Início / Romansa / Menjadi Belahan Jiwa CEO / 2. Misi Penghapusan Data!

Compartilhar

2. Misi Penghapusan Data!

Autor: Aksarajjawi
last update Última atualização: 2025-12-09 12:01:02

Tidak ada suara apapun. Selain derit mesin lift itu sendiri. Sampai akhirnya, pintu terbuka. Jennara lebih dulu keluar. Tetapi laki-laki itu tidak.

Jennara tak lagi menghiraukannya. Lebih memilih untuk segera bergegas memasuki ruang kerjanya. Di bagian Akunting. Sudah sekitar dua tahun, dia berkiprah di Perusahaan pencakar teknologi itu. Menjadi asisten dari Kepala Akuntansi.

Saat ini, Jennara sudah duduk. Ruangan yang dipakainya duduk pun khusus. Sebagai seorang Staff Asisten Akuntansi, dia memang difasilitasi ruangan yang tidak bercampur dengan karyawan lain. Agar rahasia keuangan perusahaan tidak bocor ke kancah karyawan.

Jennara mengaktifkan komputernya. Mulai membuka buku kerja dari sana. Halaman 139. Adalah arsip pekerjaannya yang terbaru.

Secepat mungkin, Jennara menekan jari-jarinya pada tuts keyboard kerja. Tentunya, tidak ingin membuang waktu untuk segera menyelesaikan nya.

Sampai ponsel Jennara berdenting dari balik tasnya. Membuat gadis itu tertarik untuk mengambil ponsel. Menghentikan sejenak kegiatan kerjanya.

Sebuah pesan dari layanan Paylater muncul dari notifikasi bar ponselnya.

*Transaksi Rp. 10.000.000 Berhasil. Cek rincian tagihan Anda! Lunasi tepat waktu, agar tidak terkena bunga dan denda.*

“Michael sialan!” rutuk Jennara.

Akses untuk akun rekening, akun keuangan, akun kredit miliknya, memang sudah dibagi dengan Michael. Gadis itu berpacaran dengan mengeluarkan modal. Menemani laki-laki seperti Michael yang sedang di masa merintis usaha kecilnya.

Tak disangkanya, Michael masih berani mengambil akses keuangannya.

Jennara langsung buru-buru membuka sistem aplikasi seluruh keuangan itu. Mencoba mengeluarkan akses alamat ponsel Michael dari sana. Tapi, entah kenapa laman-laman aplikasi itu error semua.

Jennara tak bisa mendepak akses ponsel Michael dengan cara itu.

Gadis itu mencebik, “satu-satunya cara adalah off manual lewat hp nya,” lirihnya.

Mau tak mau, Jennara terpaksa menekan kontak nomor Michael. Menelpon lelaki itu langsung. Sambil mengepalkan tangannya sendiri menahan amarah.

Sudah terdengar sambungan suara dari sana.

“Baby… nyesel ya usir aku?”

Jennara menjauhkan ponselnya sedikit dari telinga. Meringis jijik mendengar suara itu.

“Aku to the point. Aku butuh ketemu,” ujar Jennara dingin.

“Aku cuman bisa temuin kamu di hotel baby… gimana dong?”

Jennara memejamkan matanya. Terbayang sisa limit Paylaternya yang mencapai puluhan juta. Masih ada juga uang tabungan di rekening Jennara yang sekitar lima jutaan.

Meski tak sebanyak milik para miliarder, tapi bagi Jennara jumlah itu cukup banyak. Sisa akhir dari hartanya yang sudah habis untuk memodali laki-laki buaya itu.

Mau tak mau, Jennara mengiyakan.

Sambungan teleponnya terputus. Menyisakan layar histori panggilan berdurasi 47 detik. Jennara membanting sedikit ponsel itu ke meja. Mengusap pelik di dahinya.

Sesaat kemudian, dia meraih ponsel itu lagi. Mengirimkan format surat izin kepada Laura. Kepala Akuntansi di kantor itu. Setelah terkirim, Jennara keluar dari ruangannya. Buru-buru untuk segera datang ke hotel yang disebut oleh Michael.

Untuk saat ini, lebih baik Jennara kena strap dari kantor. Dari pada uang dan akses kreditnya dibabat habis oleh Michael.

***

Hotel in Netherlands. Itu adalah judul nama alamat di maps ponsel Jennara kini. Titik navigasi biru sudah berada tepat.

Berarti, Jennara sudah berada di lokasi yang sesuai dengan apa yang dikatakan Michael di telpon. Cuacanya sangat panas hari ini, sama dengan perasaan Jennara. Langkahnya langsung turun keluar dari taksi. Bergegas memasuki hotel itu.

Melampirkan diri dulu pada meja resepsionis. Untuk melakukan etika kesopanan di tempat yang sudah pasti bukan miliknya sendiri.

“Mbak, ada kamar atas nama Michael Syailendra ngga? Saya butuh infonya nih…” tanya Jennara lembut.

Resepsionis di sana, merespon dengan formal. “Saya dengan siapa di sini?”

“Jennara, Mbak.”

“Nama lengkapnya?”

“Alinka Jennara,” terang Jennara.

“Baik, tunggu sebentar ya. Saya bantu cek.”

Jennara diam. Berdiri, sambil mengitari pandang pada hotel ini.

“Kakak, untuk tamu atas nama Michael Syailendra ada ya. Kakak bisa temui di kamar nomor 111. Untuk akses kunci atau kartu, silahkan hubungi tamu ya kak,” terang resepsionis jelas.

Jennara mengangguk, “makasih, Mbak.”

Langkahnya cepat. Berbalik dari meja resepsionis. Melangkah tanpa ragu, dengan melihat papan-papan tunjuk yang ada di setiap lorong hotel. Mencari tempat di mana gerangan kamar nomor 111 itu.

Banyak orang yang juga lalu lalang di sana. Membuat Jennara cukup merasa legah. Setidaknya stigma hotel tidak seburuk itu ternyata. Tempatnya ramai, berbagai kalangan. Baik wanita, laki-laki, atau yang sudah membawa anak keluar masuk dengan tertib.

Harusnya Jennara bisa aman di sini.

Sebuah papan sudah menunjukan angka 100-111 di sana. Membuat gadis itu melegah setelah cukup lelah menaiki beberapa tangga karena lift antri penuh.

Kini, akhirnya dia sampai di lorong pintu kamar yang diberitahukan resepsionis. Jennara melangkah menghampiri pintu di sana. Tepat di depan pintu 111, Jennara mengetuknya.

Tidak butuh waktu lama, pintu itu terbuka. Jennara langsung mendapati keberadaan Michael tanpa baju atas. Hanya mengenakan hotpants.

Jennara menahan napasnya yang memburu. “Bisa bicara di luar aja?” kata Jennara.

“Aku lagi pakai celana pendek baby… maaf bajunya semua basah, lagi dicuci. Kalau kamu nggak keberatan ya aku oke-oke aja,” jawab Michael enteng.

Memantik rasa kesal di hati Jennara. “Oke. Aku masuk.”

Pertama kalinya. Jennara memasuki kamar hotel. Setelah beberapa kali sempat akan masuk setelah berhasil menghindari ajakan Michael. Sungguh tak menyangka, Jennara bisa masuk sekarang hanya gara-gara ingin menyelamatkan uangnya.

Tapi, bagaimana lagi? Itu sisa pundi-pundi hidup yang Jennara miliki saat ini. Apalagi, biaya reparasi apartemen juga sudah di depan mata. Gaji pun juga belum turun, masih tertahan sejak bulan lalu entah karena apa, Jennara tak paham masalah settlement yang begitu lelet dari pihak Bank penggajinya.

“Mau minum apa baby…” ujar Michael, saat Jennara sudah duduk di sebuah kursi.

Jennara memandang Michael. “Aku harus cari cara supaya bisa pakai hp nya,” lirih Jennara dari dalam hati.

Jennara melirik sebuah sisi. Objek incaran Jennara ada di nakas samping ranjang. Cukup dekat dengan posisinya sekarang. Tetapi, dia tidak bisa terang-terangan mengambil ponsel di sana.

“Michael, di kamar mandi kamu ada sanitizer nggak?” tanya Jennara.

“Nggak tahu. Apa kamu butuh? Tapi… kamu ngajak ketemuan sampai mau masuk ke hotel aku karena apa, baby?”

Jennara. tersenyum. Sangat terpaksa. “A-Aku… kayaknya mau memperbaiki hubungan sama kamu deh, Michael. Yang kurang dari aku cuman itu kan…” ucap Jennara, sangat terdengar lembut. Berlagak seolah bisa menggoda Michael.

Lelaki buaya itu langsung terpancing. “Betul sekali baby… apa kamu mau kasih sekarang biar hubungan kita bertahan?” tanya Michael sungguh percaya diri.

Laki-laki itu mulai mendekati Jennara, membungkuk seakan hendak melumat Jennara.

“Eits…” satu telunjuk Jennara menahan dada bidang Michael yang tidak berbalut baju itu, “ambilin sanitizer dulu dong. Badan aku kotor. Mau bersihin dulu biar steril."

“Oke, baby. Tunggu aku yah!”

Michael pun melakukan hal yang diinginkan Jennara. Laki-laki itu masuk ke toilet, dan Jennara langsung mencoba meraih ponsel Michael secepat mungkin.

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   8. Cukup 90 hari saja.

    Jennara membeku di tempat. Jantungnya seperti lompat sendiri dari rongganya. Bahkan, pertahanan kakinya berguncang. "Calon istri bagaimana maksud, Pak Chakra? Jelas jelas... perjanjian awal kita adalah tunangan pura-pura. Pak..." Jennara mendera Chakra dengan pertanyaan paniknya. Tetapi, Chakra tak menjawab. Dia hanya tersenyum singkat, tetapi bukan senyuman yang hangat. Seolah memberikan sinyal penyiksaan bagi Jennara. Gadis itu mengepalkan tangannya kuat, saat melihat Chakra berlalu begitu saja. Masih diam, tanpa menjawab pertanyaannya. "Pak Chakra!" teriak Jennara, mengejar langkah Chakra yang sudah selangkah lebih maju dengannya, "Pak... tolong jelaskan, Pak. Ini mengenai nasib hidup saya..." geger Jennara. Langkahnya cepat, sangat teratur mengikuti tubuh Chakra yang berjalan tenang. Bahkan, tak mempedulikan tatapan orang di kanan-kirinya. Hanya fokus pada Chakra yang masih diam tidak menjawabnya. "Pak Chakra... tolong jawab pertanyaan saya dengan baik," pinta Jennar

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   7. Bersandiwara

    "M-maksudnya, itu apa ya pak... dari atas sampai kaki?" Jennara mengeluarkan suara keberaniannya yang tersisa. Jarinya mulai kaku, "s-saya... benar-benar bukan wanita murahan, Pak. Jadi, jangan berpikir bisa mengikat saya dengan hubungan yang tidak seharusnya," terusnya, menjelaskan prinsip yang dia genggam erat. Kali ini, meskipun Jennara takut, Jennara harus berani untuk membela dan menjaga kehormatan dirinya. Kontan, Chakra terkekeh. Terdengar berat, dan juga... agak mengerikan. "Kamu mudah sekali ya terbawa suasana? Saya cuman bercanda. Siapa juga yang minat melaksanakan hubungan tidak seharusnya dengan kamu?" lolos Chakra, menikam relung hati Jennara. Gadis itu menunduk. Melanjutkan pertanyaan. "Jadi, maksud bapak untuk klausul 5 itu lebih jelasnya bagaimana?" tanya Jennara. Menyembunyikan kesalnya. Melanjutkan catatan notepad di hp milik Chakra. "5. Perjanjian kontrak klausul berakhir dalam waktu 90 hari. Diwajibkan terlaksana, tanpa melibatkan perasaan nyata." Jan

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   6. Klausul Perjanjian

    Keberanian Jennara seakan hilang entah kemana. Melihat dengan mata kepalanya dengan nyata. Postingan Chakra di lembar halaman Website Sky Star Technology itu sudah terunggah dan memiliki reaksi kontan. Langsung populer begitu saja hanya dalam waktu singkat. Jennara memandang Chakra dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, "pak... tolong hapus saja... itu nggak bener, kita bahkan baru saling ketemu detik ini, pak ..." suara Jennara terasa agak lemah. Seakan serak tak berdaya. "Bisa saya hapus." Singkat Chakra, menyorot pandang mata dingin kepada Jennara. "Benarkah, pak?!" Jennara langsung semangat. Seakan mendapat asa hidupnya lagi. "Dengan dua pilihan." Suara Chakra tetap datar. Tapi, cukup terdengar menenangkan saat ini. "M-Maksud bapak?" "Pilihan pertama. Mengakui hubungan, temui wartawan bersama saya," kata Chakra semakin melangkah, mendekati Jennara. Gadis itu menelan ludahnya. Saat merasakan aura dominasi Chakra kian meninggi. "Pilihan kedua?" tanya Jennara, sangat m

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   5. Lari dan ... masuk ke?

    Suara itu kontak membuat tubuh Jennara membalik. Terhampar bersandar di pintu itu. Jennara mendongak pelan. Dan dunia seolah berhenti berputar. Pria di depannya berdiri dengan kemeja putih digulung sampai siku, rambut masih basah menetes-netes, dan sorot matanya… seperti bisa membunuh sekaligus menyelamatkan dalam satu detik yang sama. Jennara ingat wajah itu. "C-Chakra Ragantara?!" tuturnya terkejut, langsung menutup mulutnya sendiri. Kedua mata pria itu menusuknya tanpa jeda. Langkah tenangnya maju. Tiga langkah, tanpa suara. Lalu berjongkok tetap di depan Jennara. Menggeser tubuh Jennara enteng, seolah Jennara hanyalah benda ringan. Lalu, berdiri lagi. Mengintip sebuah panel digital kecil dari pintu. Monitornya memberitahukan, di luar pintu sudah ada sekerumunan manusia heboh membawa banyak kamera. Pria itu adalah Chakra. Yang sudah dikenali oleh Jennara ketika berita positifnya menguasai perhatian publik. Tetapi, kini Chakra berada di tengah amukan para wartaw

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   4. Jennara dikejar wartawan!

    Kalut membaca artikel itu, Jennara tak sadar Snack kentangnya sudah tumpah berserakan ke ranjang. Fokusnya berpusat total pada sisipan video dan foto yang ada di artikel. Jennara memutar sisipan Video. Itu adalah rekaman dirinya yang memasuki kamar 111. Juga saat setelah dia keluar dari sana. Bahkan, ada zoom untuk melihat lebih detail penampilannya. Jelas sekali, bagian bahu putih dan sepotong tali bra miliknya terpampang dari video itu. Jennara menggigit bibirnya. Keluar dari video itu, berlanjut melihat beberapa foto. Dari saat dirinya berada di meja resepsionis. Hingga sampai memasuki kamar. Semuanya ada! "Penguntit dari mana yang kurang kerjaan ngerekam aku cuman buat berita bohong kayak gini, sih?!" monolog Jennara sangat marah. Otak kepala Jennara mulai semakin panas. Mencoba mengklik tautan artikel itu berkali-kali. Berharap bisa terhapus dari layar laptopnya. Tapi, nihil. Yang ada, malah laporan statistik baca artikel tersebut sudah 99.877 kali dibaca. Tentu saja

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   3. Tidak diduga.

    Sayangnya, Michael langsung keluar dari toilet lagi. Membuat tangan Jennara yang nyaris memegang ponsel urung secepat kilat. Hampir saja napasnya hilang. Takut jikalau laki-laki itu memergokinya. Tapi... sepertinya ekspresi Michael biasa saja.Lantas, gadis itu tersenyum manis pada Michael yang sudah berjalan ke arahnya lagi.“Nggak ada baby… harus beli sendiri. Nggak papa, aku terima kamu apa adanya kok.” Michael langsung mengungkung Jennara begitu saja.Tidak memberikan kesempatan sedetik pun pada Jennara untuk menghindar. Laki-laki itu kini membungkuk, mulai melepas blazer hitam Jennara dan melemparnya asal. Menyisakan kemeja putih milik Jennara, lalu juga membukanya pelan-pelan sambil tak berhenti memandang Jennara penuh dengan nafsu.Jennara panas dingin, tetapi dia menahan tubuhnya tetap diam. Setiap sentuhan Michael membuat kulitnya merinding, itu bukan karena nikmat, tapi karena rasa jijik yang ingin meledak. Dia menunggu celah. Begitu tengkuk Michael turun, Jennara lang

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status