Chapter 14
JAMU PENYUBUR DARI MERTUA
Pagi harinya, Maudy terbangun dengan kepala sedikit nyeri dan pusing. Sikap Marcel yang kurang jelas membuatnya malah banyak berpikir dan baru bisa tidur menjelang terang hari.
Saat terbangun, yang pertama sekali dia lihat adalah Marcel yang terbaring di sebelahnya.
Sejenak dia merasa heran. Mengapa laki-laki itu mengizinkan dia tidur di atas ranjang yang sama?
Awalnya dia mengira itu adalah salah satu bentuk perasaan bersalah darinya. Namun, perempuan itu mengingatkan dirinya kembali bahwa mulai detik itu juga dia tidak boleh terlalu mudah percaya pada Marcel. Bagaimanapun tujuan laki-laki itu mengajukan pernikahan kontrak yang sebenarnya belum terungkap hingga sekarang.
Memang, ada poin-poin tertentu yang menunjukkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Akan tetapi, Maudy tetap merasa ada maksud tersembun
Chapter 15HARI YANG BERATSetelah sarapan dan bersiap-siap, pelayan memasukkan bunga dan kendi air ke dalam mobil. Tanpa sepengetahuan Maudy, beberapa koper juga dimasukkan ke bagasi dan bagian belakang mobil.Semua orang lebih banyak diam selama perjalanan. Maudy juga demikian. Dia beberapa kali melirik wajah Marcel yang terlihat dingin bahkan tadi di meja makan. Masalahnya, keluarganya tidak terlalu ambil hati dengan sikapnya. Tinggallah dia sendiri yang berkali-kali mulai mempertanyakan keputusannya untuk menjalani pernikahan sementara ini dengan laki-laki tersebut.'Tidak, Maud! Kamu sama sekali tidak boleh menyesal atau mempertanyakan keputusan ini,' katanya dalam hati untuk mengingatkan dirinya sendiri.Marcel yang sadar dilirik oleh istrinya, sengaja tidak menanggapi. Ada banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya saat ini. Banyak hal yang melibatkan perasa
Chapter 16TERHANYUT"Aku akan memperjelasnya kali ini," kata Marcel tanpa menoleh. "Aku memang sempat bimbang, namun sudah kutetapkan hatiku pada tujuan semula," sambungnya.Maudy terperangah dengan topik pembahasan Marcel yang tidak jelas dari tadi. Kebingungan di wajahnya semakin jelas bagai benang yang semakin kusut dan sudah tidak bisa diluruskan."A...apa maksudmu sebenarnya?" tanya Maudy dengan ekspresi antara kesal dan bingung. "Tadi, kamu menyinggung nenekmu yang meninggal dan mengatakan beliau yang paling penting. Aku tidak tahu apa alasan kamu membahas soal itu tiba-tiba. Dan... sekarang? Kamu ingin memperjelas katamu? Memperjelas apa?"Marcel tidak menjawab perkataan wanita itu. Dia merasa itu tidak perlu lagi. karena mereka sudah sampai di rumah. Marcel mematikan mesin mobil lalu memberikan kunci kepada sopirnya yang sudah datang menghampiri.Maudy mengikuti laki-laki itu untuk masuk ke dalam ru
Chapter 17 NYAWA DIBAYAR NYAWA Pagi-pagi sekali, Maudy terbangun. Dia duduk di sudut tempat tidur dalam hening. Minimnya lampu di kamar itu menarik dirinya dalam perenungan yang dalam. Tak bergerak, dia tenggelam dalam pikirannya. Wajahnya tertunduk dan kedua lengannya memeluk lutut dengan erat. Posisi itu dia pertahankan cukup lama. Suara hujan deras terdengar mengguyur atap rumah tanpa ampun. Angin kencang juga membuat suara ribut yang menakutkan. Maudy menghela napas lalu menarik selembar selimut untuk menghindari cuaca dingin. Untunglah ini hari Minggu. Seandainya ini hari kerja, aku harus meninggalkan tempat tidur segera, pikir wanita itu. Dipandanginya Marcel yang tertidur pulas di atas tempat tidur. Laki-laki itu masih terbuai dalam mimpi. Dengan perlahan, tangannya bergerak ke wajahnya. Beberapa butir air mata yang sempat terjatuh buru-buru dihapus olehnya. Seolah-olah dia takut bahwa jika dia benar-benar menangis, dia akan menyerah dan mati s
Chapter 18 HARI YANG SIBUK Wanita itu memeriksa penampilannya sejenak. Dia juga tidak lupa memeriksa segala keperluannya. Setelah itu, dia meminum segelas susu dan mengambil setangkup roti yang baru selesai dipanggang. Sambil berjalan, dia memakan roti itu. Maudy sengaja bertingkah seolah dia sudah terlambat masuk ke kantor sehingga para pelayan yang ditinggalkan mertuanya di rumah itu enggan untuk bertanya macam-macam. "Kalau Tuan bertanya, bilang saja aku sudah berangkat ke kantor," perintahnya. Entahlah! Maudy tidak yakin laki-laki itu akan bertanya atau tidak tentang dirinya hari ini. Dia bahkan tidak tahu laki-laki itu ada di mana sekarang. Yang perlu diingatnya adalah menjaga supaya para pelayan tidak mengetahui yang sebenarnya. "Baik, Nyonya." Maudy segera keluar. Tepat saat roti itu masuk ke mulut dalam suapan terakhir, taksi online yang sudah dipesan Maudy pun tiba. Mungkin, jika ada kesempatan, aku harus les mengemudi, pikirnya. Maud
Chapter 19PERTENGKARAN YANG TIADA HENTISuasana di dapur begitu sibuk dan pelayan terlihat kelelahan di mata Maudy. Dia bertanya-tanya mengapa tidak diizinkan untuk ikut menyiapkan makan malam atau mengerjakan pekerjaan lain. Dia juga ingin melakukan sesuatu."Maaf, Nyonya. Kalau Nyonya terlihat terlalu capek, maka segera kami akan menjadi pengangguran karena dipecat."Maudy mengerutkan kening dan mengangkat alis. "Apakah tuan mengancam kalian?""Hanya mengingatkan, Nyonya. Nyonya jangan melakukan apa pun. Biar kami saja."Saat mendengar jawaban para pelayan, Maudy untuk pertama kalinya merasa seperti nyonya besar seperti kisah yang ditontonnya dalam drama Korea yang dibagikan Lira padanya. Apakah sekarang dia harus bangga?Wanita itu hampir tertawa karena membayangkan hidup dalam drama Korea dan memanggil Marcel dengan sebutan "Oppa". Namun, bukankah
Chapter 20MALAM PANASAngin berembus dingin dari sela-sela tirai jendela. Astaga! Sejak kapan udara menjadi sedingin ini? Tadinya Maudy membuka jendela karena udara terasa gerah. Namun, kini dia mulai menutup badannya dengan selimut tipis.Maudy benar-benar berkonsentrasi pada pekerjaan di hadapannya supaya nantinya dia punya banyak waktu untuk mengunjungi adiknya. Akibatnya, dia sama sekali tidak tahu bahwa seseorang yang berbaring di belakangnya mengamatinya sejak tadi.Hanya menyuruh dia berhenti bekerja dan beristirahat, apa susahnya sih? pikir Marcel kesal pada dirinya sendiri.Dia merasa tidak nyaman melihat ada yang masih bekerja di tengah malam begini. Apalagi seseorang tersebut terlihat menahan rasa dingin dengan selimut yang tidak mungkin bisa menghangatkan badan jika jendela tidak ditutup."Apa kamu tidak bisa membedakan siang atau malam?" tanya Mar
Chapter 21PERHATIANNYA SUAMIKUMaudy berdiri beberapa saat di depan barisan pakaian. Seluruh pakaian yang disediakan atas perintah Marcel memenuhi ruangan itu. Dia melongo melihat begitu banyak pakaian yang tersedia meskipun belum bisa dibandingkan dengan barisan pakaian, sepatu, dan jam tangan Marcel.Dengan hati masih takjub dan rasa tidak percaya, Maudy mengamati kembali seluruh isi ruangan itu. Ruangan yang luas itu sudah seperti butik besar.Kemarin, sepertinya para pelayan menggunakan cukup banyak waktu untuk mengerjakan semua ini."Mengapa tidak segera keluar? Aku mau mengganti pakaian."Marcel sudah muncul dari pintu dengan tubuh bagian bawah terlilit handuk sementara tubuh bagian atas terbuka begitu saja."Ini...," kata Maudy ragu-ragu."Mengapa? Kamu ingin ruangan pakaian yang terpisah? Aku rasa memang seharu
Chapter 22Kunjungan Sang CEO'Mengapa akhir-akhir ini aku begitu salah tingkah berada di dekatnya?' pikir Maudy bingung.Dia tidak menduga bahwa dirinya akan begitu mudah terpikat pesona palsu pria berdarah dingin itu. Berkali-kali Maudy mengingatkan dirinya bahwa laki-laki itu hanya ingin memanfaatkan dan membalas dendam padanya, tetapi berkali-kali juga hatinya yang lemah berusaha membela pria itu.Wajah Maudy memerah mengingat kecupan mesra Marcel di keningnya."Mengapa pikiranku malah dipenuhi hal itu, sih?" gerutu Maudy.Tanpa sadar Maudy mencoret kertas yang ada di hadapannya."Ya, ampun. Sepertinya, aku harus ulang lagi dari awal," sesal wanita itu sembari menukar kertas di hadapannya dengan yang baru."Mau berapa kali kamu membuang kertas? Pemborosan itu," goda Poly dengan alis terangkat.&nb