“Jadi, dia benar-benar menggunakan jalur kabur itu?” Bernard mendengus pelan. “Sayang sekali. Dia memilih teman yang salah.” “Aku akan mengeksekusi hukumannya, Bos,” Julian menawarkan diri. “Ya,” Bernard setuju. “Jika hal seperti itu saja tidak bisa kau lakukan, apa lagi yang bisa kau lakukan selain duduk di kursi pimpinan sambil menunggu Jeff membereskan semuanya?” “Aku akan segera kembali,” pamit Julian sembari membungkuk. “Pastikan kau membawa Jeff kemari setelah menghukumnya,” Bernard mengingatkannya. “Kau tahu apa resikonya jika dia tidak kembali ke rumah ini.” “Baik, Bos,” jawab Julian sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Namun, begitu keluar dari ruangan Bernard itu, Julian langsung meninju tembok di samping pintu. Wajahnya tampak marah dan geram. Dia harus menggunakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Setelah Jeff dengan sendirinya meninggalkan markas ini, Julian tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Namun, Jeff bukan lawan yang mudah
Jeff membawa Dion keluar kota, ke tempat di mana tidak ada markas Bernard di sana. Setelah berkemudi selama berjam-jam, sore itu mereka berhenti di salah satu restoran fast food, sesuai permintaan Dion. Karena sejak tadi pagi, mereka hanya makan roti dan camilan seadanya yang dibeli Jeff di toko kecil yang tidak memiliki CCTV. Jeff juga berusaha menghindari jalan-jalan yang memiliki CCTV untuk tiba di kota ini. Kota ini merupakan kota perbatasan antar provinsi. Kota yang terasa lebih tenang dari kota pada umumnya. Kota yang bisa dibilang cukup sepi. Mayoritas penduduk kota ini hanyalah pekerja kantoran dan swasta. Kota ini begitu damai dan jauh dari kriminalitas. Salah satu kota yang tak menarik minat Bernard untuk dikuasai. Begitu mereka tiba di kota ini dan mobilnya melewati restoran fast food, Dion heboh ingin makan kids meal kesukaannya. Dia bilang, papanya sudah berjanji mengajaknya ke fast food akhir pekan lalu, tapi papanya tidak menepatinya karena sibuk bekerja. Mendengar c
Tak pernah sekali pun seumur hidupnya, Jeff mengira dirinya akan berada di situasi seperti ini. Bertahun-tahun menghabiskan hidupnya sebagai bagian dari organisasi hitam, dengan tangan berlumuran darahnya, tak pernah terbayangkan dia akan menggenggam tangan kecil keponakannya dengan tangan yang sama. Namun, saat ini tak ada yang bisa dilakukan Jeff selain menggenggam tangan ini. Tidak. Ia tidak boleh melepaskan genggaman tangannya pada anak ini. Sampai ia memastikan anak ini aman. “Aku senang akhirnya bisa pergi ke sini dengan Om,” celetuk anak di sebelahnya ini. Jeff menoleh padanya. “Benarkah?” Anak itu mengangguk kuat. “Aku tidak akan marah lagi pada Papa karena tidak menepati janjinya. Dan aku senang karena aku akhirnya bisa bertemu dengan Om yang selama ini hanya diceritakan Mama.” Anak itu tersenyum lebar. Hati Jeff terasa sakit melihat senyum anak itu. Seandainya dia tahu, saat ini bahkan keselamatan orang tuanya tidak terjamin. Dan itu karena Jeff. Bahkan saat ini pun, ke
Jeff melompati meja-meja yang ada di restoran itu untuk tiba di meja tempat keponakannya berada dan segera menepis kotak susu di tangan keponakannya. Keponakannya itu tampak terkejut. “Om Jeff …” Jeff menatap sekeliling, tapi ia tak lagi menemukan Veros di sana. Namun, Jeff tetap waspada. “Om Jeff, ada apa?” tanya keponakannya itu. “Es krimku mana, Om?” Mendengar pertanyaan anak itu, Jeff tersadar. Ia menoleh ke tempat ia menjatuhkan nampan tadi. Namun, tidak hanya itu. Saat ini, para staf restoran sedang lekat menatapnya, beberapa ada yang berbisik-bisik. Gawat. Jeff tak bisa menarik perhatian lagi di sini. Dia harus segera pergi dari sini. Maka, Jeff segera menggendong keponakannya dan membawanya pergi dari sana tanpa makanan atau apa pun. Mereka kembali ke mobil. Dan begitu Jeff juga masuk ke mobil setelah memasukkan Dion ke mobil, keponakannya yang duduk di jok belakang itu kembali bertanya, “Kita tidak jadi makan, Om? Es krimku?” Jeff seketika merasa bersalah pada anak it
Setelah membiarkan beberapa mobil van hitam berpenumpang penuh mengikuti mobilnya di kawasan klub malam milik organisasi, Jeff membawa mereka ke sebuah gedung kosong di samping gang kecil yang terletak di pinggiran kota. Jeff memilih tempat yang sepi dan memperhitungkan jalur kabur dari atas gedung juga. Itu adalah tempat yang pas untuk one man squad.Jeff tiba di depan gedung itu bertepatan dengan suara petir yang menyambar keras, lalu diikuti hujan yang seketika mengguyur deras. Menerobos hujan, Jeff turun dari mobil tanpa mematikan mesinnya, dan berlari masuk ke gedung. Ia menekan tombol peledak yang sudah ia simpan di mobilnya tatkala orang-orang yang mengejarnya lewat. Itu mengulur waktu Jeff untuk mengambil jarak. Dia menaiki tangga dan bersiap di anak tangga teratas di lantai dua gedung kosong itu, menunggu mangsanya.Jeff tak kesulitan melawan mereka dari tangga. Posisinya lebih mudah untuk melawan banyak orang. Hingga seseorang mulai menggunakan senjata api. Jeff harus menghi
“Jika kau menikah denganku, akan kupastikan tidak akan ada lagi satu orang pun yang bisa sembarangan menodongkan senjata padamu. Begitu kau menikah denganku, kau akan keluar dari gang buntu ini, dari kubangan air kotor ini, dan dari orang-orang ini. Aku bisa menjamin itu. Karena akulah yang akan melindungimu,” wanita bergaun merah itu bicara.Jeff tertegun. Siapa wanita ini sebenarnya? Jeff tak bisa melihat wajahnya karena tertutup payung yang dinaungkan wanita itu di atasnya. Beberapa saat lalu, dia yakin dia sudah hampir mati. Bahkan kini, di bawahnya tergenang darah yang bercampur air hujan. Ia pikir, suara tembakan beruntun tadi akan mengakhiri hidupnya, tapi justru itu adalah algojo kematian untuk orang-orang yang mengepungnya.“Kau … siapa?” tanya Jeff, tak sepenuhnya percaya pada wanita itu. Tangannya semakin erat memeluk Dion, keponakannya.“Penyelamatmu.” Setelah mengatakan itu, wanita itu menaikkan payung di atas Jeff hingga tatapan mereka bertemu.Saat itulah, napas Jeff se
Wanita itu tak mengatakan apa pun sepanjang mereka sarapan. Jeff sendiri tak tahu apa saja yang ia masukkan ke mulutnya. Ia tak peduli, selama ia bisa mengisi energi. Sepanjang sarapan itu, Jeff tak mengurangi kewaspadaannya dari wanita yang duduk di ujung lain meja makan itu.“Aku memesan cukup banyak makanan. Tapi, jika kau masih merasa kurang …”“Ini sudah cukup,” Jeff menyela. “Ada hal lain selain makanan yang seharusnya kau berikan padaku.”Wanita itu menghela napas. “Baiklah. Kau bisa bertanya,” ucap wanita itu.“Siapa kau sebenarnya?” Jeff bertanya tanpa basa-basi.Tidak hanya wanita itu bisa melawan orang-orang yang mengepung Jeff semalam dengan mudah, ketika mereka tiba di hotel ini pun, mereka bisa masuk tanpa menarik perhatian para staf hotel. Seolah … hotel ini adalah milik wanita itu.Wanita itu menjentikkan jari, lalu Trent yang berdiri di belakang wanita itu, menghampiri Jeff dan meletakkan sebuah kartu nama di meja. Jeff tak mengambil kartu nama itu, tapi dia bisa memb
Setelah Jeff menandatangani kontrak pernikahannya dengan Celine, dia meminta waktu mengenai syarat untuk diajukan pada wanita itu. Wanita itu lantas menawarkan agar mereka tinggal di rumahnya untuk keamanan. Jeff tak punya alasan untuk menolak itu. Terlebih, itu yang lebih dia butuhkan saat ini.Jeff tidak terkejut ketika mereka tiba di rumah Celine. Wanita itu adalah putri konglomerat. Itu pun, putri tunggal. Kedua orang tuanya sudah meninggal dan dia pemilik saham terbesar di Royale Group. Terlepas dari kekuasan besarnya itu, sepertinya dia punya banyak musuh yang membatasi gerak-geriknya di perusahaan. Karena itulah, dia membutuhkan Jeff.“Ini rumah Tante?” tanya Dion ketika mereka turun dari mobil.“Bukan,” jawab Celine. “Ini rumah kita.” Wanita itu tersenyum pada Dion.“Kita benar-benar akan tinggal bersama … dengan Om dan Tante juga …” Mata Dion berbinar senang.Jeff tersenyum ketika anak itu menoleh padanya. Ya, saat ini anak itu hanya perlu tahu hal-hal yang akan membuatnya te