Share

Kenapa jadi Begini?

Penulis: Pricorna
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-16 07:27:22

Aga menghembuskan napas berat, koper-koper Alina dia bawa ke satu-satunya kamar yang ada di rumah petak itu.

Ya, Bu Rumi menyuruh mereka pindah dengan alasan yang menurut Aga sangat tidak masuk akal. Dia kembali merutuk diri, kenapa dia harus masuk ke kamar gadis itu malam tadi?

"Untuk sementara, kalian tinggal di sini dulu." Suara Bu Rumi_ibu kos mereka terdengar tegas. Wajahnya tidak ramah, sangat berbeda dengan hari-hari biasa yang penuh canda setiap berhadapan dengan para anak kos-nya.

"Hubungi keluargamu untuk mempertanggungjawabkan semua ini." Bu Rumi melotot kepada Aga. Ibu kos yang sudah seperti ibu ke dua baginya itu terlihat sangat kesal.

"Tapi, Bu ...."

"Kamu mau masih mau membantah?" Bu Rumi langsung menarik telinga Aga sebelum sanggahan terucap dari bibir pemuda tampan itu.

"Aduh, aduh. Ampun Bu," Aga meringis sembari mengusap telingannya berulang kali setelah Ibu kos-nya itu melepaskan jeweran.

"Selama ini, bukannya Ibu nggak tahu, ya. Kamu sering bawa perempuan nginap ...." Suara Bu Rumi meninggi, wajahnya memerah menahan marah. Dadanya naik turun, berusaha mengendalikan emosi yang kembali menguasai.

"Tapi, beneran Bu ...."

"Nggak ada tapi- tapi. Kalau kamu nggak berani, biar Ibu yang menghubungi mereka," putus Bu Rumi.

Aga memelas, pandangan memohon dia tujukan pada Alina, gadis yang telah memporak porandakan hidupnya hanya dalam waktu satu malam. Tetapi, sepertinya dia harus berhenti berharap, karena sejak tadi perempuan itu seperti tak acuh dan memilih fokus meng-asi-hi bayinya sambil duduk di sofa, seolah tidak terpengaruh dengan keributan yang nyata di depan matanya.

"Dengar, ya, Ga. Ibu akan bantu kamu mengurus surat-surat. Kalian harus segera menikah. Ini bukan sebuah negosiasi." Wanita paruh baya dengan dandanan ala anak muda itu menghela napas panjang, kedua tangannya kini bertengger di pinggang, persis seorang ibu yang sedang memarahi anaknya yang sedang ketahuan mencuri, dan Bu Rumi memang seperhatian itu dengan anak-anak kosnya.

"Ibu beri kamu waktu satu minggu, selesaikan masalah ini sebagai pria dewasa."

Aga memberikan tatapan memohon dengan wajah yang semakin pucat. Dia tidak tahu lagi harus berkata apa. Bagaimana mungkin dia harus bertanggung jawab atas apa yang tidak pernah dia lakukan. Menikah? Apa-apaan? Apa yang akan dia katakan kepada Selvi nanti?

Namun, tatapan itu perlahan berubah pasrah, dia bisa apa kalau Bu Rumi sudah memutuskan? Tidak akan ada yang percaya sanggahannya. Pada akhirnya, dia hanya bisa terduduk lemas saat Bu Rumi meninggalkan kontrakan baru mereka.

Dia mengacak rambutnya berulang kali. Dia bangkit dan pandangannya tertuju pada Alina yang telah selesai menyusui bayinya.

Bergegas, dia menghampiri. "Kenapa kau tidak menjelaskan apa pun?!" Bentakan Aga membuat bayi yang baru saja tertidur itu sontak menjerit.

Alina hanya memandang pria di depannya sekejap, lalu dia kembali fokus menenangkan bayinya.

"Aaaagggrrrh!" Aga mengacak rambutnya frustasi.

"Kamu ngomong dong! Jangan biarkan semua orang jadi salah paham gini!" ujar Aga berusaha menekan suaranya, khawatir kalau bayi merah itu kembali menjerit. Namun, karena tidak ada respon dari wanita di depannya, dia menjadi semakin kesal.

Bukannya menjawab, perempuan itu malah bangkit dan masuk ke kamar.

"Aku sedang bicara, kau telah mengacaukan hidupku!" Tanpa sadar, Aga kembali menaikkan nada suaranya.

"Berhentilah berteriak, kau membuat anakku kaget." Alina menatap tajam.

"Kau ...."

"Pergilah ...." Alina menarik napas dalam-dalam.

"Aku minta maaf. Sekarang pergilah," tambahnya lagi.

"Kau telah mengacaukan semuanya. Kau kira akan semudah itu? Bu Rumi kenal baik dengan orang tuaku.

Aku yakin, dalam waktu dekat berita ini akan sampai ke telinga mereka."

"Maaf."

"Kenapa tidak dari awal kau jelaskan semuanya.?

"Maaf...

"Bisakah kau mengatakan sesuatu selain maaf"

"Maaf, eh maksudku."

"Sudahlah! Aku rasa aku akan gila sebentar lagi." Aga mengacak rambutnya dengan kasar, frustasi dengan semua yang terjadi. Dia bergegas keluar karena merasa tidak ada yang bisa dilakukannya di sini.

"Mau ke mana kamu? Istri baru lahiran kok di tinggal sendiri?" Suara wanita yang sedari tadi berkeliaran di kepala Aga, kini kembali mengisi indra pendengaran saat dia baru saja akan men-starter motor, terpaksa dia mengurungkan niat

"A-anu ...." Aga mengurungkan niatnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Melihat tatapan mengintimidasi dari Bu Rumi, membuatnya salah tingkah.

"Anu apa?" sentak Bu Rumi. Ini, berikan kepada istrimu, dia butuh banyak makan agar Asinya tetap lancar." Bu Rumi mengangsurkan sebuah kantong plastik.

"Aku harus ke kantor, Bu. Ibu saja yang memberikan," jawab Aga keberatan.

"Kamu, ya, nggak tahu diri. Alina itu jadi begini karena kamu, ya," cecarnya lagi.

Alina? Oh, jadi namanya Alina. Aga membatin, bagaimana mungkin dia memiliki anak dari seseorang yang baru saja dia ketahui namanya?

"Oke, baiklah. Terima kasih, Bu." Aga mengalah. Toh, dia tidak akan menang melawan perempuan bicara.

Sesampai di depan pintu kamar, Aga berhenti. Dia ragu untuk melanjutkan langkah.

"Ada apa?"

Tanpa dia sadari, ternyata Alina sudah berdiri di depannya. Aga melemparkan pandang pada bayi yang tertidur pulas di atas kasur.

"Kita harus bicara." Dia menatap Alina dengan intens. Tanpa menunggu jawaban, dia menarik wanita itu keluar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Kejutan

    “Percayalah, Alina. Kau tidak akan menyesal, Ervan yang sekarang sudah sangat jauh berbeda.” Sandi melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Pria berkepala plontos itu cukup senang karena tidak ada drama lagi untuk membawa pergi Alina dari rumah itu. Bahkan, kekasih Ervan ini dengan sukarela memintanya untuk menjemput.“Apa kau punya kekasih, Sandi?” Wanita bergaun kuning gading yang duduk samping kemudi itu seolah tidak mempedulikan ucapan Sandi tadi. Dia melempar pandangan keluar jendela sejak pertama memasuki mobil, tidak sedikit pun menoleh pada pria kekar di sebelahnya. “Kenapa kau menanyakan hal itu?” Alis pria itu bertaut, menoleh sebentar, kemudian kembali fokus pada jalanan di depan.“Kau jawab saja.”“Tidak.”“Pantas saja.” Alina tersenyum miris sambil memperbaiki duduknya, pandangannya beralih ke depan.“Apa kau tidak ingin memiliki seorang pendamping?” “Kenapa kau bertanya hal seperti itu?”“Agar kau mengerti bahwa perihal hati tidak bisa dipaksakan.”“Apakah ini tentang

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan    Keputusan

    Alina membersihkan luka di sekujur tubuh Aga dengan air mata berlinang. Hati-hati sekali dia mengusap setiap bagian yang luka dan memar dengan kain lap yang sudah diperas setelah dicelupkan ke air hangat. Suaminya hanya bisa meringis karena bibirnya sedikit robek, jadi tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir yang hampir setiap pagi mengecup lembut dahi Alina.Sepanjang malam Alina terjaga dengan menatap langit-langit kamar. Sesekali dia memperhatikan Aga yang memejam. Entah suaminya itu benar-benar tertidur atau hanya sedang berusaha menghindari kontak mata dengannya.Air mata Alina kembali menggenang saat mengingat putranya, dia yakin bahwa Ervan tidak akan melukai Langit. Namun, sebagai seorang ibu yang 24 jam selalu menemani sang putra, tentu saja tetap khawatir karena Langit pasti akan menangis saat menyadari ibunya tidak berada di dekatnya.***“Pergilah.” Aga duduk dengan menyandar ke kepala tempat tidur. Menatap Alina sepanjang hari ini dengan menghabiskan waktu di d

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Pilihan

    "Apa kelebihan dia dibanding aku?" Wajah Ervan merah padam. Bagaimana tidak, sang kekasih yang hampir setengah gila dicarinya selama ini, dengan mudahnya menolak merajut kembali impian mereka dulu. Sungguh sebuah penantian sia-sia dan sangat menyakitkan."Jawab, Alina!" Suara lantang kembali menggelegar, menggema ke seluruh ruang yang tidak terlalu luas itu. Alina semakin mengeratkan pelukan saat Langit kembali menjerit, terkejut dengan suara besar lelaki yang menjadi lawan bicara ibunya."Tidak ada." Alina menelan ludah. Tidak pernah dia melihat Ervan semengerikan ini. Meskipun tubuh tinggi kekarnya membuat banyak orang merasa takut, pria itu selalu memperlakukannya dengan lembut. Perlakuan yang membuat dirinya menyerahkan diri sepenuhnya lepada pria yqng memiliki tatapan setajam elang itu."Maaf. Aku tahu, aku yang bersalah di sini." Alina menjawab dengan gugup. "Tapi, apa kau tahu, bagaimana rasanya melahirkan sendirian? Tidak mengenal siapa pun yang bisa dimintai tolong. Sedangka

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Tidak Lagi Sama

    "Maaf." Aga duduk di tepi ranjang menatap tubuh telungkup Alina yang sesenggukan. Sedangkan Langit, ikut menangis sambil memeluk leher sang bunda. Seakan paham bahwa wanita yang melahirkannya itu sedang tidak baik-baik saja.Hampir 5 menit Aga menunggu, namun Alina belum juga merespon. Dia menyesal karena sudah keterlaluan memperlakukan istrinya."Alina ...." Pria itu sedikit memelas, membuat wanita yang sudah dua tahun membersamainya itu akhirnya duduk. Membawa Langit ke pangkuan, seolah melarang sang putra menghampiri sang Ayah."Aku yang seharusnya minta maaf." Alina mengusap kasar wajahnya dengan sebelah tangan dan memeluk Langit, sulit untuk bersikap baik-baik saja di saat dia tidak tahu kenapa dia harus disalahkan, "Aku tidak akan menemuinya," tegasnya lagi, sebelum Aga mengucapkan sesuatu kembali.Aga bergeming. Di satu sisi, dia merasa senang karena itu berarti Alina tidak ingin kembali bersama mantan kekasihnya. Namun, di sisi lain? Sebagai seorang ayah, dia tentu tidak bisa

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Haruskah bertemu?

    "Jadi, kau menghilang karena pria itu?" Tatapan dingin Sandi membuat wajah Alina memucat. Dengan tangan yang saling menggenggam di pangkuan, wanita dengan dres rumahan itu duduk dengan gelisah, menyesalkan sikap sang suami yang memenuhi permintaan pria berkulit sawo matang di sampingnya ini agar mereka bisa bicara berdua saja.Angin malam yang bertiup kencang, membuat tubuhnya semakin menggigil, mereka memang duduk di bangku teras yang terbuka. Entah kenapa, Aga tidak membiarkan mereka untuk berbicara di dalam saja, apa sebenarnya yang sedang di pikirkan suaminya itu?"Bukan aku yang menghilang, dia yang meninggalkan aku." Alina menjawab pertanyaan itu dengan suara bergetar, dia ketakutan. Sangat ketakutan. Dan saat seperti ini, dia sangat mengharapkan Aga berada di sisinya untuk menenangkan, namun tidak ada tanda-tanda pria itu akan menyusulnya ke sini. Dan itu membuat Alina sangat kecewa. Berbagai pikiran buruk mulai mengganggu pikirannya."Kau tahu, kan? Dia sedang berusaha agar

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Siapa?

    Hari demi hari berjalan dengan begitu cepatnya. Tanpa terasa, Aga dan Alina telah menjalani biduk rumah hampir tiga tahun lamanya tanpa halangan yang berarti.Aga menjadi suami dan ayah yang bertanggung jawab serta perhatian membuat Alina begitu bersyukur karena takdir telah mempertemukan mereka. Tidak ada lagi pembicaraan tentang masa lalu, semuanya terkubur bersama kebahagiaan yang mereka nikmati bersama, meski bobot tubuh Alina merosot drastis karena Langit yang semakin aktif.Sore itu, Alina sedang menemani Langit untuk bermain di pekarangan sambil menyiram beberapa tanaman bunga. Sampai akhirnya, wanita berambut panjang itu merasa bahwa ada seseorang di balik pohon yang tumbuh di seberang jalan seperti memperhatikan mereka.Ini bukan kali pertama, dia juga sudah menyampaikan hal ini kepada sang suami, namun, tanggapan Aga tidak seperti yang diharapkan, pria itu beranggapan bahwa itu hanyalah pemulung yang biasa berkeliaran di sekitaran komplek.Alina masih ingin mendebat sebenar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status