Share

5. Untuk Calon Istri

Author: Niniluv
last update Last Updated: 2024-08-29 16:16:43

Sehan membuka pintu rumahnya, mempersilakan Liona untuk masuk lebih dulu. Perempuan itu sempat ragu, tapi tidak mungkin juga dia sekarang kembali ke rumahnya.

Terpaksa Liona akhirnya menuruti perintah Sehan.

Laki-laki itu langsung membawanya ke ruang makan, dan meminta Liona untuk duduk di sana sebentar.

"Tunggulah."

Liona menurut. Pandangannya terus membuntuti Sehan yang mulai berjalan ke arah dapur. Kebetulan dapur di rumah itu terhubung langsung dengan ruang makan, jadi Liona bisa memperhatikan apa yang dilakukan laki-laki itu.

Cukup lama, akhirnya Sehan kembali dengan dua piring nasi goreng yang baru dia masak. Lalu dia hidangkan ke atas meja.

"Saat aku memasak tadi, kau melihatnya kan? Tidak ada racun yang aku masukkan, jadi kau bisa memakannya sekarang."

Liona menatap sepiring nasi goreng yang dihidangkan Sehan untuknya. Dia mulai memegang sendok di hadapannya. Liona percaya pada Sehan, tapi entah kenapa saat ingin menyuapkan makanan itu ke mulutnya. Lagi-lagi tangannya gemetar ragu.

"Kau masih tidak bisa memakannya?"

Liona kembali meletakkan sendok itu ke atas piringnya. "Maaf Sehan, dadaku masih sesak saat melihat makanan."

"Lalu, biasanya apa yang kau makan?"

"Aku terbiasa makan makanan instan atau makanan dibungkus yang di jual di toko."

"Kenapa tidak mengatakannya sejak tadi? Kita bisa saja singgah di toko sebentar saat di perjalanan tadi." Sehan menghela nafas berat. Dia lalu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sudah menunjukan pukul delapan malam. "Aku akan pergi ke toko sekarang, tunggulah di sini sebentar."

"Tidak perlu Sehan." Liona segera menahan Sehan yang nyaris saja bangkit dari duduknya. Dia kemudian tersenyum meyakinkan. "Aku bisa menunda makan hingga besok."

"Kau terlihat semakin kurus, aku tidak mungkin membiarkan calon istriku seperti itu."

Sehan mengambil satu sendok nasi yang ada di piring Liona, lalu melahapnya.

Liona tertegun melihat apa yang dilakukan Sehan barusan. Ini mengingatkannya pada pembantu yang bekerja di rumahnya saat dia masih kecil dulu.

"Pembantuku dulu juga melakukan hal sama yang kamu lakukan barusan, untuk memastikan makananku tidak beracun."

Kini Liona melahap satu suap nasi yang sudah dicicipi Sehan barusan. Dia tersenyum senang.

Sehan hanya menghela nafas kasar. "Jadi, aku akan menjadi pelayanmu mulai sekarang."

Setelah selesai makan malam. Sehan menunjukan kamar yang akan menjadi tempat Liona tidur malam ini.

Liona cukup terpukau, kamar yang disediakan Sehan bahkan lebih luas dari pada kamarnya di rumah.

Di dalam kamar itu juga tersedia kamar mandi, dan ruang menyimpan baju yang juga cukup luas.

"Kamarku ada di sebelah, jika kamu memerlukan ku panggil saja."

Liona mengangguk paham. Tapi dia masih ragu. "Apa tidak masalah jika aku menginap di sini malam ini?"

"Kau adalah calon istriku, jadi apa yang menjadi masalahnya?"

Sehan mengambil sebuah kunci di kantong kemejanya, lalu dia berikan kepada Liona.

"Ini apa?"

"Kunci rumah ini. Simpanlah, kau bisa dengan bebas keluar masuk ke rumah ini."

"Tapi ..."

"Ini juga akan menjadi rumahmu nanti setelah menikah denganku. Jadi anggap saja kau sedang membiasakan diri untuk itu."

Sehan kemudian keluar dari kamar Liona, membiarkan perempuan itu beristirahat di dalam sana.

Hingga waktu menunjukan hampir tengah malam. Liona sudah terbaring di kasur empuk yang disediakan Sehan untuknya, tempat itu nyaman namun entah kenapa Liona mendadak sulit untuk tidur.

"Aku tidak terbiasa menginap di rumah orang lain, apalagi rumah seorang laki-laki."

Liona beranjak dari tempat tidurnya. Dia berjalan pelan, keluar dari kamar.

Berniat untuk mengambil air minum di dapur, namun langkahnya justru terhenti saat melihat Sehan tertidur pulas di sofa ruang tengah.

Liona mengernyit bingung. "Kenapa dia tidak tidur di kamarnya?"

Dengan langkah pelan tanpa menimbulkan suara, Liona menghampiri Sehan. Dia lalu duduk di samping sofa tempat laki-laki itu tertidur dan memperhatikan wajah Sehan dengan seksama.

"Kenapa dia begitu berkeringat?"

Liona heran, padahal suhu di ruangan itu juga tidak begitu panas.

Pandangan Liona kini beralih menatap tisu di atas meja, lalu mengambilnya satu lembar untuk menghapus keringat di kening laki-laki itu.

Dengan berhati-hati, Liora tak mau sampai mengusik tidur Sehan. Namun wajah Sehan yang tadinya tenang mendadak berubah gelisah, tetapi mata laki-laki itu masih terpejam.

"Liona ..."

Liona tertegun. Sehan memanggilnya? Dia lalu menjawab dengan suara yang sedikit pelan. "Kamu memanggilku Sehan?"

Tak ada jawaban. Sepertinya laki-laki itu baru saja mengigau, namun Liona heran kenapa harus menyebut namanya? Apa sedang memimpikan dirinya?

"Padahal kita baru saja mengenal, tapi kamu sudah memimpikanku."

Liona menghela nafas pelan. Dia terus duduk di samping Sehan, berjaga-jaga siapa tau laki-laki itu mengigau lagi dan memanggilnya. Liona masih penasaran.

Namun semakin larut malam, Liona justru tak bisa menahan kantuknya. Tanpa sadar dia justru tertidur di samping Sehan.

Hingga pagi tiba, suara pintu terbuka membangunkan Liora dari tidurnya. Membuat perempuan itu akhirnya menyadari bahwa dia telah ikut tertidur di ruang tengah bersama Sehan.

Liona memperhatikan wajah Sehan sesaat, laki-laki itu masih tertidur nyenyak. Kini wajahnya tampak begitu tenang, tidak seperti tadi malam.

"Kalian ada di sini?"

Liona tertegun. Dia menoleh dan mendapati seorang perempuan paruh baya sudah berdiri tak jauh darinya. Liona seketika berdiri.

"Sa-saya bisa menjelaskan."

"Tidak perlu panik," ucap Sandra menenangkan. "Saya yakin Sehan tidak pernah berbuat macam-macam."

Liona menganga, nyaris tak percaya. Kebanyakan ibu di luar sana selalu menaruh kecurigaan pada anaknya, tapi mamanya Sehan terlihat berbeda.

"Kamu ... putri pertama Darwin Atharya kan?"

Liona mengangguk membenarkan.

"Ah benar, wajahmu sangat mirip dengan ayahmu. Saya mamanya Sehan," ucap Sandra memperkenalkan diri.

Liona mengukir senyum menyapa, jujur dia merasa canggung bertemu dengan Sandra dalam keadaan seperti ini.

Tapi, dari perkataan Sandra barusan, Liona sedikit terkejut. Bagaimana bisa Sandra mengatakan dirinya mirip dengan Darwin, padahal dia bukan anak kandungnya.

"Apa yang terjadi pada Sehan?"

Liona menatap Laki-laki yang masih terlelap di sampingnya. "Dia masih tidur, saya akan bangunkan -"

"Tidak perlu," ucap Sandra memotong. "Saya lega bisa melihat Sehan tertidur nyenyak seperti itu, padahal di sekitarnya ada orang yang sedang mengobrol. Kalau begitu, lain kali saja saya temui dia kembali."

Sandra berbalik, kembali melangkah pergi. Liona sedikit bingung, bahkan perempuan itu tidak mengusirnya dari rumah Sehan.

Liona kemudian memutuskan menyusul Sandra, hingga sampai teras depan rumah. Liona menghentikan kembali langkahnya.

"Ibu Sandra."

Sandra berbalik, menatap Liona dengan sorot tanya.

Liona meremas jari-jarinya yang mendadak terasa dingin. "Saya ... bolehkah meminta restu anda untuk menikah dengan Sehan?"

Sama seperti Sehan, Sandra selalu memasang wajah datar dan tidak bisa ditebak. Sepertinya sifat Sehan itu turunan dari ibunya. Ini justru membuat Liona semakin gugup. Bagaimana jika Sandra tak memberinya ijin?

"Tapi apakah kamu mau menerima syarat dari saya? Saya akan memberikan restu jika kamu menyanggupi syarat ini."

Liona tersenyum, lalu mengangguk yakin. Walaupun dalam hatinya masih ragu. Apa syarat yang akan diberikan Sandra padanya? Dan apakah dia bisa menjalankan syarat itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi CEO Tampan Untuk Balas Dendam   219. Bahagia - End

    Enam tahun kemudian ...Rumah keluarga Wiratama kini tampak ramai. Para tamu undangan mulai berdatangannya, dan banyak anak kecil membawa hadiah.Tepat hari ini, Arsen Wiratama berusia genap lima tahun. Semua orang merayakan ulang tahunya dengan kegembiraan. "Okey, selanjutnya adalah acara potong kue!"Semua anak dan para tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah, saat sang MC membacakan urutan acara selanjutnya. "Potong kuenya!""Potong kuenya!"Sorak anak-anak yang ada di sana. Dibantu dengan sang papa dan mamanya, Arsen mulai memotong kue ulang tahun di hadapannya. "Baik, kuenya sudah dipotong. Sekarang, Arsen ingin memberikan suapan pertama kuenya ke siapa ya?" tanya MC membuat semua orang di sana jadi penasaran tak sabar. Arsen menoleh ke kenan dan kirinya sesaat, mulai bingung."Arsen pasti ingin memberikan suapan pertama pada mama kan?" bisik Liona berusaha merayu putra kecilnya te

  • Menikahi CEO Tampan Untuk Balas Dendam   218. Hukuman

    Ke esok harinya, Sehan dan Galen duduk di jok belakang mobil. Sedangkan Dua pria berbadan kekar kekar duduk di jok depan mereka, dan satu pria itu mengemudikan mobil.Di depan mobil mereka, juga ada satu mobil lain yang menunjukan arah sekaligus mendampingi Sehan dan Galen.Setelah cukup lama, mereka telah sampai di sebuah bangunan beton yang tampak kusam. Menuju ke sana memerlukan waktu hampir tiga jam, letakkan memang sangat jauh dari pusat kota.Dua bodyguard yang ada dalam mobil tersebut keluar lebih dulu, lalu berdiri di sisi mobil, dan mengawasi sekitarnya.Sehan tak langsung keluar, dia menoleh ke samping, menatap sang kakak. "Kak Galen tidak mau menemuinya bersamaan langsung denganku?"Galen menggeleng. "Aku akan berbicara dengannya setelah kau selesai. Aku hanya ingin memarahinya karena sudah berani membuat kakiku tidak berfungsi, sedangkan kamu pasti banyak hal yang ingin dibicarakan bukan?"Sehan mengangguk m

  • Menikahi CEO Tampan Untuk Balas Dendam   217. Pernikahan Aoura

    Di sebuah gedung besar, sebuah pesta pernikahan dilaksanakan dengan tema yang begitu sangat sederhana. Tamu undangan hanya terbatas, yaitu para rekan kerja dan sahabat-sahabatnya dari mempelai pria. Reno dan Aoura berdiri berdampingan, bersalaman dan menyambut para tamu dengan ramah.Hingga kedatangan Darwin bersama anak dan mantunya, berhasil mengalihkan perhatian semua orang di sana. Beberapa orang yang dilalui oleh mereka tersenyum menyapa. Tentu karena kebanyakan tamu undangan di sana adalah karyawan Wiratama group, jadi mereka begitu menghormati Darwin dan Liona, terutama Sehan.Melihat tiga orang penting itu berjalan ke arahnya, tangan Aoura mendadak berkeringat dingin. Dia lalu menyenggol lengan Reno di sampingnya, dan berbisik protes. "Kau juga mengundang ayah?""Tentu saja, bagaimana pun dia juga pernah menjadi ayah untukmu. Kita harus menghargainya dengan mengundangnya ke pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura pah

  • Menikahi CEO Tampan Untuk Balas Dendam   216. Membujuk

    Satu Minggu kemudian. Liona dan Sehan sudah berpakaian rapi, bersiap untuk berangkat ke acara pernikahan Aoura dan Reno. "Sudah siap?" tanya Sehan memastikan saat sang istri baru saja keluar dari kamar. Liona tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang."Sehan dan Liona berjalan keluar rumah. Saat ini mereka sudah berada di rumah mereka sendiri. Sehan memutuskan untuk kembali ke rumah mereka dua hari lalu, setelah Sehan berhasil meyakinkan Joana bahwa keadaannya sudah membaik.Mobil yang mereka tumpangi kini mulai melaju, meninggalkan halaman rumah. Tak langsung menuju gedung acara pernikahan, Sehan dan Liona meminta sang suami untuk mengantarkannya lebih dulu ke rumah Darwin. "Bukankah ayah pasti juga diundang oleh Aoura?" tanya Liona penasaran.Sehan menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya. "Entahlah, aku juga tidak tau. Bahkan setelah meninggalkan rumah ayahmu, seperti

  • Menikahi CEO Tampan Untuk Balas Dendam   215. Ingatan Itu sudah lama kembali

    Setelah sampai di depan kamar yang mereka sewa. Sehan menurunkan Liona dari gendongannya. Laki-laki itu kemudian membuka pintu di hadapannya menggunakan key card yang baru saja dia kantongi.Setelan pintu terbuka, Liona masuk lebih dulu ke dalam sana, diikuti Sehan di belakangnya. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, memperhatikan ruangan tersebut dengan seksama. "Sepertinya tidak ada yang berubah, ini masih sama seperti saat aku datang ke sini pertama kalinya."Sehan menghentikan langkahnya di samping sang istri, dia menatap wajah Liona yang tampak bahagia itu sesaat, sebelum akhirnya ikut memperhatikan sekitarnya dengan seksama. Sehan memang tidak pernah merubah tampilan ruangan itu. Sejak dulu masih sama, tetap begitu-begitu saja. Namun Sehan tak pernah bosan dengan tampilan yang seperti itu. "Lagi pula, aku jarang ke sini lagi setelah menikah denganmu. Dulu, aku menyewa kamar ini untuk tempat istirahatku, ji

  • Menikahi CEO Tampan Untuk Balas Dendam   214. Reka Adegan

    Setelah pergi dari rumah Reno, Sehan dan Liona kembali melanjutkan perjalanannya. Kini mobil yang Sehan kemudikan telah sampai di depan gedung hotel Wiratama, seperti apa yang Liona minta. Entah, Sehan belum mengerti kenapa istrinya mengajaknya ke sana. "Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Liona?" tanya Sehan yang semakin penasaran. Namun Liona masih tak mau menjawabnya, perempuan itu hanya tersenyum saja. Liona kemudian keluar lebih dulu dari mobil, Sehan hanya mengikutinya. Hingga mereka memasuki gedung tersebut, dan Sehan terus mengikuti Liona dari belakang. Perempuan itu berjalan menuju restoran yang ada di lantai dua hotel tersebut. Hingga sampai di salah satu kursi pengunjung yang terletak di dekat jendela kaca gedung tersebut, Liona menarik Sehan dan memaksa laki-laki itu untuk duduk di sana. Sehan yang sejak tadi masih kebingungan, hanya menurut mengikuti apa yang sang istri lakukan padanya. Setelah Sehan duduk di s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status