Di sudut ruang sempit dan gelap itu, Liona terus meringkuk sambil terisak. Tubuhnya sejak tadi gemetar hebat. Tak ada yang peduli dengan keadaannya saat ini.
Apa kesalahan yang dia lakukan sampai semua orang di rumah itu tega melakukan ini padanya? "Liona." Pintu terbuka, membuat cahaya dari luar masuk ke ruangan itu. Air mata Liona terhenti, dia mendongak dan mendapati laki-laki bertubuh jangkung itu berdiri di hadapannya. Liona sempat bertanya-tanya, benarkah itu ... "Sehan?" Laki-laki itu berjongkok di hadapan Liona. Menatap kondisi Liona yang begitu memprihatinkan. Tangannya kemudian terulur, menghapus air mata yang membasahi pipi perempuan tersebut. "Ayo kita keluar dari sini." Sehan nyaris memegang pergelangan tangan Liona, untuk membantunya berdiri. Namun perempuan itu justru langsung memeluknya. Membuat Sehan seketika tertegun. "Aku takut." Liona kembali terisak. Kini Sehan bisa merasakan tubuh Liona yang gemetar menahan takut. "Tenanglah," bisik Sehan sambil membalas pelukan Liona. Berharap bisa sedikit memberikan ketenangan untuk perempuan itu. Sedangkan di ambang pintu, Aoura dan Gretta mulai geram melihat kedekatan Sehan dan Liona. Mereka terpaksa menunjukan di mana keberadaan Liona kepada Sehan, karena laki-laki itu datang ke rumahnya langsung memaksa mereka untuk mempertemukannya dengan Liona. Kini mereka berpindah berkumpul di ruang tamu, menghadap Darwin. "Maaf saya tidak mengabari anda lebih dulu jika ingin datang kemari." Darwin tersenyum ramah pada tamunya. Dia lalu mengangguk, tak mempermasalahkan hal itu. "Saya senang melihatmu di sini, Sehan. Pasti ada tujuan khusus yang membuatmu harus menemui kami." Sehan mengangguk membenarkan. "Saya ingin meminta restu dari anda. Karena anda adalah ayahnya, saya meminta ijin untuk mengajak putri anda ke jenjang yang lebih serius." Gretta dan Aoura cukup takjub. Tadi malam setelah Aoura menceritakan pada orang tuanya bahwa Liona menemui Sehan di hotel, Gretta langsung menghubungi keluarga Wiratama untuk mempercepat pernikahan Aoura dan Sehan. "Apa dia ke sini untuk melamarku?" bisik Aoura pada sang ibu. Gretta mengukir senyum meyakinkan, lalu mengangguk membenarkan pertanyaan sang anak. "Jadi kamu ke sini untuk meminta persetujuan dari kami?" Darwin mengukir senyum senang. "Sebagai orang tua, kami selalu memberikan restu asalkan kamu dan Aoura bahagia." "Sepertinya anda salah paham." Sehan mengukir senyum tipis. Dia lalu menoleh, menatap Liona yang sejak tadi hanya diam duduk di sampingnya. "Saya ingin meminta restu anda untuk menikahi Liona." Serempak semua orang di sana tertegun, termasuk Liona. Dia menoleh menatap Sehan, nyaris tak percaya. Bahkan Liona ingat, tadi malam sepertinya Sehan belum mengatakan setuju dengan permintaannya tersebut. "Sehan, kau telah dijodohkan dengan Aoura. Kau tidak bisa menikahi Liona!" bentak Gretta tak terima. "Gretta, bisakah kau pelankan suaramu pada tamu kita!" kini Darwin yang balik membentak sang istri, membuat Gretta seketika terdiam. "Saya sudah menolak perjodohan itu. Mungkin keluarga saya belum mempunyai waktu untuk mengatakan semua itu." Pandangan Darwin kembali mengarah pada Sehan. "Jadi, kau ingin menikahi Liona?" Sehan mengangguk, membenarkan. Kini semua perhatian tertuju pada Darwin, keputusan ada ditangannya sebagai kepala keluarga. "Jika kau dan Liona saling mencintai, saya rasa tak ada alasan untuk tidak memberikan restu pada kalian." "Ayah!" "Sayang!" Darwin menatap Gretta dan Aoura memberi peringatan, saat istri dan anak bungsunya itu nyaris protes padanya. "Terimakasih, saya akan menyampaikan kabar gembira ini pada keluarga saya." "Sehan, sejak kapan kau mengenal kak Liona?" kini Aoura mengajukan pertanyaan pada laki-laki itu. Tentu saja dia tak terima jika Sehan lebih memilih Liona dibandingkan dirinya. "Bukankah baru kemarin kalian bertemu? Apa hanya karena kak Liona telah memberikan tubuhnya secara gratis padamu, kau langsung mau menikahinya? Kenapa kau tidak berpikir, betapa murahnya kak Liona melakukan semua itu untuk mendapatkanmu?" "Aoura, jika kau menemukan seseorang yang tepat untukmu, apa kau akan melepasnya begitu saja?" Sehan kembali menatap Liona yang masih diam di sampingnya. Dia lalu menggenggam tangan Liona, membuat mata Aoura yang melihatnya seketika panas karena cemburu. Sehan kembali berucap, "itu juga yang sedang ku lakukan saat ini. Aku harap kau memahaminya, Aoura." Aoura kini tak bisa berkutik lagi. Dia hanya bisa menahan sesak di dadanya. "Karena anda sudah memberikan restu, saya rasa anda juga tidak akan keberatan jika saya membawa Liona untuk jalan-jalan ke luar sebentar." Darwin mengangguk, mengijinkan. "Silakan Sehan, saya juga berharap kamu sesering mungkin berkunjung ke rumah ini." Sehan berdiri, masih menggenggam tangan Liona. Laki-laki itu berpamitan, dan membawa Liona keluar dari rumah itu. Hingga kini mereka berada di sebuah rumah makan. Pelayan mulai menghidangkan makanan di hadapan Liona. "Makanlah, kau terlihat sangat pucat seperti mayat. Membuatku takut melihat wajahmu," ucap Sehan bercanda namun masih dengan wajah datar. Dengan tangan yang masih bergetar, Liona mulai memegang sendok makan di hadapannya. Dia mulai menyuapkan setengah sendok nasi ke mulutnya. Namun pikirannya justru kembali teringat pada kejadian di masa lalu yang lagi-lagi membuatnya trauma. 'Racunnya sudah dicampurkan ke makanan ini, Liona akan mati!' Sendok yang Liona pegang seketika terjatuh ke lantai. Sehan tersentak melihat hal itu. "Kenapa Liona?" Satu tetes air mata kembali jatuh, menyusuri pipi perempuan itu. Liona mulai terisak. Sehan memutuskan untuk menghampiri, lalu duduk di samping perempuan itu. Dia menarik bahu Liona agar perempuan itu berhadapan dengannya. "Jawab pertanyaanku Liona." "Ibu ... selalu memasukkan racun di makananku setelah aku membuat kesalahan. Aku tidak bisa memakan semua makanan yang dimasak." Sehan bisa menebak. Liona begitu tampak kurus, pasti karena jarang makan. Ternyata Gretta yang membuatnya trauma dengan makanan. "Liona, apa benar kau selalu diperlakukan tidak pantas oleh mereka?" Liona semakin terisak. Dia mengangguk, membenarkan pertanyaan Sehan barusan. Sebenarnya Liona tak ingin menunjukan keburukan keluarganya pada Sehan, tapi mereka sendiri yang membuat Sehan menyadari hal itu. "Sekarang katakan jujur padaku, apa kamu ingin menikah denganku untuk balas dendam pada mereka?" Tangisan Liona terhenti seketika. Tebakan Sehan memang tepat. Tapi Liona ragu untuk mengatakannya. "Jawab jujur Liona!" Liona meneguk ludahnya dengan susah payah, sebelum akhirnya dia mengangguk membenarkan. "Aoura sangat menyukaimu. Dia pasti akan sangat kacau jika melihatmu menikah denganku. Ayah dan ibu juga pasti akan menderita melihat Aoura yang selalu mereka sayangi akan terluka, begitupun juga dengan Reno. Reno pasti akan menjadi sasaran kemarahan Aoura karena hal ini. Itu artinya ... aku bisa melihat mereka semua menderita juga hanya dengan menyakiti Aoura. Aku hanya ingin membuat mereka sadar, orang yang selalu mereka injak juga bisa membuat mereka merasakan sakit." Bukannya marah setelah mendengar alasan Liona ingin menikah dengannya. Sehan justru mengukir senyum puas. "Ini yang ingin ku dengar darimu Liona." Sehan kemudian menggenggam tangan Liona. Membuat perempuan itu justru menatapnya bingung. "Aku akan membantumu. Kau bisa membantu bisnisku sebagai imbalannya. Jadi, anggap saja kita adalah partner kerja. Bagaimana?"Enam tahun kemudian ...Rumah keluarga Wiratama kini tampak ramai. Para tamu undangan mulai berdatangannya, dan banyak anak kecil membawa hadiah.Tepat hari ini, Arsen Wiratama berusia genap lima tahun. Semua orang merayakan ulang tahunya dengan kegembiraan. "Okey, selanjutnya adalah acara potong kue!"Semua anak dan para tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah, saat sang MC membacakan urutan acara selanjutnya. "Potong kuenya!""Potong kuenya!"Sorak anak-anak yang ada di sana. Dibantu dengan sang papa dan mamanya, Arsen mulai memotong kue ulang tahun di hadapannya. "Baik, kuenya sudah dipotong. Sekarang, Arsen ingin memberikan suapan pertama kuenya ke siapa ya?" tanya MC membuat semua orang di sana jadi penasaran tak sabar. Arsen menoleh ke kenan dan kirinya sesaat, mulai bingung."Arsen pasti ingin memberikan suapan pertama pada mama kan?" bisik Liona berusaha merayu putra kecilnya te
Ke esok harinya, Sehan dan Galen duduk di jok belakang mobil. Sedangkan Dua pria berbadan kekar kekar duduk di jok depan mereka, dan satu pria itu mengemudikan mobil.Di depan mobil mereka, juga ada satu mobil lain yang menunjukan arah sekaligus mendampingi Sehan dan Galen.Setelah cukup lama, mereka telah sampai di sebuah bangunan beton yang tampak kusam. Menuju ke sana memerlukan waktu hampir tiga jam, letakkan memang sangat jauh dari pusat kota.Dua bodyguard yang ada dalam mobil tersebut keluar lebih dulu, lalu berdiri di sisi mobil, dan mengawasi sekitarnya.Sehan tak langsung keluar, dia menoleh ke samping, menatap sang kakak. "Kak Galen tidak mau menemuinya bersamaan langsung denganku?"Galen menggeleng. "Aku akan berbicara dengannya setelah kau selesai. Aku hanya ingin memarahinya karena sudah berani membuat kakiku tidak berfungsi, sedangkan kamu pasti banyak hal yang ingin dibicarakan bukan?"Sehan mengangguk m
Di sebuah gedung besar, sebuah pesta pernikahan dilaksanakan dengan tema yang begitu sangat sederhana. Tamu undangan hanya terbatas, yaitu para rekan kerja dan sahabat-sahabatnya dari mempelai pria. Reno dan Aoura berdiri berdampingan, bersalaman dan menyambut para tamu dengan ramah.Hingga kedatangan Darwin bersama anak dan mantunya, berhasil mengalihkan perhatian semua orang di sana. Beberapa orang yang dilalui oleh mereka tersenyum menyapa. Tentu karena kebanyakan tamu undangan di sana adalah karyawan Wiratama group, jadi mereka begitu menghormati Darwin dan Liona, terutama Sehan.Melihat tiga orang penting itu berjalan ke arahnya, tangan Aoura mendadak berkeringat dingin. Dia lalu menyenggol lengan Reno di sampingnya, dan berbisik protes. "Kau juga mengundang ayah?""Tentu saja, bagaimana pun dia juga pernah menjadi ayah untukmu. Kita harus menghargainya dengan mengundangnya ke pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura pah
Satu Minggu kemudian. Liona dan Sehan sudah berpakaian rapi, bersiap untuk berangkat ke acara pernikahan Aoura dan Reno. "Sudah siap?" tanya Sehan memastikan saat sang istri baru saja keluar dari kamar. Liona tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang."Sehan dan Liona berjalan keluar rumah. Saat ini mereka sudah berada di rumah mereka sendiri. Sehan memutuskan untuk kembali ke rumah mereka dua hari lalu, setelah Sehan berhasil meyakinkan Joana bahwa keadaannya sudah membaik.Mobil yang mereka tumpangi kini mulai melaju, meninggalkan halaman rumah. Tak langsung menuju gedung acara pernikahan, Sehan dan Liona meminta sang suami untuk mengantarkannya lebih dulu ke rumah Darwin. "Bukankah ayah pasti juga diundang oleh Aoura?" tanya Liona penasaran.Sehan menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya. "Entahlah, aku juga tidak tau. Bahkan setelah meninggalkan rumah ayahmu, seperti
Setelah sampai di depan kamar yang mereka sewa. Sehan menurunkan Liona dari gendongannya. Laki-laki itu kemudian membuka pintu di hadapannya menggunakan key card yang baru saja dia kantongi.Setelan pintu terbuka, Liona masuk lebih dulu ke dalam sana, diikuti Sehan di belakangnya. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, memperhatikan ruangan tersebut dengan seksama. "Sepertinya tidak ada yang berubah, ini masih sama seperti saat aku datang ke sini pertama kalinya."Sehan menghentikan langkahnya di samping sang istri, dia menatap wajah Liona yang tampak bahagia itu sesaat, sebelum akhirnya ikut memperhatikan sekitarnya dengan seksama. Sehan memang tidak pernah merubah tampilan ruangan itu. Sejak dulu masih sama, tetap begitu-begitu saja. Namun Sehan tak pernah bosan dengan tampilan yang seperti itu. "Lagi pula, aku jarang ke sini lagi setelah menikah denganmu. Dulu, aku menyewa kamar ini untuk tempat istirahatku, ji
Setelah pergi dari rumah Reno, Sehan dan Liona kembali melanjutkan perjalanannya. Kini mobil yang Sehan kemudikan telah sampai di depan gedung hotel Wiratama, seperti apa yang Liona minta. Entah, Sehan belum mengerti kenapa istrinya mengajaknya ke sana. "Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Liona?" tanya Sehan yang semakin penasaran. Namun Liona masih tak mau menjawabnya, perempuan itu hanya tersenyum saja. Liona kemudian keluar lebih dulu dari mobil, Sehan hanya mengikutinya. Hingga mereka memasuki gedung tersebut, dan Sehan terus mengikuti Liona dari belakang. Perempuan itu berjalan menuju restoran yang ada di lantai dua hotel tersebut. Hingga sampai di salah satu kursi pengunjung yang terletak di dekat jendela kaca gedung tersebut, Liona menarik Sehan dan memaksa laki-laki itu untuk duduk di sana. Sehan yang sejak tadi masih kebingungan, hanya menurut mengikuti apa yang sang istri lakukan padanya. Setelah Sehan duduk di s