Lagi-lagi, saat Kaira mulai menerima statusnya sebagai menantu dan Istri pengganti dari Jay, keputusannya patah, pecah menjadi puing-puing.
Kaira hanya menelan segala perasaan yang di rasakannya. Kaira hanya menekan hatinya, supaya tidak mencintai Jay, lebih dari saat ini.
"Dia baik, tampan. Dia juga terus memberikan perhatiannya untukku. Tapi, aku belum pernah mendengar ucapan cinta dari bibirnya," batin Kaira setelah menutup ruang kerja Jay.
Kaira segera menghapus airmatanya, setelah Jay membentaknya hanya karena sebuah bingkai foto yang tidak sengaja di rusak oleh Kaira. Kaira kembali mengerjakan pekerjaannya.
Setelah jam makan siang, Kaira tidak ikut Lily dan yang lain untuk makan siang di kantin. Kaira memilih sibuk mencari bingkai foto yang sama, dengan yang di rusaknya. Hingga jam istirahat selesai, Kaira belum menemukan apa yang dia cari.
"Duhhhh, kenapa begitu sulit? Desainnya memang jadul. Apa aku cari yang mirip saja?" gumam Kaira.
"Kai, kamu tidak makan siang? Ingat, kamu punya sakit lambung. Jangan di biasakan telat atau bahkan tidak makan," Lily yang melihat Kaira sibuk, memperingati Kaira untuk menjaga kesehatannya.
"Iya, Lily! Aku belum lapar, karena tadi aku sarapan setelah jamnya terlewati," jawab Kaira.
"Bagaimana mungkin aku bisa makan? Aku bahkan sama sekali tidak merasa lapar," batin Kaira.
"YA AMPUN..." pekik Kaira.
***
Hari ini jadwal begitu padat. Jay harus bekerja sesuai jadwal yang harus di selesaikannya supaya bisa cuty honeymoon bersama Kaira. Setelah pertengkaran kecil dengan Kaira, Jay memiliki jadwal di luar kantor.
Jay kembali ke kantor setelah jam istirahat usai. Jay sudah memiliki kontak pribadi Lily, sehingga bisa memantau kegiatan Kaira selama Jay sibuk. Bisa di katakan, cinta mereka terhalang oleh lantai yang berbeda.
Jay yang baru saja kembali dari meeting di luar kantor bersama Rasya, melihat Kaira yang keluar dari toilet karyawan dalam kondisi pakaiannya yang basah.
"Pakai ini," ucap Jay sembari memakaikan jas yang di pakainya untuk menutupi tubuh Kaira yang terlihat akibat pakaiannya yang basah.
"Tidak perlu!" Kaira menolaknya.
"Jangan menolaknya. Kau juga belum makan," Jay memberikan makanan yang sengaja di belinya untuk Kaira, Istri satu-satunya yang akan menemani Jay hingga di masa tua.
Kaira merasa kakinya lemas. Melihat kebaikan dan juga perhatian Jay padanya tanpa terlihat seperti sandiwara.
"Kenapa? Kenapa kau baik padaku? Kenapa kau lakukan hal yang membuat hatiku luluh?" batin Kaira.
***
HUFFFFFFFFTTTTTTTTT...
Jay menghela nafas... Seperti ada sesuatu yang membuat hatinya merasa begitu terbebani. Beban hati yang sulit untuk di singkirkan hanya dengan helaan nafas ringan.
"Rasya, kau periksa CCTV. Aku ingin tahu apa yang terjadi pada Istriku," Rasya langsung pergi ke ruang keamanan dan meminta rekaman untuk di jadikan sebagai bukti.
TUTTTT...
Jay menghubungi ketua divisi oemasaran tempat Kaira bekerja. Jay tidak bisa menunggu lama untuk menyelesaikan perasaan yang mengganggu pikiran dan kinerja tubuhnya.
"Suruh Kaira ke ruangan saya!" pinta Jay.
Jay menunggu, tapi Kaira tidak juga menemuinya. Jay juga sudah meminta Shinta, Sekretarinya, untuk membeli pakaian baru. Jay bekerja dengan konsentrasi yang hancur. Matanya menatap ke arah pakaian yang di belinya.
"Kenapa kau tidak mau menemuiku? Bukankah tadi pagi aku kita baik-baik saja? Apa karena foto itu, kau jadi marah padaku?" batin Jay.
"Aaaaarrrrrrhhhhh... Aku juga bukannya sengaja Kaira. Aku hanya memajang foto itu karena ada adikku di sebelahnya," Jay membuang semua barang yang ada di atas meja kerjanya.
TOK... TOK... TOK...
"Masuk!"
"Ini yang kau perlukan," Rasya memberikan rekaman yang sudah di play melalui ponselnya.
"Berikan Tania surat pemecatan dengan alasan tidak memiliki etika," Jay lebih marasa marah lagi pada Kaira karena Kaira tidak mengatakan apapun tentang apa yang terjadi padanya.
"Kau punya suami yang memiliki jabatan paling tinggi. Tapi kenapa kau tidak memanfaatkan itu? Apa aku begitu tidak bergunanya untukmu?" batin Jay.
***
Malam sudah menunjukan pukul 10, tapi Kaira belum juga pulang dari kantor. Penjaga kantor mengatakan, Kaira masih di ruang kerjanya seorang diri.
Jay menunggu di dalam kamar, dengan kekhawatiran. Tapi, rasa kecewanya pada Kaira yang tidak mempercayainya, membuat Jay mementingkan egonya.
KLOTAK... KLOTAK... KLOTAK...
Hati Jay merasa lega setelah mendengar suara langkah kaki Kaira yang masih menggunakan sepatu ke arah kamarnya.
Jay berdiri di sebelah pintu. Kaira membuka pintu lalu menutupnya kembali pintu dengan pelan.
"Jay?" ucap Kaira dengan terkejut. Karena lampu kamar tiba-tiba nyala dan Jay sudah berada di sampingnya, tengah berdiri tegap sembari melipat tangannya di dada.
"Aku menunggumu di jalan seperti biasanya. Apa kau tidak bisa membalas pesanku? Aku kau tidak bisa merespon saat aku menghubungimu?" secerca pertanyaan, sudah di layangkan untuk Kaira yang baru saja datang.
"Aku lembur!" jawab Kaira.
"Lembur? Apa kantor yang ku pimpin tidak memiliki batas waktu lembur?" teriak Jay.
"Sudahlah, Jay! Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu," ucap Kaira.
"Aku bukannya ingin berdebat denganmu. Aku hanya mengkhawatirkanmu!" suara Jay terdengar lirih.
"Kenapa kau mengkhawatirkanku?"
"Karena kau adalah Istruku!"
"Benar! Bagaimana mungkin kau menjawab kalau kau tidak ingin kehilanganku? Ayolah Kaira, kau harus sadar diri. Dari awal, kau hanya sebuah pion," batin Kaira.
Kaira meletakkan tas yang di bawanya, lalu membersihkan diri dan siap untuk istirahat. Seharian, bahkan sampai hampir tengah malam, Kaira lembur hanya untuk mencari design bingkai yang mirip dengan yang di rusak olehnya.
Saat Kaira keluar dari kamar mandi, Jay masih duduk menunggunya. Dari tatapan matanya, Jay ingin membicarakan sesuatu yang begitu serius.
Kaira mengambil hairdryer dari laci untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
"Biarkan aku membantumu!"
"Tidak perlu!" Kaira menghindari Jay yang menawarkan bantuan untuknya.
"Bagi pasangan, mungkin apa yang akan kau lakukan, adalah sesuatu yang manis. Tapi bagiku, adalah sebuah luka di suatu hari nanti saat kau menceraikanku," batin Kaira.
"Kita harus bicara!" ucap Jay setelah Kaira selesai selesai mengeringkan rambutnya.
"Iya! Ada juga yang ingin aku bicarakan padamu."
Kaira mengeluarkan bingkai foto yang terbungkus dengan rapi. Bingkai foto yang hampir sama dengan yangg di pecahkan Kaira di dalam ruangan Jay.
"Maaf, aku tidak bermaksud merusaknya. Meskipun ini tidak sama persis, tapi designnya hampir sama," Kaira memberikannya pada Jay.
BRAKKKKKK
"Jay?" bingkai yang susah payah di carinya, bahkan menghabiskan setengah dari gajinya, di banting begitu saja oleh Jay, tanpa menghargai usahanya.
"Aku tahu kau begitu mencintainya. Tapi, bisakah kau menghargai niat baikku? Aku pulang hingga tengah malam, hanya untuk mencari itu," Kaira menunjuk pada puing-puing bingkai yang sudah hancur.
"Siapa yang mengatakan kalau aku mencintanya?" Jay menekan tubuh Kaira yang sudah berada di bawahnya.
"Terlihat dari ekspresimu!" jawab Kaira.
"Aku tidak mencintainya lagi!"
"Lalu, siapa wanita yang kau cintai?"
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber