Share

Bab 10

Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan badan di atas tempat tidur. Aku ingin berhela-hela dulu untuk sementara waktu, pikiran dan hati ini sungguh lelah adanya. karena waktuku disini masih panjang. Panjang, untuk berjuang. Semangat juang harus kupupuk sejak saat ini, karena sang pemilik rumah bukanlah orang yang ramah.

 Kupandang langit-langit megah di rumah ini. Tempat ini cukup luas, hingga membuatku minder.  Bila saja. Aku tak menikah dengan Anthony, kira-kira apa yang akan kulakukan saat ini? Apa Aku akan mencari pekerjaan tambahan lainnya?

Bodoh, untuk apa lagi aku berpikir seperti itu. Tugasku saat ini hanyalah menjalankan perintah Anthony yang galak itu, meskipun aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku setelah ini. Dan hembusan nafas berat kembali mengalir dari hidungku.

Membandingkan kenyamanan di sini dan di rumahku tadi, membuatku kembali menitikkan airmata.

Tidak.., tidak, tidak. Aku harus tegar. Semua telah kutandatangani hari ini, dan semua ini kulakukan demi keluargaku. Ayah, Martha, dan mom yang membuatku bisa bertahan hingga sampai sini.

Kesadaranku mulai berangsur-angsur menurun. Sebelum ujung mataku mulai memperkecil sudutnya dan akhirnya memberat. Kurasakan angin sepoi-sepoi dari jendela mulai membelai rambut dan wajahku. Terakhir sebelum mataku, kutatap sesosok kaki kekar dalam balutan celana khaki coklat pastel- yang entah dari mana datangnya- telah berada di depanku.

Tidak mungkin itu Anthony. Anthony takkan sebaik itu padaku. Kurasa pria itu adalah jelmaan peri tampan pengantar tidur, dan kuharap Dia akan terus menjagaku sebelum pria itu mulai menganggu hidupku.

Hangat. Peri itu menutupkan selimut pada bahuku. Sentuhannya lembut, seperti seorang ayah yang menenangkan putri kecilnya yang akan terlelap. Dia pun membelai satu bagian rambutku dan menyelipkannya pada telingaku.  Membuatku merasa disayang. Sungguh damai, Aku tak ingin Dia pergi.

"Tidurlah" ucapnya dengan suara lembut.

Ya Tuhan, Dia memang peri.

"Jangan pergi tuan Peri, tetap temani aku selagi tidur.." ucapku, yang kemudian terlelap.

***

Sepoi-sepoi Udara yang telah mendingin, mengenai wajahku dan lenganku. Kerugian sedikit otot ku yang sepertinya dari tadi tertahan karena posisi tidur. Mataku membuka sedikit demi sedikit. Dinding kamar yang sama lagi dengan kamar Anthony. Aku menghembuskan nafas. Perlahan dengan pasti aku membiasakan kembali bangun di tempat ini, kamar sebelah Anthony.

Ku tengok ke arah jendela tempat udara hilir mudik, ternyata Jendela itu telah membuka lebih lebar, menempatkan suasana malam yang penuh bintang di luar sana, menghembuskan angin kuat-kuat menuju kamarku.  "Sampai kapan kamu mau tidur?"

Suara itu? Hah? Aku kenal suara itu?

Aku terpaksa membangunkan kepalaku lebih cepat, karena kutahu pemilik suara itu adalah orang yang berbahaya bagiku. "Kenapa begitu awas?"tanyanya sangat enteng. Mataku mencari selimut ataupun bantal yang berada di sekitarnya namun dia hanya menemukan bantal. Benda itu terbuat dari tempatnya bertahta, lalu ku jadikan tameng untuk melawan Anthony bila dia macam-macam. "Kenapa kamu ada di kamarku?" Tanyaku.

"Kamarmu?" Pria itu ternyata terduduk di salah satu kursi pojokan di kamar ini sembari membuka sebuah majalah bisnis yang sepertinya sudah dari tadi dia baca karena aku melihat dia sudah membuka bagian tengah majalah itu. "Di rumah ini tidak ada kamar yang tidak menjadi kamarku juga" Dia kemudian menutup majalah itu.

A-apa sih maunya? "Setidaknya kamu ijin dulu padaku!"

"Izin? setelah apa yang kita lakukan?" Suara bassnya yang serak membuatku sangat jengkel. Pasalnya wajah tampan ditambah suaranya yang seperti itu seharusnya sejalan dengan tingkah lakunya. 

"Kamu kok sudah jadi milikku, untuk apa bertanya seperti itu?"lagi-lagi pria itu mengungkitnya. Bukan pria brengsek yang tiba-tiba masuk mengatasnamakan pemilik rumah ini. Bantal di tanganku menjadi korban amarah kepalan tanganku dan hampir saja mencekik ujungnya.

Dia berdiri dan melangkah ke arahku. Tanpa sadar, aku menggeser tubuhku ke belakang hingga terpentok pada papan lembut tempat tidur king size ini. Dia maju, dan naik atas kasurku, dan semakin membuat tenggorokanku tercekat. "Apa yang mau kau lakukan?!" Aku masih takut, sungguh. Badan besarnya mampu membuatku tak bisa bergerak, itu yang kau tahu dari kejadian tadi malam.

Dia menyajikan senyum miris yang berakhir pada senyum mengejek. "Sepertinya kamu bukan cewek polos Yang kukira" katanya. "Apa maksudmu?" Mataku masih memandangnya dengan awas, hingga rasanya terasa perih. Dia menggantikan jari tengahnya pada keningku,"Aw!"dan membuatku memakai kecil lalu memegang keningku yang sakit. Dia terkekeh sembari tersenyum diatas keningku. Lalu

mendekatkan mulutnya pada telingaku. Aku hampir menjauh namun dia malah memegang lenganku, hingga aku tak bisa bergerak. "Memangnya aku mendekatimu karena ingin melakukan hal yang tadi malam kita lakukan?"

Sialan! pria ini hanya mengerjaiku saja.

Setelah itu kusadari tangannya tengah menyentuh kepalaku Sepertinya dia sedang mengambil sesuatu. "Kau bawa sampah ini dari mana sih? Di rumahku tidak ada daun seperti ini"

Aku kemudian melihat apa yang dibilang oleh Anthony? Ini daun pohon yang ada di sekitar rumahku. Aneh sekali pria itu mengumpat masalah sepele seperti ini saja. Dia hanya mendengus karena aku tidak menjawab.

"Kalau sudah bangun cepatlah berdiri"ucapnya yang kemudian kembali pada kursi yang tadi. Aku melihat sebuah kantong baju berada di atas meja sofa yang tadi dipakainya duduk. Dia mengambil tas itu dan kemudian melemparkannya di atas tempat tidurku. "A-apa ini?"tanyaku spontan.

"Kamu baru saja dapat uang kan?"

I-iya dan maksudnya?

"Apa yang ada di dunia ini tidak gratis. Termasuk tinggal di rumahku. Bangun cepat berdiri dan pakai baju itu!"serunya yang tanpa tedeng Aling memerintahku dengan kedua lengan yang saling bertaut di bawah pinggangnya. 

Kedua tanganku kemudian membuka apa yang ada dalam tas itu. "Baju pelayan?"tanyaku pada baju itu. Mulai malam besok kamu akan melayani ku. Kamu akan bekerja sebagai the maid, merangkap istriku"

"........Hah?"

***

Pagi hari telah kembali lagi ketika Aku harus segera bersiap. Sudah tiga hari  Aku berada di rumah ini sebagainya Istri. Dan selama tiga hari sebelumnya juga, Aku bekerja sebagai the Maid yang dipekerjakan suamiku sendiri. Gila rasanya mendapat perlakuan seperti ini ketika Grandma saja melarangku memakai baju  ini "lagi".  Ya, tentu saja. Hanya Anthony Barnett yang mampu melakukannya.

Dan baju ini? entahlah, ini keseingen Anthony atau bukan, tapi bagian dadanya membuat dada pepatku sedikit menonjol.  Aku ingin mengutuk baju ini dan membakarnya tapi Anthony mungkin yang akan membakarku terlebih dahulu, karena tak menurut padanya.

Aku sudah  mengepel lantai membersihkan sofa putih anggun ini dan bercokol dengan segala aktivitas dapur, di mana tenagaku sudah hampir habis karena rumah ini terlalu luas untuk dibersihkan. Dan, kurasa inilah alasannya rumah ini kosong. Akan ada Maid, Diriku, yang akan membersihkannya.

Setelah melap meja dan membersihkan semua peralatan dapur yang berdebu, Aku mulai dengan aktivitas dapur, memasak. Ternyata banyak bahan juga yang sudah disiapkan di sini. Ini aneh juga ketika tak ada siapapun yang terlihat berbelanja, namun isi kulkas cukup penuh, bahkan masih segar. Apa Jackson? Hmm, kurasa tak mungkin. Apa ada pembantu yang sebelumnya bekerja di sini namun disuruh Anthony untuk pergi?

Hmm, tak mungkin ada yang menjawab juga, karena teman disekitarku saat ini hanya udara. Hal yang pasti terjadi saat ini adalah pria itu pasti tengah menikmati bagaimana Aku bekerja keras di bawah sini, karena dia pasti ingin melihatku tertekan.

"Baik akan kutunjukkan aku bisa mencari uang dengan cara seperti ini. Dia pikir aku mengharapkan uang itu karena foya-foya? Pria itu kadang pantas dihajar! “Awas saja kalau dia tiba-tiba mendekatiku lagi, akan ku potong anunya!”

"Kau mau potong apaku..?"

"Astaga gila!" hatiku, dan otakku bergejolak mendengar suaranya muncul di belakangku.

***

'Potong terong Pak' ujar sang Author. XD

Deyana

Em

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status