Sudah 5 tahun usia pernikahan antara Jay dan Kaira. Mereka berdua melewati hari-hari penuh kesederhanaan.
Ziel juga sudah sudah mulai sekolah. Mereka sudah menempati rumah yang Jay beli. Jay sibuk dengan bisnisnya yang sedang melesat tinggi, sedangkan Kaira sibuk dengan mendidik Ziel.
Sering kali Kaira masih kesulitan untuk mengimbangi kehidupan kelas atas Jay, namun Jay dengan sabar mendampinginya.
Jay selalu saja pergi untuk dinas. Dia begitu sibuk sampai waktu bersama anak dan Istrinya berkurang. Namun, hal itu membuat jeda rindu dan cinta mereka yang saling meluap.
"Mama, Papa tidak jemput kita lagi?"
"Sayang, mungkin Papa sibuk. Ziel pulang sama Mama, ya?"
Kaira selalu menjelaskan dengan kelembutan tutur katanya. Mereka saling percaya meski Jay tak selalu bisa menepati janjinya.
"Iya, Ma!" jawab Ziel.
Selamat menikmati season 2... Happy reading...
Ceklek... Jay sudah kembali ke dalam kamar. Wajahnya begitu lesu. Kaira sudah tahu apa alasan dibalik ekspresi Jay yang kusut."Kenapa? Ziel masih marah?" tanya Kaira."Bukan tapi Ziel sudah tidur." Jay merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kaira sedang membuat tubuhnya sewangi mungkin dengan lingerine sexy yang dia pakai."Aku mandi dulu. Jangan tidur," bisik Jay."Iya. Sana cepat mandi." Kaira mematikan lampu dan menggantinya dengan penerang remang-remang. Sering kali berjauhan membuat cinta mereka semakin besar. Jay tidak akan membuang waktu lebih lama lagi. Dia menyudahi ritual mandinya dan memeluk Kaira. Rambutnya yang masih basah, airnya menetes membasahi tubuh Kaira. Sensasi dari tetesan air dingin, juga wangi dari Jay, ditambah lagi dengan nafas Jay yang menggebu-gebu, membuat gairah
Jay mematikan ponselnya. Ia menghela nafasnya panjang. Jay tidak jadi pergi. Ia memilih untuk menyusul Kaira yang tidur dengan Putrinya. Saat Jay membuka pintu kamar Ziel, Jay melihat pundak Kaira yang bergerak. Ternyata Kaira diam-diam sedang menangis. Jay memeluk Kaira yang tengah meringkuk memeluk Ziel yang terlelap."Maaf, sayang. Kamu pasti kecewa padaku. Aku tidak akan mengulanginya," kata Jay lirih. Kaira menyingkirkan tangan Jay yang merangkul pinggangnya. "Bukan salahmu." Singkat, padat dan jelas. Itulah jawaban dari Kaira. Kaira tidak pernah menyalahkan Jay meski berulang kali Jay membuatnya kesal. Kaira selalu intropeksi diri sendiri sebelum menyalahkan dari pihak yang lain."Jangan memendamnya," ucap Jay. Kaira beranjak dari tempat tidur Ziel. Kaira membiarkan kata maaf yang terucap dari mulut Jay."Mau ke
Jay mendatangi Rumah Sakit. Ia belum menceritakan hal itu pada Kaira. Sebagai bentuk menghargai privasi korban, Jay harus meminta persetujuan kalau kejadikan itu bisa diceritakan meski Kaira adalah Istrinya. "Rasya, apa dia sudah sadar?" tanya Jay. "Sudah, Tuan. Anda semalam..." "Semalam gawat. Nyonya mengamuk," jawab Jay. Jay masuk. Mendapati wanita yang berparas cantik itu sedang menikmati semangkuk bubur. Lebih tepatnya, menikmati memandangi bubur karena buburnya sama sekali tidak tersentuh. "Selamat pagi, Nona!" sapa Jay. "Apa boleh saya duduk?" imbuhnya. "Silahkan!" Wanita itu memandangi Jay tanpa berkedip. Meski sudah tidak lagi bujangan tapi pesona Jay seperti duda tampan yang jadi rebutan perempuan. "Sebelumnya, saya ingin meminta maaf soal kejadian yang pasti sangat merugikan Anda. Saya harap Nona tidak tersinggung." "Keysa!"
Urusan dengan wanita yang bernama Keysa sudah selesai. Ia sudah keluar dari rumah sakit namun, Jay harus kembali dengannya saat di kantor karena Keysa adalah designer yang ia undang dari Amerika. Seperti biasa, Jay tetap akan profesional dalam urusan pekerjaan mau secantik apapun lawannya."Rasya, kau sudah membantunya pindahan kemarin dengan baik?" tanya Jay."Sudah, Tuan. Semua sesuai perintah Tuan. Saya mencarikan apartement yang tidak jauh dari kantor," jawab Rasya."Penyambutannya bagaimana?""Makan malam seluruh staff," jawab Rasya lagi."Kenapa wajahmu memerah kalau membahasnya? Apa jangan-jangan kau..." tebak Jay dengan asal."Sa--saya kenapa? Hanya perasaan Tuan saja," elak Rasya. Dari ekspresinya, dari senyum tipisnya, wajahnya yang memerah, getaran suaranya, Rasya jatuh cinta dengan wanita yang bernama Keysa. Ja
"Pffffftttttt... Hahahaha..." Kaira mengerutkan alisnya. Ia tidak tahu alasan Keysana tertawa geli seperti itu tapi tawa itu dulunya menjadi obat sepi dan sekarang terasa asing karena bertahun-tahun hilang. "Aku sudah memiliki pujaan hati, Kaira. Mana mungkin aku kembali untuk menggeser posisimu," ucap Keysana. "Sungguh? Kau tidak berbohong?" "Ayo kita ngobrol sebentar." Keysana menarik tangan Kaira. "Mama!" panggil Ziel. Deg... Keysana menghentikan langkahnya. Ia tidak menyadari kehadiran Ziel. Matanya terpaku. Ia ingat dengan seseorang yang pernah temui saat melihat Ziel. "Kaira, dia Putrimu?" tanya Keysana. "Ah! Iya, dia putriku. Sayang, salam dulu sama Tante." Keysana mengusap ujung kepala Ziel dengan penuh kasih dan sayang. "Hei, cantik! Ice creamnya sudah meleleh. Mau Tante belikan yang baru?" tanya Keysana sembari tersenyum.
Keysa adalah designer terkenal. Ia menerima tawaran bekerja sama dengan BOYA GROUP hanya untuk mencari Kaira. Ia ingin meminta maaf namun kata maaf ternyata tidak mudah untuk diterima. Rasya sekarang ditugaskan sebagai pendamping sementara Keysa. Jay memang ingin mendekatkan mereka berdua."Nona Key!" panggil Rasya."Iya, Tuan Rasya," jawab Keysana."Ap--apa..." Rasya sedikit ragu.Plakkkk!"Apa Nona Key ada waktu nanti malam?" celetuk Rasya."Pffftttt..." Jay memukul dan mengagetkan Rasya sehingga Rasya mengeluarkan apa yang ia pikirkan begitu saja."Tuan!" Rasya mulai menoleh dan menatap tajam Jay."Kalau saya ada waktu luang, memangnya kenapa?" tanya Keysana."Cepat katakan atau aku akan membuatmu lembur sampai pagi," bisik Jay selirih mungkin.'Astaga! Kenapa jadi Tuan yang lebih agresif dan menahan kawin?' batin Rasya. R
Jay mendorong troli sedangkan ia berjalan di belakang Keysana yang sedang memilih bahan-bahan. Apa gerangan yang membuat Jay akhirnya menemani Keysana? Bukankah Keysana sudah berjanji untuk pergi bersama Rasya? Siapapun yang melihatnya, pasti akan berfikiran buruk. Apapun alasan dibalik itu semua, Jay tidak seharusnya berada di sana dan bertindak seperti seorang pasangan.“Maaf, apa saya menyusahkan Anda, Tuan?”“Kau tidak perlu terlalu canggung. Ini kan sudah diluar jam kantor.”“Iya, tapi saya lebih nyaman seperti ini.”“Bukankah kau ingin pergi dengan Rasya? Kenapa tiba-tiba mengirim pesan supaya aku dan Rasya bertukar tempat?” tanya Jay. Jay tidak tahu alasannya tapi ia hanya mengandalkan rasa percaya kalau Keysana pasti memiliki alasan yang tidak sepele.“Sa
Tap... Tap... Tap... Jay naik ke lantai atas. Ia berjalan dengan lesu. Langkahnya pun maju dengan enggan. 'Apa Kaira juga tahu?' batin Jay. Saat Jay membuka pintu, Kaira sedang berbincang dengan Tuan Alrecha dan Ziel sudah tertidur dengan pulas. "Jay, sudah pulang?" "Sudah, Pa." "Kai, Papa turun dulu. Jay juga sudah pulang." "Iya, Pa!" Jawab Kaira. Tuan Alrecha sudah keluar dan menutup pintu kamar. Jay langsung memeluk Kaira. Kaira hanya diam tanpa membalas pelukannya. Jay memang sudah terbiasa manja tapi Kaira bisa membedakan saat Jay dalam kondisi biasa atau sedang memiliki masalah. "Sayang, apa ada masalah di kantor?