“Untungnya pergelangan kakinya tidak terkilir terlalu parah. Tapi tolong kurangi aktivitas, jangan banyak bergerak dulu.”
Begitulah kata dokter setelah selesai memeriksa kondisi kaki Nadine.Ucapan dokter itu membuat Leonhart langsung melarang Nadine untuk bekerja.“Kau dengar itu? Besok kau tidak usah masuk kerja, izin saja,” tegasnya.“Tapi … aku baru saja izin sebelumnya saat pergi bersamamu,” sahut Nadine ragu.“Tidak masalah kalau harus izin lagi. Apa kau mau sakitnya bertambah parah?” balas Leonhart dengan nada menekan.Nadine menghela napas panjang, lalu mencoba membujuknya.“Ku mohon, biarkan aku tetap bekerja. Aku janji tidak akan banyak bergerak,” pintanya dengan wajah memohon.“Di perusahaanmu aku hanya karyawan biasa, bukan CEO sepertimu. Aku tidak bisa seenaknya izin berkali-kali. Kalaupun bisa, aku tidak enak dengan yang lain,” jelas Nadine panjang lebar.Karena penjelasan Nadine terasa m“Nanti kirimkan desain yang kau buat padaku.”Pinta Leonhart tiba-tiba pada Nadine saat mereka berpisah di lobi kantor.Belum sempat Nadine menanyakan alasannya, Leonhart sudah lebih dulu masuk ke dalam lift.Nadine bertanya-tanya, mengapa Leonhart meminta desain yang semalam ia buat. Namun karena percaya pada Leonhart, ia mengira mungkin lelaki itu hanya penasaran dengan kemampuan desainnya.Sesampainya di meja kerja, Nadine langsung membuka laptop. Ia mengirimkan desain itu ke email Leonhart, lalu segera mengabarinya.“Aku sudah mengirim desainnya ke emailmu,” tulis Nadine, kemudian menekan tombol kirim.Tak lama, balasan dari Leonhart masuk.“Baik, terima kasih.”Nadine membacanya sekilas, lalu menutup aplikasi pesan tersebut.Tidak lama kemudian, Mira datang menghampiri Nadine dengan heboh.“Nadine …” panggilnya.Nadine menoleh, dan tiba-tiba Mira langsung memeluknya.“Kenapa, Mir?” tanya Nadine kaget.“Kau dari mana saja?” tanya Mira lagi sambil melepas pelukan.Nadine terdiam se
“Tunggu aku.”Leonhart memanggil Nadine yang hendak melangkah lebih dulu menuju lift.Nadine memperlambat langkahnya, menunggu hingga Leonhart menyusul, lalu mereka berjalan beriringan bersama.Sesampainya di lobi, mereka mendapati Raina yang rupanya belum pulang. Ia sedang duduk di sofa dengan wajah lesu.Leonhart menghentikan langkahnya, lalu menanyakan alasannya,“Kenapa kau belum pulang?” tanyanya datar.Nadine yang melihatnya langsung merasa gerah. Ia hanya melempar tatapan malas ke arah Raina.Dengan nada manja bercampur ekspresi sedih, Raina menjawab,“Iya, Pak. Saya pesan mobil online, tapi belum ada yang menerima.”“Oh, begitu,” sahut Leonhart singkat.Tiba-tiba, dengan berani, Raina mengajukan permintaan,“Maaf, Pak. Kalau tidak mengganggu, boleh saya menumpang pulang?” tanyanya hati-hati namun jelas penuh maksud.Leonhart sekilas menatap Nadine. Namun, Nadine sama sekali tidak berniat menanggapi. Ia justru membuang muka.“Maaf, aku dan istriku harus pergi ke tempat lain dul
"Hah? Apa-apaan dia!”ucap Nadine masih heran dengan peringatan Raina tadi. Ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya, namun rasa kesal itu tetap mengganggu pikirannya.Nadine akhirnya memilih kembali ke ruang kerjanya dan duduk di meja, berusaha fokus menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.Tak lama kemudian, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Leonhart.“Nadine, bisa kau datang ke ruanganku sekarang?”Nadine segera mengetik balasan.“Ada apa?”Balasan Leonhart datang cepat.“Kepalaku sakit sekali.”Nadine mengerutkan kening. Sebenarnya ia enggan pergi, lalu menolak dengan halus.“Maaf, tapi aku sedang sibuk.”Namun setelah itu tak ada lagi pesan balasan. Justru keheningan itu membuat Nadine semakin gelisah. Ia takut Leonhart benar-benar sakit. Perasaan khawatir akhirnya mengalahkan egonya. Nadine bangkit dari kursinya dan memutuskan pergi ke ruang Leonhart.Seperti biasa, sebelum masuk ia melewati meja sekretaris. Tatapan Raina langsung tertuju padanya, tetapi Nadin
“A-aku...”Nadine bingung harus mengatakan apa saat tertangkap basah, seolah sedang melakukan sesuatu diam-diam.Namun sepertinya Leonhart tidak begitu peduli.“Hm ... jam berapa sekarang?” tanyanya tiba-tiba dengan suara serak dan masih mengantuk.Nadine yang juga tidak tahu jam berapa saat itu, asal menebaknya,“Sepertinya jam enam pagi,” jawabnya pelan.Leonhart bangun dari tidurnya dan duduk sebentar di sofa sebelum akhirnya berdiri.“Aku mandi dulu,” ucapnya singkat, lalu melangkah menuju kamar.Nadine yang melihatnya heran. Mereka baru saja tidur bersama di sofa, tetapi Leonhart bersikap biasa saja seolah tidak ada yang terjadi. Apa hanya dirinya yang merasa malu?“Ya ...” jawabnya singkat, masih bingung dengan sikap Leonhart.Tak lama, Nadine juga kembali ke kamarnya untuk bersiap berangkat ke kantor.Setelah selesai bersiap, ia keluar dan melihat Leonhart sudah menunggu di ruang tamu.“Ayo,” ajak Leonhart sambil mengambil kunci mobil.Nadine mengamati sikap Leonhart yang teras
“Ada undangan makan malam lagi dari tetua.”Leonhart mengatakan hal itu dengan ekspresi datar ketika mereka sedang berada di dalam mobil, dalam perjalanan pulang menuju apartemen.“Kapan?” tanya Nadine sambil menoleh ke arahnya.Leonhart ikut menatap Nadine, kemudian balik bertanya dengan nada penasaran,“Apa kau ingin datang?”Nadine mengangguk pelan mengiyakan.Namun Leonhart yang seolah tidak percaya dengan jawaban Nadine segera memastikan kembali,“Kau serius? Kita tidak perlu datang jika kau memang tidak mau.” Suaranya kali ini terdengar benar-benar serius.Nadine justru menatapnya sambil tersenyum santai, lalu menjawab,“Kenapa kau begitu khawatir? Kita kan sudah pernah menghadapinya bersama.”Leonhart terkekeh pelan, tidak menyangka dengan jawaban Nadine yang terkesan penuh keyakinan.“Jadi maksudmu sekarang kau sudah kembali akrab dengan mereka?” tanyanya lagi.“Ya, bisa dibilang begitu,” jawab Nadine dengan nada yang sengaja dibuat sombong.Leonhart tertawa kecil melihat ting
“Ayo berangkat.”Leonhart yang sudah rapi duduk menunggu Nadine di sofa ruang tamu.Nadine dengan sedikit canggung mengikuti Leonhart yang berjalan lebih dulu keluar dari apartemen. Sudah lama sekali ia tidak berangkat ke kantor bersama Leonhart. Walaupun akhir-akhir ini mereka sering pergi bersama, tetap saja rasanya berbeda jika harus berangkat kerja dengan suaminya itu.“Sudah pakai sabuk pengaman?” tanya Leonhart sambil melirik sekilas.Nadine mengangguk singkat.Leonhart melajukan mobilnya. Sepanjang perjalanan suasana hanya dipenuhi keheningan, sampai akhirnya Leonhart membuka suara.“Nanti kalau kau sudah selesai bekerja, datanglah dulu ke kantorku,” ucapnya tenang.Nadine mengernyit bingung.“Kenapa?”“Tunggulah sampai aku selesai, aku ingin pulang bersamamu,” jawab Leonhart mantap.“Hah?” Nadine menoleh tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“Aku ingin pulang bersamamu. Jadi, tunggu aku di kantorku,” ulang Leonhart dengan nada tegas.Nadine hanya bisa menatap hera