Share

4. Syarat Mutlak

Sean mengerjapkan matanya beberapa kali, sesekali ia memijat dahinya yang terasa pening. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, Sean baru menyadari bahwa ia tidak berada di dalam kamarnya melainkan di apartemen Ronald.

Sean perlahan bangkit sembari mendudukkan diri, ia mengambil segelas air putih yang berada di atas nakas di sisi ranjang, lalu meminumnya dalam sekali teguk. Ia merasa tenggorokannya kering dan gatal.

Tak lama Ronald ke luar dari dalam kamar mandi, dilihatnya Sean sudah terbangun, “Tuan Sean sudah bangun rupanya?” tanyanya menyindir, “mohon maaf sebelumnya, apa Tuan ingat kejadian kemarin malam?”

Dahi Sean mengerut, berusaha mengingat-ingat kejadian beberapa jam lalu. Kedua bahunya bergedik, tidak mau ambil pusing dengan pertanyaan yang Ronald lontarkan.

“Tuan, lebih baik pecat saya saja sekarang! Atau tenggelamkan saya di danau terdekat!” Ronald menjatuhkan handuk yang sebelumnya ia pakai untuk mengeringkan rambut ke lantai, “Tuan, asal anda tahu. Tuan sudah melakukan tindakan tidak terpuji yaitu menjatuhkan kredibilitas saya sebagai manusia beradab dan bermoral”

Ronald berjalan mondar-mandir, membuat kepala Sean bertambah pening ia memijat dahinya pelan yang masih berdenyut. “Berhenti atau saya patahkan kaki kamu!”

Ronald menghentikan langkahnya, kemudian ia mendudukkan diri dengan merengkuh badannya nyaris seperti bersujud, “Tuan, saya harap anda ingat, kemarin malam anda pingsan di depan kamar sebelah setelah anda kabur dari acara makan malam dengan keluarga Darmawijaya!”

Mendengar pernyataan Ronald, Sean mengerutkan dahinya mencoba mengingat kejadian kemarin malam. Seingatnya dia sedang dalam perjalanan untuk makan malam, tiba-tiba ia berubah pikiran dan berakhir di sebuah private bar milik kenalannya untuk menghilangkan penat, kemudian ia mengirim pesan pada Ronald untuk menjemputnya. Karena Ronald tak kunjung datang ia berinisiatif untuk pergi ke apartemen asisten pribadinya itu dengan taxi. Lalu kemudian …

“Ah, sial! Bereskan masalah ini jangan sampai ada saksi mata.”

Kepalanya semakin sakit saat Sean teringat kembali syarat dari kakeknya apabila ia ingin menjadi pewaris perusahaan, ia dituntut untuk memperbaiki lini perusahaan Wiratama di bagian otomotif yang terancam bangkrut bagaimanapun caranya, ditambah kakeknya meminta syarat lain yang tidak masuk di akal, yaitu untuk segera menikah tahun ini.

Sean mendapat penawaran dari keluarga Darmawijaya untuk menjodohkannya dengan anak perempuan mereka yang bernama Irena. Seharusnya kemarin malam diadakan pertemuan untuk pembicaraan ini, namun di tengah perjalanan Sean memutar balik kendaraan dan berakhir mabuk-mabukan di private bar milik rekannya. 

Jika diamati kesepakatan ini adalah hal yang menguntungkan bagi Sean, ia bisa secara sekaligus memenuhi kedua syarat dari sang Kakek, memperbaiki lini bisnis otomotif mereka dengan mengakuisisi Darmawijaya Manufacture dan menikah dengan anak pemilik bisnis tersebut.  Namun entah mengapa hatinya merasa janggal, tidak biasanya Sean ragu-ragu seperti ini.

“Baik tuan akan saya laksanakan!” Dengan sigap Ronald membuka laptop dan membuat surat perjanjian. “Lalu apakah anda berkenan untuk membuat pertemuan ulang dengan keluarga Darmawijaya?”

“Atur saja dalam waktu dekat.” Sean tidak mau ambil pusing, ia kembali membaringkan tubuhnya yang terasa lelah.

Tak lama kemudian Ronald telah menyelesaikan surat perjanjiannya, ia berencana untuk menemui Bella saat itu juga. Sebelum Ronald pergi ia menyiapkan segelas air hangat dan sepotong roti untuk Sean yang disimpan di atas nakas.

Setelah Ronald pergi, kini hanya Sean sendiri di dalam kamar. Ia bangkit dan berdiri di sisi balkon, Ia menatap sinar mentari yang menelusup ke sela-sela jendela, saat ini rupanya cuaca sedang cerah. Sean teringat kejadin satu bulan lalu, yang akhir-akhir ini membuatnya sangat stress hingga akhirnya melampiaskannya ke alcohol seperti kejadian hari ini.

Kejadian satu bulan lalu terjadi saat ia akan berangkat menuju kantor, tiba-tiba asisten kakeknya mengetuk pintu apartemennya. Ia diberi pesan untuk menghadap ke kediaman utama Wiratama. Mau tidak mau Sean harus menurutinya.

Kediaman utama Wiratama merupakan tempat tinggal kakeknya. Thomas Wiratama yang namanya sudah malang melintang dalam dunia bisnis. Wiratama Group menguasai berbagai macam sektor industri menengah atas. Ia nyaris memonopoli industri manufaktur yang ada di Indonesia, di mulai dari farmasi, departemen store, keuangan dan asuransi, otomotif dan bahkan saat ini sedang merambah elektronik.

Namun sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak kecil hubungan Sean dan kakeknya tidak akur. Semua itu terjadi semenjak kecelakaan tragis yang merenggut nyawa ayah, ibu dan kakak laki-lakinya juga seorang supir lima belas tahun silam. Keluarganya meninggal di saat mereka pergi membeli hadiah untuk merayakan ulang tahun Sean yang jatuh pada keesokan harinya, menurut Thomas, Sean adalah penyebab kematian anak sulungnya, menantu kesayangan dan juga cucu pewarisnya.

Ayah Sean pada saat itu merupakan wakil direksi dari Wiratama Group, sementara ibu Sean dipercaya untuk mengelola departemen store, dan kakak laki-laki Sean digadang-gadang akan menjadi penerus keduanya. Hanya Sean yang selamat karena ia tidak ikut membeli hadiah, membuatnya menjadi bulan-bulanan.

Kakeknya tidak pernah menganggap kehadiran Sean, jika ia ingin diakui sebagai penerusnya Thomas selalu memberi persyaratan-persyaratan yang tidak masuk akal. Dimulai dari Sean yang harus selalu menjadi juara umum di sekolahnya tak peduli apapun, harus menguasai segala bidang pelajaran. Tidak boleh ada cacat atau skandal apapun dalam kehidupannya.

Saat berkuliah di luar negeri, ia dituntut mendapat nilai yang sempurna dan Sean berhasil membuktikannya pada sang kakek, namun hal itu tetap tak merubah posisinya di mata Thomas. Sejujurnya Sean hanya ingin diakui, tidak peduli dengan jabatan, namun jika menjadi penerus dan mampu bersaing dengan sepupunya adalah syarat mutlak untuk diakui, Sean akan melakukannya.

Selang beberapa menit kemudian Sean sampai di kediaman utama Wiratama, menurut asisten kakeknya, beliau berada di dalam ruang kerja dan mempersilakannya untuk masuk.

“Selamat Pagi, Tuan.” ucap Sean, saat ini Sean sudah berada di dalam ruang kerja milik kakeknya. Tidak ada sapaan hangat antara kakek dan cucu pada umumnya, keduanya saling menganggap satu sama lain sebatas simbiosis mutualisme dalam kepentingan perusahaan.

“Tidak perlu banyak basa-basi, segera perbaiki lini industri otomotif. Saya lihat saat ini kita tertinggal jauh dalam industri itu,” ucap Thomas yang sedang duduk di meja kerjanya membelakangi Sean, ia bahkan tak menoleh sedikitpun untuk berbicara pada Sean.

“Baik, Tuan.” Sean membalasnya dingin, seperti biasa kakeknya masih saja enggan melihat wajahnya jika menurutnya tidak terlalu penting.

“Dan satu lagi, segera menikah. Saya tidak mau ada rumor miring mengenai kamu yang dianggap memiliki penyimpangan seksual, bahkan ada rumor bodoh bahwa kau memiliki hubungan khusus dengan Ronald,” ucap Thomas, “camkan, ini perintah! Jangan berani membangkang jika kamu masih ingin menjadi bagian dari Wiratama.”

“Baik, Tu—”

“Tahun ini, harus tahun ini tidak lebih dari tiga bulan lagi! Siapapun wanitanya tidak masalah!” potong Thomas, “sekarang kamu boleh keluar.”

Sean membungkukkan badannya, “Baik, saya pamit undur diri dan semoga rahmat dan kebaikan Tuhan selalu menyertai Tuan.”

Sean melangkahkan kaki jenjangnya dengan cepat agar segera meninggalkan kediaman utama Wiratama, ia mengendurkan dasi yang ia rasa terlalu mencekik lehernya, wajahnya memerah menahan rasa kesal yang ia bendung selama beberapa menit yang terasa bagai neraka.

“Sial! Pernikahan?!” umpat Sean, “ini hanya akal-akalan kakek saja agar aku enyah dari Wiratama! Argh!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status