MasukJantung Jennara mencelos. Rasanya seperti jatuh ke perut. Tubuhnya melemas seketika, nyaris limbung, jika Chakra tak sigap menopang bahunya."Kenapa kamu?" tanya Chakra, suaranya sedikit berubah nada.Jennara akhirnya sadar, bahwa tubuhnya sedang dipapah oleh Chakra. Gadis itu buru-buru untuk menegakkan tubuhnya sendiri. "M-Maaf, Pak. Kaget," kata Jennara, sembari merapikan pakaiannya, sebagai pengalihan untuk rasa malu yang menderanya."Bentar," kata Chakra. Langkahnya maju, mendekati panel tombol lift.Jari laki-laki tersebut baru sama menekan tombol lift berkali-kali. Sebagai sinyal darurat bahwa transportasi gedung ini sedang bermasalah. Wajahnya masih tenang. Meskipun, ada sedikit cemas.Bagaimanapun, Chakra tidak sendiri di sini.Dia bersama dengan seorang gadis."Pak, nggak bisa ya?" ujar Jennara, setelah cukup lelah melihat Chakra menekan berulang tombol lift tapi tidak ada reaksi apa-apa.Chakra menghentikan aksinya, memundurkan langkah. Untuk bersejajar dengan Jennara. Lalu,
Penampilan Jennara sudah siap. Setelah menuruti kata-kata Chakra untuk naik ke lantai 3. Mengambil satu stel baju, yang kini terlihat cocok di tubuhnya saat Jennara sedang mengaca. Itu sebuah celana formal berwarna coklat gelap, kemeja putih dan blazer coklat sedikit bermotif pita di kerahnya. Tidak tahu baju ini ditujukan untuk siapa. Tapi, yang jelas, setelannya bagus. Jennara juga sudah berdandan cantik. Dia menatap kaca seolah sedang menghimpun kekuatan di sana. Menggenggam rapat-rapat kedua tangannya. Dia akan segera bekerja lagi. Dengan gosip yang beredar, dengan status palsu yang cukup fantastis. Bahkan, Jennara akan berangkat bersama dengan Chakra. Sudah dapat dibayangkan olehnya, akan seperti apa pemandangan yang terjadi. Semua orang pasti kepo, semua orang pasti bergunjing! Tetapi, Jennara harus berdiri tegak! "Fighting! Jennara! Kamu pasti bisa! Let's go! Everything will be ok!" tandas Jennara mantap, memberikan semangat penuh untuk dirinya sendiri. Untuk saat ini
Bi Ririn mengangguk kaku. "I-Iya, Den." Dugh! Segelas kopi di tangan Chakra langsung duduk mantap di atas meja dapur. Pria itu tak lagi mau berdiri di depan Bi Ririn. Bergerak untuk naik ke lantai 2. Tentunya, harus mengetahui lebih detail! Apa saja yang terjadi ketika dirinya benar-benar tidak sadar secara total. Chakra menaiki tangga, dengan langkah yang cukup cepat. Sampai kini telah tiba depan pintu lantai 2. Chakra membukanya. Gadis yang dia cari, langsung menatapnya. Sungguh kebetulan, Jennara sedang akan membuka pintu. "K-Kenapa, Pak?" tanya Jennara, yang cukup terkejut saat mendapati keberadaan Chakra yang tampaknya sedang... bermasalah?! "Jennara, jelaskan ke saya. Semalam saya dan kamu, ngapain aja?!" Nah. Itu dia! Jennara tahu, ini akan menjadi masalah besar ketika Chakra ingat. Bagaimana? Apa yang harus Jennara katakan? Apa mungkin Jennara bisa lari ke kantong Doraemon dulu untuk bersembunyi dari Chakra?! "Nggak ngapa-" "Jangan bohong. Saya tahu
Impuls saraf di otak Jennara kontan memukul kesadaran gadis itu. Mulutnya langsung terkunci, saat bibir Chakra mencoba menerobos paksa liang lidahnya. Jennara memejamkan mata merasa kotor. Tubuhnya saat ini terduduk bersandar di depan kulkas yang terbuka. Menerima saluran dingin dari kulkas. Terkurung dalam dekapan Chakra yang sedang kehilangan kendali. Jennara berusaha bergerak. Meski tubuh Chakra lebih banyak bertenaga darinya. Gadis itu tak menyerah! Dia harus lepas dari keadaan tidak direncanakan ini! "Eumph," desis Jennara, sekuat tenaga mendorong tubuh Chakra. Namun, tetap belum berhasil. Chakra malah menambah tenaga. Seolah tidak ingin kehilangan mangsanya sama sekali! Jennara mencoba mengubah cara. Tak lagi berusaha untuk mendorong tubuh Chakra. Tangannya turun dari bahu Chakra yang semenjak tadi berusaha dia tolak. Bergerak meraba, hingga jatuh pada titik sensitif Chakra. Di pinggang, Jennara menyentuh cepat sisi pinggang Chakra, hingga pria itu sontak m
Pria itu langsung masuk ke rumah miliknya sendiri. Meninggalkan Jennara di halaman rumah. Tak tahu menahu harus apa, selain bergeleng lelah. Langkahnya lunglai. Jennara turut bergerak memasuki rumah, dan menutup pintunya. "Siapa sih yang ganggu sebenernya?" lirih Jennara, bermonolog dengan sedikit kesal. Sampai tenggorokannya terasa kering. Jennara bergerak. Untuk melihat dapur. Gadis itu masih di lantai pertama, dan tak melihat keberadaan Chakra yang menghilang dengan cepat. Mungkin, sudah ada di dalam kamarnya sendiri. Tapi, ya sudahlah. Suka-suka dia saja! Yang penting, sekarang Jennara akan meminum air terlebih dahulu. Menyiram tenggorokannya. Satu gelas di kitchen set, dia ambil. Untuk menuang air dari dispenser. Kemudian meneguknya, sambil mengedari pandang. Melihat sekeliling dapur yang tampak sangat-sangat rapi. Jennara jadi ingat, meja makan belum dibereskan. Gadis itu menghembus. Perlahan berjalan, menuju meja makan yang jaraknya cukup jauh dari dapur. Meng
Ucapan yang terdengar dingin oleh Maudy, cukup merasuk tajam di telinga Jennara. Kekokohan kakinya terguncang. Jennara nyaris jatuh, jika Chakra tak segera memeganginya. "Are you okay?" suara Maudy bertanya, tampak sedikit terkejut. Jennara buru-buru menegakkan tubuhnya lagi. Merapikan pakaiannya. Menatap sopan pada Maudy. "Aku... aku nggak, pa-pa, Tante." Maudy menggeleng pelan, lalu tersenyum tipis. "Sini," tangan Maudy menyentuh bahu Jennara, membawa gadis itu dalam rangkulannya. Rian masuk, melirik putranya sekilas. Lalu fokus berjalan menuju istrinya. Chakra menghela napas, sambil mulai mengikuti juga. "Kerja kamu itu... sebagai Staff Asisten ya di Sky Star?" tanya Maudy, saat dia berhasil membawa Jennara duduk di meja makan. Jennara menjawab kaku, "i-iya, Tante. Aku, sudah di profesi tersebut sekitar dua tahunan." "Berarti kamu anaknya pintar ngitung ya, eum... biar nanti kedepannya ada yang kontrol uang Chakra!" Rian terkekeh, ikut bergabung duduk. Sedangkan







