Bab 8 : Perubahan sikap
Bu Mira terkejut mendengar perkataan suaminya yang dinilai kasar. Tidak sepantasnya Pak Arya mengatakan hal itu. Ia maju satu langkah kemudian menarik tangan Pak Arya yang masih memegangi telepon."Ada apa?! Katakan! Aku harus tau apa yang sedang terjadi? Kedua anakku pergi gara-gara kau! Pasti gara-gara kau!" Pekiknya pada Pak Arya. Bu Sani menjatuhkan dirinya, lemas karena takut kehilangan kedua putrinya."Diam saja! Kau tidak akan mengerti!" Pak Arya kembali mengetikan sesuatu pada ponselnya, seperti memerintah seseorang. Namun, kali ini Ia hanya memerintah lewat pesan karena jika bicara lewat telepon, jelas Bu Sani akan mengetahui apa yang sebenatnya terjadi.Bu Sani masih duduk di lantai. Memanjangkan kakinya, raut wajah putus asa ia tunjukan tak lain agar suaminya segera membereskan semuanya."Bangun! Aku akan segera menyelesaikannya! Tunggu saja!" Kata Pak Arya sembari melihat ke arah Bu Sani yang masih duduk di lantai.Bu Sani berdiri kemudian menatap tajam Pak Arya kemudian bertanya, "Sampai kapan aku menunggu? Kenapa kau selalu menjadikan Tisa kambing hitam? Apa kau pikir dia tidak punya hati? Dia punya kehidupan yang harus Ia jalani juga. Dan semuanya akan kacau jika langkahmu dan anak buahmu sangatlah lamban!"Terpaksa Bu Sani katakan hal itu pada Pak Arya. Karena Ia ingin semuanya berjalan baik-baik saja. Ibu mana yang mau kehilangan dua anakñya sekaligus. Tentu saja tidak akan ada Ibu yang seperti itu.Bu Sani yang masih kesal, langsung bangkit dari duduknya dengan amarah masih membara di dadanya. Ia pergi dari hadapan Pak Arya karena merasa percuma Ia bicara dengan suaminya itu.***Sementara itu, Tira dan Alex sedang berada di mobil. Mereka berdua pergi menuju ke rumah Alex. Belum bertegur sapa setelah kejadian di rumah Tira tadi.Alex melihat ke arah dimana Tira duduk, wajah Tira menunjukan jika dirinya marah. Namun, Alex baru kali pertama melihat Tira marah. Karena selama ini, Alex mengenal pribadi Tira yang lembut dan hampir tak pernah memperlihatkan kemarahannya."Ada apa? Kenapa kamu bersikap seperti itu pada bapak dan Ibumu? Pasti ada alasannya. Kenapa?" tanya Alex yang tangannya diletakan diatas tangan Tira.Sontak Tira terkejut saat tangan Alex tiba-tiba saja ada di atas tangannya. Tira langsung berpura-pura mengambil ponsel dari tasnya hingga tangan Alex terlepas."Tidak. Aku tidak marah." Jawabnya dengan singkat sembari memainkan ponselnya. Kepalanya pun menunduk, tak berani menatap pada Alex."Jujur, akhir-akhir ini kamu banyak berubah. Apa aku yang salah menilai kamu? Atau memang wanita itu selalu berubah kapan saja?" tanya Alex sedikit tergelak. Ia ingin sekali melihat Tira tersenyum. Namun, Tira hanya diam. Seolah menunjukan tak tertarik dengan obrolan Alex."Wanita itu seperti bunglon. Tergantung situasi dimana dia hinggap," celetuk Alex tanpa beban.Tiba-tiba saja Tira langsung tertawa mendengar lelucon yang Alex katakan. Padahal, Alex tak berniat melawak karena Ia hanya mengatakan apa yang Ia rasakan saja. Namun, Tira menganggap jika Alex tengah menghiburnya.Tira tertawa sembari memegangi perutnya. Nyaris tak pernah Alex melihat Tira tertawa seperti itu sebelumnya. Selama berhubungan, Alex mengenal Tira yang pemalu bahkan saat Ia tertawa. Tira selalu menutup mulutnya dengan tangan saat tertawa.Alex menghengikan mobil di sebuah tempat tongkrongan dimana Ia biasa melepaskan setres dari banyaknya tuntutan yang harus Ia jalani. Hingga Tira pun terkejut melihat dirinya tiba di tempat yang Ia pun tak asing.Saat Alex menghentikan mobilnya, Tira menyoroti tempat itu dengan manik mata ke segala arah, memastikan semuanya tak akan ada yang mengenalinya. Detik berikutnya, Alex membuka pintu mobil kemudian mempersilahkan Tira untuk turun dari mobilnya."Makasih," katanya Tira yang kemudian merapihkan roknya.Alex menggenggam tangan Tira kemudian membawanya masuk ke dalam caffe yang di sana banyak sekali muda mudi menongkrong. Caffe itu memang menjadi tempat tongkrongan kekinian. Tak heran, saat siang dan malam tak kalah ramai.Tiba-tiba saja, Tira mengehntikan langkahnya karena Ia melihat seseorang yang Ia kenal ada di sana. Tira berjalan mundur dan menarik tangan Alex. Kemudian, terburu-buru membawa Alex ke luar dari sana tanpa menjelaskan apapun pada Alex."Ada apa? Kok kamu malah balik lagi ke parkiran sih? Kita nongkrong di sini dulu, yuk!" Ajak Alex yang kembali menarik tangan Tira.Tira menatap dalam Alex dengan ekspresi kebingungan. Apa yang harus Ia katakan pada Alex kala itu. Yang jelas, Ia tak bisa berkata-kata."Mas, aku mau pulang aja. Aku pusing," kata Tira sembari memegangi perutnya.Sontak saja Alex heran dengan tingkah Istrinya itu. Ia langsung menempelkan tangannya pada kening Tira. Memastikan suhu tubuhnya."Aku nggak sakit." Ucap Tira dengan nada datar. Hentakan kakinya menunjukan jika Tira serius dengan kata-katanya jika Dia dalam keadaan baik-baik saja."Mana mungkin nggak sakit. Kamu bilang pusing, tapi malah perut yang dipegang. Ah, kamu kecapean. Yasudah kita pulang saja, ya," ajak Alex pada Tira.Alex langsung membukakan pintu mobil hingga Tira pun masuk ke dalam mobil itu. Alex merasa jika sikap Tira yang aneh bukan satu atau dua kali terjadi. Namun, kini Alex malah membuat kesimpulan soal keadaan Tira.'Kenapa aku temukan kepribadian baru pada dirinya? Ah. Apa aku yang sakit kali ini?' Batinnya mulai pusing dengan simpulannya sendiri.Alex yang masih bingung, langsung pergi menjalankan mobilnya. Membelah jalan memecah keramaian kota bersama dengan Tira.Beberapa saat kemudian, mereka tiba di rumah. Alex langsung turun dari mobil kemudian ia juga membukakan pintu mobil untuk Tira. Setelah itu, Ia juga menurunkan koper yang merupakan barang-barang milik Tira.Mereka berdua langsung masuk dan Alex terlihat sangat antusias karena Ibunya pasti akan sangat bahagia melihat Tira pindah hari ini juga."Bu!" Seru Alex melihat ke lantai atas tempat biasa Ibunya muncul.Tak ada jawaban saat beberapa kali Alex memanggil ibunya sampai Alex dan Tira berjalan menuju ke ruang tengah."Ibu, lagi apa sih?" Tanya Alex. Ia terkejut saat melihat Ibunya sedang bersantai di sana."Apa kamu berhasil bawa istrimu pindah?""Lihat saja sendiri!" Jawab Alex.Bu Sani menoleh ke arah Alex. Ia tersenyum saat dapati Tira ada di sana dengan membawa koper di tangannya.Ia bangkit dari duduk nyamannya kemudian antusias langsung merangkul Tira. Bahagia sekali karena Tira pindah ke rumahnya hari itu."Ibu seneng banget kamu bisa ada di sini. Semoga betah ya, tinggal bareng Ibu." Ucapnya sembari membawa Tira duduk bersamanya.Tiba-tiba saja, Bu Sani meraba sesuatu dari bawah meja kemudian mengambil sesuatu dari kolong meja. Ia memberikan itu pada Tira."Ini, ada paket untukmu," kata Bu Sani sembari memberikan apa yang Ia pegang sedari tadi.Tira memasang wajah terkejut karena dirinya tak merasa memesan sesuatu di aplikasi berbelanja."Coba buka! Ibu ingin tau apa isinya itu," tegurnya pada Tira.Tira menatap dalam pada Bu Sani, sedikit takut juga saat membawa paket itu. Ia letakan paket berwarna hitam itu di pangkuannya. Karena Bu Sani memaksa, terpaksa ia pun langsung merobek pelastik dan di sana ada ...***Bab 9 : Tisa ketahuanPada bagian depan kotak yang dibungkus pelastik hitam itu, tak ada nama pengirimnya di sana. Bahkan setelah Tira membulak balikan kotaknya, tetap saja ia tak menemukannya.'Aku nggak boleh buka kotak ini. Gimana kalo ini ada hubungannya dengan Tira atau bahkan aku? Bisa gawat jika aku membuka kotak ini di depan mereka berdua.' Batinnya.Tiba-tiba saja, Tira memegangi kepalanya. Kemudian memejamkan matanya sejenak dan merebahkan tubuhnya di kursi yang Ia duduki sekarang."Kamu kenapa?" tanya Alex khawatir. Ia langsung mendekat pada Tira dengan sigap."Apa jangan-jangan dia hamil?" Celetuk Bu Sani yang tentu saja membuat Tira mual mendengarnya.Tira langsung membuka matanya lalu kembali duduk. Ia menyilangkan tangannya pada Ibu kemudian berlari ke arah kamar dengan membawa kotak itu.Sementara itu, Bu Sani hanya melihat heran dengan sikap Tira yang malah tiba-tiba seperti itu. Bu Sani pun melihat ke arah Alex yang malah duduk memperhatikan ke arah dimana Tira tadi
Nab 10 : Terbongkarnya identitas.Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka dan dari sana Alex muncul dengan hanya mengenakan handuk yang Ia gunakan untuk menutupi sebagian tubuhnya."A ...!" Jerit Tira dengan lantang. Sontak saja Tira terkejut melihat Alex yang hanya memakai handuk saja. Tira menutupi matanya dengan kedua tangan dan membalikan badannya saat melihat pemandangan tak biasa. Namun, diam-diam dia membayangkan apa yang Ia lihat. Kulit putih bersih dengan proporsi tubuh kekar di bagian tangan juga perut yang berbentuk persegi bagai roti sobek membuatnya terdiam membisu. 'Nyaris sempurna,' batinnya.Sementara itu, Alex segera memakai pakaian yang buru-buru Ia ambil dari lemarinya. Buru-buru juga Ia pakai celana ketat karena terkejut dengan teriakan Tira."Sudah! Aku sudah ganti baju. Lagian, kenapa kamu nutupin mata sih? Bukannya kita suami istri? Ah, aneh sekali," ucap Alex tampak heran namun Ia langsung merapihkan rambiutnya yang basah."It-itu .. itu karena aku belum terbiasa."
Bab 11 : Sebuah perjanjianTira memilih bungkam dan menunduk. Bahkan manik matanya tak berani melihat pada Ibu mertuanya."Nggak kok, Bu. Kami berdua nggak kenapa-napa. Mari makan," ajak Alex langsung menyambar apa yang ada di hadapannya kemudian Ia makan.Diam-diam Tira melihat Alex dengan ujung matanya dan kembali menunduk berkonsentrasi pada makanan di hadapannya.Semuanya makan malam dengan senda gurau diantara Alex, Bu Sani dan Pak Joni. Berbeda dengan Tira yang sedang merasa takut jika identitasnya terbongkar.'Apa yang harus aku lakukan agar Alex tetap menjaga rahasiaku? Aku harus tau kelemahannnya. Aku tidak ingin Ia tau kalau aku sangat takut semuanya terbongkar. Aish! Jika bapak tau, aku akan mati ditangannya. Dasar kau Tisa! Ceroboh!' Batinnya terus meracau.Dan makan malam pun selesai. Pak Joni meninggalkan meja makan karena ingin bristirahat lebih awal. Sementara Alex pergi lebih dulu tanpa mengatakan apapun dan di sana hanya ada Ibu dan juga Tira."Tira, kamu sedang ber
Bab 12 : Siapa kau sebenarnya?Manik mata Tisa masih terbelalak saat menerima pesan itu. Bibirnya dengan otomatis merekah saat menatap layar ponselnya. Sesekali manik matanya membayangkan sesuatu. Namun akhirnya Ia buru-buru mematikan ponselnya dan memasukannya ke dalam tas yang rencananya akan Ia bawa. Kemudian, Tisa berjalan ke arah luar rumah. Tisa menuruni anak tangga dengan tergesa, dan tak sengaja kakinya terpeleset dikarenakan terlalu terburu-buru saat turun.Tira terpelintir hendak jatuh ke lantai bagian bawah anak tangga. Namun, dengan sigap Alex menangkap tubuh mungilnya. Menyentuh pinggang Tisa hingga sesuatu terasa saat itu.Debaran jantung yang sangat kencang juga manik mata diantara Tisa dan Alex membuat mereka saling melihat wajah masing-masing dengan begitu dekat.'Ah. Dia adik iparku!' Tegas Alex yang langsung melepaskan tangannya yang tadi menyelamatkan Tisa dari bahaya."Aduh!" Pekik Tisa karena jatuh ke atas lantai.'Tega sekali dia menjatuhkanku! Padahal jelas-je
Bab 13 : Bertemu seseorangTira menundukan kepalanya saat Bu Sani bertanya. Ia juga masih memegang dengan erat tas yang ada di tangannya. Keringat dingin mulai keluar dari sekujur tubuhnya. 'Apa yang harus aku katakan pada Ibu? Dasar ceroboh!' Katanya dalam hati menyesali apa yang baru saja Ia lakukan.Sementara itu, Bu Sani terus maju ke arah dimana Tira berada. Ia berdiri di hadapan Tira kemudian mendongakan wajah Tira dengan hati-hati. Tiba-tiba saja Bu Sani merangkul Tira dengan sangat erat.Sementara, Tira masih bingung dengan apa yang terjadi pada Bu Sani. 'Ini ada apa sih sebenarnya?' Batinnya bertanya-tanya."Kau sempurna, Nak. Ibu tak usah khawatir lagi jika bepergian. Ibu baru tahu kalau kamu itu pandai bela diri. Dimana kamu belajar semua itu?" Tanya Bu Sani yang langsung mengambil tas yang ada pada tangan Tira."Soal itu ..., aku tidak sehebat yang ibu pikirkan." Ucapnya terbata-bata. Ia tak menyangka jika Bu Sani tak mencurigainya. Tira bisa bernapas lega."Ah. Kau ini s
Bab 14 : Tisa ketahuanTisa terbengong jika orang yang paling ingin Ia hubungi ada di hadapannya. Ya, Meta yang sedari tadi ingin Ia hubungi."Tisa!" Tegur Meta mengerutkan kedua alisnya."Meta?! Kenapa kau di sini?" ucap Tira terbata-bata."Harusnya, gue yang nanya. Lo kemana aja? Napa kemaren lo nggak dateng?" tanya Meta menyelidik.Tisa melihat kesekelilingnya dan Ia langsung menarik tangan Meta dan membawanya ke luar Restoran. Mereka berdua pun duduk di kursi belakang Resto yang kebetulan tak ada siapapun di sana."Apa yang terjadi?" Meta menatap Tisa dari bawah ke atas dan Ia tersenyum seolah meledek Tisa."Diam! Jangan tatap gue kayak gitu! Singkirkan pandangan lo!" Pekik Tisa memperingatkan sahabatnya, Meta."Ini lo nggak salah? Pake baju, ya ampun! Gue pangling, Sa." Ujar Meta tergelak saat memperhatikan Tisa."Lo bisa kan jaga rahasia ini dari siapapun? Gue nggak mau lo bilang apa yang terjadi, apalagi sama Aris. Jangan pokoknya!" Ancam Tisa pada Meta."Tapi kenapa? Bukannya
Bab 15 : Tisa melihat TiraAris berdiri beberapa menit, kemudian duduk kembali. Kali ini, Ia berjongkok di lantai tepat dihadapan Meta. Ia menyeka air mata yang menetes. Kemudian mereka berdua saling berpandangan satu sama lain."Kenapa? Jangan katakan hal yang akan membuatmu sakit. Bisa?" Ucap Aris pada Meta dengan mengelus pipi lembutnya.Meta memejamkan matanya sembari memikirkan sesuatu hingga Ia mengucapkan,"bantu aku kali ini saja. Temui Ani dan berkencanlah dengnnya. Itu yang akan membuatku lega. Ani sudah membantuku dengan memberiku uang."Hening beberapa saat, namun Aris masih fokus pada Meta. "Kenapa kau meminta bantuannya?"" Apa kau bisa memberiku uang, sekarang? Aku harus realistis karena Ibuku sedang memertaruhkan nyawanya! Pergilah padanya. Tolong!" Lirih Meta meminta pertolongan, agar Aris pergi berkencan dengan Ani.Meta mendorong tubuh Aris hingga Aris terpental dan sedikit terjatuh ke latai dengan posisi tangan masih menopang badannya. Meta pun berdiri kemudian meni
Bab 16 : Bertemu diam-diamTira membuka pintu mobil yang Ia naiki kemudian menghadang sebuah mobil yang Ia curigai. Tira dengan berani mengepalkan tangan dan menggedor beberapa kali kaca mobil itu. Namun bukannya dibuka, mobil itu malah melaju dengan cepat menerobos lampu merah."Sialan!" Ucapnya berusaha mengejar namun lampu hijau sudah menyala dan mobil di belakangnya membunyikan klakson hingga semuanya seakan memarahi Tira.Mau tak mau, Tira langsung masuk kembali ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju ke arah rumah. Tira lupa, jika dirinya bersama dengan Bu Sani yang sedari tadi Ia abaikan. Bu Sani masih menatapnya dengan penuh tanya, dan Tira yang kaku hanya terdiam takut. Takut jika Bu Sani memarahaninya, lebih jauh lagi tau penyamarannya.'Mati gue kalo sampe Ibu tau identitas gue sebenarnya!' Katanya dalam hati."Ada apa? Kamu kenal mereka?" Tanya Bu Sani pada Tira bernada khawatir. Beruntung Bu Sani tak curiga. 'Tira kok kayak cowok ya?' Batin Bu Sani mulai curiga."Me