Share

9. Percayalah Padaku!

    Kaira memalingkan wajahnya dari pandangan Jay yang masih berada di atasnya. Jay merubah posisinya dan duduk di sebelah Kaira.

   Jay tidak menjawab pertanyaan Kaira. Jay merasa dirinya belum pantas membicarakan hal cinta di saat hati Kaira belum sepenuhnya untuknya.

"Apa aku harus menjawabnya sekarang, kalau aku mencintaimu? Bagaimana kalau kau menolakku? Hatiku belum siap untuk itu," batin Jay.

   Kaira berjalan dan berjongkok di depan puing-puing pecahan bingkai yang telah menguras tenaganya. Kaira menyeka airmata yang sedari tadi mengalir keluar seperti hujan.

"Aku tahu kalau aku bersalah! Tapi, apa kau tidak bisa menghargai usahaku? Kalau kau tidak menerima bingkai ini sebagai pengganti, seharusnya kau letakkan saja tanpa harus merusaknya di depan mataku!" ucap Kaira.

"Kai..."

"Jay... Oh, maaf. Maksudku Tuan Jay, Anda juga harus ingat kalau aku juga hanya sebuah pengganti sebagai pengantinmu. Apa Anda akan melakukan hal yang sama, dengan apa yang Anda lakukan pada bingkai ini?" Jay seperti tertusuk oleh ungkapan Kaira. 

"Kaira...'

"Anda silahkan istirahat. Aku akan istirahat di kamar yang lain," Kaira sudah memegang handle pintu sembari menutupi airmatanya dari Jay.

"Kaira, dia sudah menikah! Dia meninggalkanku karena tidak mempercayaiku. Apa kau juga akan melakukan hal itu padamu?" Kaira diam, saat Jay melontarkan satu pertanyaan padanya.

  Kaira mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar, karena Jay sudah berdiri di belakangnya dengan tangan yang menghalangi pintu.

DEG... DEG... DEG...

   Malam yang begitu sunyi, membuat debaran jantung keduanya saling terdengar di telinga masing-masing. Apalagi tinggi Kaira yang hanya sebatas pundak Jay, sehingga Kaira bisa mendengar debaran hebat dari jantung Jay yang berdiri di belakangnya.

"Kaira, apa kau bisa meluangka waktu untuk mendengarkanku bicara?" tanya Jay.

"Iya! Katakan saja!" jawab Kaira.

"Aku bukannya tidak bisa menjawab pertanyaanmu tentang sebuah cinta yang sudah berlabuh pada siapa. Aku hanya tidak ingin mengecewakanmu," ucap Jay.

"Kecewa? Apa benar dia mencintai wanita cantik yang ada di foto itu?" batin Kaira.

   Hati Kaira terasa sakit dan berdenyut. Lagi dan lagi, Jay berbicara tidak jelas dan membuat Kaira salah paham dalam mengartikannya.

"Aku akan katakan padamu, wanita mana yang aku cintai di saat yang tepat dan aku sudah yakin kalau aku tidak akan di tolak," ucap Jay.

"Oh... Itu hakmu."

"Bisakah kau percaya padaku?" 

"Percaya tentang apa?" tanya Kaira.

"Aku tidak akan mengkhianatimu, selama..."

"Selama AKu menjadi Istrimu? Kalau kau sudah yakin dengan cintamu, kau akan menceraikan aku? Lalu, untuk apa kau melanjutkan pernikahan pada saat itu? Bukankah kau tahu, kalau aku bukanlah Keysana? Apa dari awal, aku hanya sebuah pion supaya keluarga kalian tidak menanggung malu? Apa karena aku miskin dan sebatang kara, kau bisa membeliku dengan hartamu?" Jay tidak mengerti kenapa Kaira mengucapkan kata-kata yang sangat tidak masuk akal baginya.

"Apa aku seburuk itu?" tanya Jay.

"Lalu, aku harus menilaimu seperti apa?" tanya Kaira.

"Seperti ini!" Jay membalikan tubuh Kaira untuk menghadap ke arahnya. Jay mencium kening Kaira dengan lembut.

"Jangan baik padaku kalau kau hanya akan menyakitiku!" ucap Kaira.

"Satu bulan. Beri aku waktu satu bulan, untuk membuktikan bahwa kau adalah wanitaku satu-satunya. Kau percaya padaku, bukan?"

"Tidak akan lebih dari satu bulan."

***

   Perseteruan yang berakhir dengan damai. Kaira cUkup puas dengan pernyataan Jay. Pernyatain bahwa dirinya adalah satu-satunya wanita dalam hidup Jay. Pernyataan itu lebih berarti dari pada sebuah ungkapan 'AKU MENCINTAMU!'

   Jay memilih mengalah, tidur di kamar tamu dan Kaira tidur di kamar mereka. Kaira tidak bisa memejamkan matanya karena debaran jantungnya tidak bisa di kontrol.

"Siapa wanita itu?" batin Kaira.

   Pukul dua dini hari, Kaira membuat teh hangat untuk menemani matanya yang tidak bisa terpejam. 

"Aduhhhhhhh... Sebenarnya siapa sih wanita itu? Kenapa fotonya memenuhi otakku? Apa aku cemburu? Apa aku benar-benar menyukai Jay? AAARRRRRHHHHHH... Pusing!" Kaira teriak-teriak sembari mengaduk teh dengan tenaga dalam, sehingga suara sendok yang bertemu gelas, mengganggu pendengaran Jay.

   Jay berjalan tanpa suara dan sudah berdiri di samping Kaira. Kaira masih saja asyik dengan gemelut hati dan pikirannya. 

"Apa begitu asyik memakiku?"

"KYAAAAA..." Kaira benar-benar terkejut dengan suara Jay yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

"Hmmmm? Apa Istriku tidak menyadari kehadiranku?" goda Jay.

"Mau teh?" Kaira berusaha mengalihkan perhatian Jay.

"Hufffff... Padahal aku begitu terkejut. Apa dia mendengar celotehanku?" batin Kaira

"Boleh! Bawa saja ke balkon kamar. Aku akan menyusul," pinta Jay.

    Jay masuk ke dalam kamar mandi, menggosok giginya karena Jay sempat tidur sekitar 1 jam. Jay tidak ingin memberikan kesan buruk ke Kaira. 

   Jay mengganti bajunya, memakai parfume hingga tercium wangi maskulin dari tubuhnya. Hanya acara minum teh bersama saja, Jay bersiap-siap seperti kencan.

"Apa yang harus aku bawa ya? Apa aku sudah wangi dan tampan? Mulutku tidak bau'kan? Aku harus periksa mulut besok," gumam Jay.

   Jay masuk ke dalam kamar. Kaira masih tetap memakai baju yang sama. Jay mengambil selimut kecil dan di lingkarkan ke pundak Kaira.

"Di sini dingin. Pakai ini biar hangat!" ucap Jay.

"Lebih hangat kalau kau memelukku," jawab Kaira dengan asal-asalan mengikuti kata hatinya tanpa di pikir terlebih dahulu.

   Wajah Jay memerah. Terlihat dari sorotan lampu yang membuat wajah tampannya semakin bersinar. Jay duduk di sebelah Kaira dan memeluk Kaira sesuai dengan jawaban yang Jay dengar.

"Apa sudah hangat?" tanya Jay, sembari menahan malu.

"Kalau seperti ini, kita benar-benar seperti Suami Istri," ucap Kaira.

"Aku harus menikmati dan percaya dalam waktu satu bulan ini. Jay tidak akan mengecewakanku. Aku harus membuatnya jatuh cinta padaku," batin Kaira.

"Benar! Aku mendengar istriku memakiku hanya karena foto. Sebenarnya aku membentakmu untuk tidak menyentuh foto itu, bukan karena itu foto wanita yang aku cintai. Tapi, aku tidak ingin tangan istriku terluka terkena pecahan kaca."

"Benarkah?" tanya Kaira dengan bersemangat.

"Aku memajang foto itu karena ada foto adikku di sampingnya. Tidak ada lagi foto adikku yang tersisa setelah kebakaran besar 3 tahun lalu yang menewaskannya," mata Jay berkaca-kaca saat membahas tentang adiknya.

"Aku tidak tahu," jawab Kaira.

"Di samping foto adikku, namanya Grace. Dia sudah menikah dengan pria lain. Dia sudah meninggalkanku 7 tahun lalu karena tidak mempercayaiku."

"Tidak percaya tentang apa?" tanya Kaira.

"Tentang aku yang tidak bisa memberikan kehidupan mewah untuknya. Kaira, sejak saat itu aku tidak pernah jatuh cinta lagi. Kau sebagai Istriku, sudah berhasil menggoyahkan hatiku. Jangan pernah pergi dariku hanya karena aku belum mampu membuatmu bahagia," mata mereka saling bertatapan satu dengan yang lainnya.

"Apa aku berarti untukmu?"

"Sangat berarti!" 

   Ucapan lembut Jay, seperti membuat Kaira mabuk kepayang dan jatuh di antara bintang-bintang.

"Aku minta maaf tentang bingkai yang aku hancurkan," ucap Jay.

"Aku juga minta maaf."

"Bisakah kita ulang semuanya dari awal?" 

"Iya!" jawab Kaira.

   Mereka mengakhiri kesalahpahaman dengan saling berciuman. Jay semakin melahap habis bibir Kaira yang terasa manis. Lidah Jay menari-nari dengan sangat lihai, seperti saling berdansa dengan lidah Kaira yang menyambutnya.

***

"AKU KEMBALI...!!!"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
leha rahman
kebanyakan suara batin
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Semangat Jay
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status