Share

3. Tamu Tak Diduga

Bella saat ini sedang melihat-lihat apartemen barunya, beruntung ia mendapat unit yang harganya masih bisa ia jangkau dengan fasilitas full furniture yang lumayan baik walaupun tidak terlalu mewah. Ukuran ruangannya memang tidak jauh berbeda dengan kamarnya dulu, tetapi itu bukan masalah, yang terpenting lokasinya saat ini berada di area jalan arteri dekat dengan pusat perkantoran.

Bella merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia berpikir sejenak untuk memulai aksinya saat ini. Cara pertama ialah harus mencari pekerjaan terlebih dahulu, pengalamannya menjadi manajer operasional saat di perusahaan ayahnya dulu mungkin saja bisa membantunya untuk mencari pekerjaan.

Bella teringat masa-masa saat ia bekerja sebelumnya, ia menjadi manajer operasional sementara Irena diberi jabatan sebagai CEO, sungguh tidak adil namun mau bagaimana lagi ia tidak bisa membantah. Di perjalanan karirnya Bella memiliki pekerjaan yang sangat banyak, selain ia menjadi seorang manajer ia juga harus menghandle pekerjaan-pekerjaan Irena karena adiknya itu tidak kompeten.

Irena hanya ongkang-ongkang kaki saja, ia hanya tahu beres atas semua pekerjaan miliknya. Ayahnya beralasan karena tubuh Irena lemah ia tidak boleh kelelahan, padahal yang Bella tahu Irena sudah sembuh sejak ia sekolah menengah, ayah dan ibunya yang selalu tepat waktu dalam merawat penyakit Irena ke dokter seharusnya tahu bahwa adiknya itu sudah dapat hidup normal saat ini. Namun Irena sering berpura-pura lemah agar mendapat simpati, dan hanya Bella yang mengetahui sifat terpendamnya itu.

“Ah, untuk apa aku mengingat lagi mereka, toh mereka pun tidak akan mengingatku! Jangankan khawatir! Kalaupun ingat pasti hanya sebatas babysitter Irena aja,” gumam Bella.

Saat ia sedang asyik berbaring tiba-tiba pintu kamarnya diketuk secara kasar, Bella terperanjat, jangan-jangan itu orangtuanya yang ingin memaksanya pulang. Bella bangkit dari ranjangnya, namun ia belum berani membuka pintu, ia sedang berpikir alasan apa agar ia bisa menolak orangtuanya.

Akhirnya setelah beberapa menit terdiam, Bella pun membuka pintu, namun dahinya mengerut, ia tampak bingung dengan sosok pria yang berada di hadapannya ini, “Maaf, siapa ya?”

Di hadapan Bella saat ini sosok bertubuh tinggi dengan rambut klimis yang disisir ke belakang, rahangnya tajam dan dipenuhi rambut di dagunya disertai dengan badannya tegap. Untuk skala penilaian fisik Bella berani memberi nilai pada pria dihadapannya ini nyaris sempurna.

Pria tersebut diam tak menjawab apapun, namun satu hal yang pasti ada bau alkohol dan parfum beraroma wood dari tubuhnya. Matanya sedikit memerah dan tubuhnya agak sempoyongan. Sekali lagi Bella bertanya pada pria tersebut.

“Halo?” Bella melambaikan tangan di hadapan wajah pria itu, “Mas? Mau cari siapa? Ada perlu apa?”

“Ronald,” gumam pria itu, “mana Ronald?”

Bella mengerutkan dahi, “Maaf sepertinya mas salah unit, tidak ada yang namanya Ronald disini—”

Terdengar suara dentuman keras, pria tersebut tiba-tiba terjatuh seketika di daun pintu. Bella yang panik kemudian bingung harus melakukan apa. Tiba-tiba ponsel pria tersebut yang tergeletak di lantai saat ia terjatuh berbunyi, tampak panggilan suara dari kontak bernama Ronald. Dengan cepat Bella mengangkat panggilan tersebut.

“Halo, Tuan Sean? Anda berada di mana?” tanya sosok pria yang diduga bernama Ronald itu.

“Halo Mas, maaf ini temannya pingsan di unit apartemen saya, sepertinya beliau salah kamar. Ini baiknya bagaimana ya?” ucap Bella sambil menggoyang-goyangkan tubuh pria itu, berusaha membangunkannya.

“Astaga!” pekik Ronald, “maaf sebelumnya merepotkan, boleh saya minta tolong untuk mengamankan beliau dulu di unit milik anda? Saya masih diperjalanan dan tolong beritahu nomor unitnya ya.  Ah, dan maaf sekali lagi karena telah merepotkan.”

“Oh, baik kalau begitu tidak masalah, saya di apartemen Pesona Grata tower D unit 416 ya Mas,” ucap Bella. Tak lama panggilan pun terputus, kemudian dengan sekuat tenaga Bella membopong pria bernama Sean itu. Ukuran tubuhnya yang berbeda jauh membuat Bella membopong dengan sempoyongan.

Akhirnya Bella membaringkan tubuh Sean di atas sofa berukuran sedang miliknya, ia yang canggung hanya duduk memperhatikan Sean, berharap pria itu segera siuman. Untungnya tak berselang lama pintu unit kamar Bella diketuk, dengan tergesa ia membuka pintunya.

“Selamat sore, mohon maaf saya yang tadi menelepon, apa betul teman saya yang tidak sadarkan diri berada di sini?” tanya Ronald sopan.

Bella mengangguk pelan, ia sedikit menelisik pria dihadapannya ini. Tubuhnya tinggi namun sepertinya sedikit lebih pendek dibanding Sean, dia memakai kacamata dengan potongan rambut yang disisir ke belakang. Kulitnya lebih gelap dibanding Sean yang kulitnya terlihat putih pucat. Namun ada kesamaan diantara keduanya yaitu sama-sama memakai pakaian rapi berupa tuxedo ala kantoran.

“Betul, silakan masuk mas,” Bella mempersilakan Ronald untuk masuk ke dalam, “Mau minum apa mas? Mohon maaf saya Cuma ada air putih dan teh saja, kebetulan saya baru pindah hari ini jadi belum sempat belanja stok makanan.”

“Ah tidak usah repot-repot, saya langsung saja membawa teman saya. Kebetulan unit saya ada di sebelah, mungkin itu alasannya mengapa teman saya salah masuk kamar. Saya juga baru sadar waktu anda ucapkan alamat lengkap.”

“Ini kartu nama saya mbak,” Ronald kemudian mengeluarkan kartu namanya dari dalam dompet, “ijin memperkenalkan diri nama saya Ronald. Dan ini teman saya atau lebih tepatnya atasan saya bernama Sean. Saya mewakili beliau mohon maaf sebesar-besarnya karena telah mengganggu kenyamanan anda.”

“Ah saya Arabella, panggil saja Bella.” balas Bella, “tidak apa-apa Mas, tapi coba dicek dulu temannya takut terjadi apa-apa, saya tadi tidak berani cek karena takut dianggap lancang, soalnya beliau tadi terjatuh cukup keras di daun pintu.”

Ronald menghampiri Sean yang masih berbaring, “Tidak apa-apa Nona Bella, dia hanya mabuk berat. Badannya tahan banting, aman.” Kemudian Ronald membopong Sean, “kalau begitu saya pamit undur diri. Terima kasih dan mohon maaf sekali lagi.”

“Iya, Mas. Santai saja. Silakan …” Bella mempersilakan Ronald keluar dari kamarnya, ia masih berdiri di daun pintu mengamati arah kedua pria itu yang berjalan di lorong. Ternyata benar, unit mereka bersebelahan, pantas saja pria bernama Sean itu keliru.

Setelah melihat Ronald dan Sean masuk ke dalam unitnya, Bella pun ikut masuk ke dalam kamarnya sendiri. Saat ia akan mengambil minum terlihat kartu nama yang Ronald berikan, di dalamnya tertulis nama lengkap pemuda berkacamata itu dan juga perusahaan tempat di mana ia bekerja.

“Tunggu … assistant of CEO Wiratama Group?” gumam Bella, “Sebentar, kalau tidak salah seingatku Wiratama Group sedang mengincar perusahaan ayah untuk diakuisisi sebagai jaminan bayar hutang ayah yang membengkak namun kedua orangtuaku merencanakan perjodohan antara Irena dengan CEO tersebut untuk kesepakatannya.”

“Apa jangan-jangan …” lanjut Bella, “Pria yang pingsan tadi adalah CEO-nya?! Sial, aku dulu tidak dilibatkan dengan rencana ini oleh ayah, mereka membuatku sibuk mengatasi permasalahan distribusi, sekarang aku menyesal karena buta informasi!”

Bella mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas dengan tergesa, kemudian ia membuka platform mesin pencari informasi dan mengetik CEO Wiratama Group. Hasilnya seperti yang ia duga, terpampang nama Sean Kamandaru Wiratama dengan wajah persis seperti pria yang pingsan tadi di depan kamarnya.

Saat sedang menggulirkan website profil perusahaan tersebut tanpa sengaja terlihat sebuah fitur lowongan pekerjaan, Bella kemudian menekan fitur tersebut dan di dalamnya terdapat sebuah lowongan untuk posisi sekretaris.”

“Apa aku coba lamar saja ya? Siapa tahu dengan masuk circle Wiratama Group aku bisa aman dari tekanan keluargaku, sebisa mungkin aku harus menggagalkan rencana perjodohan mereka. Gila saja apa Wiratama Group ingin hancur dengan memiliki menantu tidak kompeten seperti Irena? Tidak mungkin.”

Bella kemudian membuka kopernya dan mengambil laptop yang berada di dalam, dengan gesit ia membuat sebuah lamaran pekerjaan dan menyiapkan persyaratan-persyaratannya. “Semoga saja lamaranku diterima, ku mohon Tuhan.”

Untuk pengalaman bekerja Bella termasuk dalam kategori yang cekatan, saat ia masih bekerja di perusahaan ayahnya yang bergerak di industri manufaktur logam dan mesin ia mampu bekerja sama dengan perusahaan rekanan dan dipercayai sebagai supplier mesin peralatan pertanian di beberapa negara. Semua berkat inovasi Bella yang terus memperbarui informasi mengenai teknologi terbaru dan juga kepiawaiannya dalam mengelola operasional.

Berkat Bella juga beberapa waktu yang lalu perusahaan ayahnya nyaris saja terkena penalty terkait perjanjian kontrak yang tidak dicerna dengan baik oleh Irena, untung saja Bella mau turun tangan menghadapi masalah tersebut kepada perusahaan mitra dan mengubah ancaman menjadi peluang.

Darma Manufacture merupakan perusahaan yang dirintis oleh sang kakek, yaitu ayah dari Pak Kusuma Darmawijaya yang merupakan ayah Bella. Di zaman kejayaannya saat masih dikelola oleh sang kakek, Darma Manufacture merupakan perusahaan yang disegani, namun saat kakek Bella meninggal dan kepengurusan digantikan oleh ayahnya, perusahaan mengalami penurunan penjualan tidak seperti dulu.

Kini Bella bertekad untuk mengubah nasib, ia percaya diri karena dimanapun ia berpijak Bella memiliki value dan ia yakin untuk bisa survive bagaimanapun situasi dan kondisinya. Bella akan membuktikan pada keluarganya bahwa ia akan lebih bersinar dan mereka akan menyesal karena telah menyia-nyiakan Bella.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status