong oleh Grace. Meski semuanya memang sudah berjalan sesuai yang direncanakan, Kaira pasrah jika harus mengorbankan nyawanya demi Keluarga yang baru saja dia miliki. Kaira masih menutup matanya meski Kaira sudah merasakan tubuhnya menabrak sesuatu. Suara angin kencang yang membuat darahnya berdesir, sudah berhenti.'Apa aku sudah mati?' batin Kaira."Kaira, buka matamu!" Kaira membuka matanya perlahan. Apa yang pertama kali dilihatnya adalah langit. Langit cerah dengan teriknya matahari. Dedaunan dari pohon yang menjulang tinggi dan juga pria yang mengkhawatirkannya. Kaira tidak bisa berkata-kata. Kaira masih berfikir, dia berada diambang kematian dan Jay hanya muncul sesaat