“Tante, kasih aku kesempatan buat tinggal di sini! Aku belum dapet tempat tinggal baru, Tante,” pinta Arlita sambil menatap wajah Nia dan Roro Ayu yang ikut di belakangnya.
“Gimana mau dapet kalau kamu nggak nyari?” tanya Ayu sambil menatap wajah Arlita.
Arlita langsung menatap tajam ke arah Ayu. Benih kebencian di dalam hatinya tiba-tiba muncul ketika Ayu merenggut semua yang seharusnya menjadi miliknya.
“Arlita, keluarga kami menolongmu, bukan berarti kamu harus terus menikmati kekayaan kami seperti ini terus. Sudah saatnya kamu mandiri. Nanda bukan lagi pacarmu dan semua harta yang dia miliki, sudah sah jadi milik Roro Ayu.”
“Tante, aku yang pacarnya Nanda dan kami saling mencintai. Kalau bukan karena Roro yang gatel, dia nggak akan menikahi Roro. Roro yang udah ngerebut Nanda dari aku, Tante. Selama ini hubungan kita baik dan Tante sayang sama Lita ‘kan?” Arlita menatap wajah Nia dengan mata berkaca-kaca.
Nia terdiam sambil melirik Roro ya
“Arlita, kamu harus tahu sedang berhadapan dengan siapa. Roro Ayu ini bukan wanita sembarangan, masih cucu Keraton Solo. Anak tante memang sudah melakukan kesalahan karena berani merenggut kesucian puteri mereka dengan paksa. Keluarga kami harus menerima hukum adat yang sudah diputuskan oleh mereka. Harta keluarga kami menjadi taruhannya. Jadi, mengertilah keadaan kami! Kalau kamu sayang sama Nanda, tinggalkan dia!” pinta Nia sambil menatap wajah Arlita. “Ayu, kamu masih cinta sama Sonny ‘kan? Kenapa malah mengikat Nanda seperti ini? Dengan bercerai dengan Nanda saja, kamu sudah bisa kembali ke cowok yang kamu cintai. Kenapa harus ngambil semua harta Nanda?” tanya Arlita. “Kamu jahat, Ay!” “Aku sudah bilang kalau semua harta yang dimiliki Nanda, tidak cukup untuk membayar harga diriku, Lit. Aku bukan perempuan miskin yang bergantung hidup sama laki-laki. Tanggung jawab Nanda, bukan sekedar menikahiku saja. Ada banyak banyak tanggung jawab yang harus dia lakukan
Nanda buru-buru melangkah keluar dari ruang kerjanya ketika ia baru saja selesai menerima panggilan telepon dari Arlita yang memintanya untuk mencarikan tempat tinggal baru karena ibunya mengambil paksa apartemen yang digunakan oleh wanita itu. “Mau ke mana?” Ayu menghadang langkah Nanda yang baru saja sampai di pintu utama perusahaan tersebut. Ia tersenyum sambil memegang rantang makanan di tangannya. “A-ayu? Ngapain kamu ke sini?” Nanda gelagapan saat melihat Ayu tiba-tiba datang ke perusahaannya. “Mau antar makan siang untuk kamu,” jawab Ayu sambil mengangkat rantang yang ada di tangannya. Tentunya dengan senyuman manis yang terukir indah di bibirnya. Nanda terdiam sambil memeriksa layar ponselnya saat notifikasi pesan dari Arlita masuk ke sana. “Sudah ada janji sama orang lain?” tanya Ayu sambil menatap wajah Nanda. “Eh!?” Nanda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ayu menghela napas. “Ada janji makan siang sama siapa?”
Ayu memperhatikan setiap detail ruang kerja Nanda. Ini pertama kalinya ia masuk ke dalam ruang kerja suaminya itu setelah mereka menikah. Sepertinya, ia terlalu lama terlarut dalam kesedihan. Tidak bisa menerima apa yang sekarang ia miliki dan baru menyadari kalau suaminya punya kedudukan yang begitu bagus, kedudukan yang diinginkan semua wanita di dunia. Terutama wanita yang tidak bisa hidup mandiri dan menggantungkan hidup mereka pada pria berduit. “Ruang kerjamu lumayan juga,” puji Ayu sambil duduk di kursi kerja Nanda. “Sepertinya, sudah lama aku nggak duduk di kursi seperti ini,” lanjutnya sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. Nanda tak menyahut. Hanya mengawasi Ayu dengan matanya sambil menikmati makanan yang ada di hadapannya satu per satu. Ayu tersenyum sambil menekan tombol power yang ada di laptop Nanda. “Aku boleh akses laptop ini?” “Mau ngapain, Ay?” tanya Nanda sambil memperhatikan Ayu lewat sofa yang tak jauh dari meja kerjanya.
Nanda melangkahkan kakinya dengan pasti menuju ke ruang Presdir Amora International. Tempat papanya biasa bekerja setiap hari. Amora International adalah grup perusahaan dari lima belas anak perusahaan. Nanda yang masih suka bermain-main, hanya diberi jatah untuk mengurus satu anak perusahaan saja. Satu perusahaan saja tidak berkembang dan sering mengalami kerugian. Membuat Andre tidak bisa mempercayakan semua perusahaan yang ia miliki kepada puteranya. “Pagi, Pa ...!” sapa Nanda sambil melangkah masuk ke dalam ruang kerja Papa Andre. “Pagi. Tumben ke sini? Perusahaanmu bermasalah lagi?” tanya Andre. Nanda mengangguk dan duduk santai di kursi yang ada di hadapan meja kerja papanya. “Perusahaan produksi anak lagi kacau dan bermasalah.” “Kamu lagi bicarain Roro Ayu?” tanya Nia yang baru saja keluar dari toilet ruangan tersebut. “He-em,” jawab Nanda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Nan, Roro Ayu itu keturunan bangsawan. Dia w
“Pa, itu semua cuma hiburan doang. Setress sama kerjaan kantor yang numpuk, pulang ke rumah denger istri ngomel terus. Makin setress aku kalau nggak ada hiburan,” ucap Nanda berdalih. “Pandai banget beralasan. Lebih baik, kamu urus aja perusahaan dengan baik! Ada Roro Ayu yang akan membantumu mengembangkan bisnis. Daripada kamu buang-buang waktu buat ngeluh di sini, lebih baik pulang dan urus perusahaanmu!” pinta Andre. “Papa ngusir aku?” Nanda mengernyitkan dahi menatap wajah dingin papanya. “Papa ada tamu penting. Lebih baik kamu keluar dari ruangan ini! Papa nggak mau dia tahu kalau papa punya pewaris bisnis yang begitu payah!” perintah Andre sambil menatap serius ke arah Nanda. Nanda langsung bangkit dari sofa dan menatap kesal ke arah papanya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau papanya tidak mau mendengarkan dia sama sekali. Kedua orang tuanya lebih memilih untuk memihak Roro Ayu yang jelas-jelas sedang ingin mengendalikannya. Apa pun yan
“Ndre, minggu depan acara ulang tahun kami. Mau bikin syukuran kecil-kecilan. Kalian semua datang, ya!” pinta Yuna sambil menatap wajah Andre dan Nia. Nia mengangguk sambil tersenyum manis. “Pasti, dong. Kalian berdua enak banget, ya? Hari ulang tahunnya sama. Jadi, bisa rayakan bareng.” Yuna tersenyum, ia menoleh sejenak ke arah suaminya. “Kalian bisa datang ‘kan?” Nia mengangguk. “Kebetulan, kami juga nggak terlalu sibuk.” “Nanda juga datang, ya! Bawa istri kamu supaya kami bisa kenal. Tante dengar, dia salah satu lulusan terbaik di Melbourne. Tante juga lulusan dari sana. Bukan lulusan terbaik seperti dia. Hanya mahasiswa biasa. Tante penasaran sama dia. Pengen kenal.” Nanda mengangguk sambil tersenyum lebar. “Baik, Tante. Saya pasti bawa dia untuk berkenalan dengan Tante Yuna.” Yuna tersenyum bangga menatap wajah Nanda. Meski cara yang dilakukan pria muda ini melanggar norma, tapi tetap saja bisa dianggap beruntung karena mendapatk
Di ruangan kerjanya, Andre hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Nanda yang terlihat begitu santai dan banyak berdiam diri saat mereka semua membicarakan bisnis. “Tidak terasa, kita usdah ngobrol sampai jam makan siang. Gimana kalau kalian makan siang bersama kami saja?” tanya Andre sambil tersenyum menatap Yuna. Yuna tersenyum sambil menggenggam punggung tangan Yeriko. “Terima kasih, Ndre. Tapi kami tidak bisa karena sudah ada janji makan siang dengan anak kami. Si Okky bisa ngomel sampai besok kalau tiba-tiba kami membatalkan jadwal makan siang kami dengan dia.” “Oh. I see.” Andre manggut-manggut. “Kalian semua sangat sibuk. Waktu makan siang bersama keluarga jadi hal yang paling berharga untuk kalian. Kalau gitu, kami tidak akan mengganggu.” Yeriko mengangguk dan bangkit dari tempat duduknya. “Kami pulang dulu, Ndre! Jangan lupa tanda tangani perpanjangan kontrak perusahaan kita!” “Gampang,” sahut Andre santai sambil ikut bangkit dari
Di perusahaannya, Nanda tidak bisa berbuat apa-apa saat Ayu mulai ikut campur dan mengobrak-abrik management perusahaannya. Ia enggan berdebat dengan Ayu hanya karena ia memang enggan untuk berpikir dan lebih senang bersantai di kantornya. “Nan, aku bisa diskusi sebentar sama kamu?” tanya Ayu sambil melangkah masuk ke ruang kerja Nanda. Nanda mengangguk sambil memainkan penanya. Ayu langsung meletakkan tumpukan dokumen yang ia bawa ke hadapan Nanda. Nanda mengernyitkan dahi melihat dokumen yang ada di atas meja kerjanya. “Kamu nyuruh aku ngapain?” tanyanya sambil menelan saliva dengan susah payah. “Ada hal penting yang mau aku diskusikan. Ini laporan dari semua departemen yang udah aku kumpulkan.” Nanda memperhatikan judul map itu satu persatu. “Terus?” “Keuangan perusahaan kamu sering minus seperti ini? Apa kamu nggak pernah ngecek di mana cost yang terlalu tinggi?” tanya Ayu. “Aku pusing, Ay. Biar aja dicek sama manag