Melihat sang menantu nampak khawatir, Bu Martha menepuk lembut punggung Joana.
"Tapi kata dokter, itu hanya sementara, dan bisa segera pulih. Ibu yakin, kehadiran Nak Jo di sisi Andre, akan menjadi penyemangat baginya untuk cepat sehat kembali," lanjut Bu Martha.
"Nak Jo mau 'kan, menemani suamimu di sini?" Sorot mata teduh itu penuh pengharapan, menatap lekat wanita muda di hadapan.
Joana tidak membalas, tetapi melirik ke arah Jannet yang masih saja memberi perhatian lebih terhadap Andreas. Bu Martha yang memahami kondisi yang tidak mengenakkan tersebut, kemudian mengajak Joana untuk mendekati Andreas. Wanita itu harus melakukan sesuatu agar kehidupan Joana dan sang putra menjadi tentram, tanpa adanya gangguan.
"Ayo, kita ke sana, Nak Jo!" Bu Martha menunjuk ke arah ranjang pasien.
"Jo di sini saja, Bu," tolak Joana dengan halus.
Bu Martha menggeleng. Wanita yang memiliki tatapan teduh itu tetap menyeret pelan tangan sang menantu, mendekati
Wanita bertubuh kurus yang ada di dalam mobil taksi itu terus mengamati rumah Andreas. Dia nampak menimbang-nimbang. Entah apa yang dipikirkan."Maaf, Bu. Sampai kapan kita akan tetap di sini?" tanya sopir taksi tersebut, mengurai lamunan penumpangnya."Iya, tunggu sebentar, ya, Pak."Setelah berkata demikian pada sopir taksi, wanita tinggi semampai itu segera turun lalu berjalan perlahan memasuki gerbang kediaman Andreas yang memang tidak ditutup karena ada beberapa saudara Joana yang belum datang. Tanpa ragu, dia terus melangkah perlahan lalu menaiki teras rumah yang cukup tinggi dengan sangat hati-hati. Seolah, dia takut jika kaki jenjangnya akan tersandung, dan bisa menyebabkan tubuh ringkih itu terjatuh."Permisi." Terdengar sopan, wanita itu menyapa penghuni rumah.Tak perlu menunggu lama, sosok Andreas segera muncul lalu menghampiri tamunya. Andreas mengerutkan dahi kala m
Andreas kini dapat bernapas dengan lega, setelah sang istri tersadar. Tak henti, pria tampan itu mengecupi wajah istrinya yang sudah berangsur cerah dan tak sepucat tadi. Joana bahkan sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan, setelah dipastikan bahwa kondisinya sudah membaik.Di ruang perawatan pun, Andreas tak mau jauh-jauh dari sang istri tercinta. Dia bahkan tadi hanya menggendong anak-anaknya sebentar karena setelah itu, kedua bayi mungil itu sudah menjadi rebutan. Saat ini, bayi laki-laki berada di pangkuan Mama Anggie, sementara bayi perempuan berada di pangkuan Bibi Liana.Ya, Bibi Liana sebenarnya menginginkan cucu perempuan karena dia hanya memiliki anak laki-laki. Namun sayang, anak yang dilahirkan sang menantu, Melanie, malah laki-laki. Meski begitu, istri Pak Bernardus itu tetap menyayangi sang cucu."Kakak Ipar. Ryan belum kebagian gendong keponakan, nih. Bikin lagi, ya. Satu aja," pinta Ryan yang tiba-tiba
Andreas yang ikut menemani sang istri di dalam ruang persalinan, sebenarnya sangat tegang. Namun, pria itu mencoba untuk menutupi ketegangannya dengan menciumi puncak kepala Joana. Andreas terus memberikan semangat kepada istrinya."Kamu pasti bisa, Yang. Kamu wanita yang hebat. Aku mencintaimu, Yang," bisik Andreas, terus menerus. Memberikan kebahagiaan semangat, sekaligus mengungkapkan perasaannya yang terdalam.Di tengah rasa sakit yang mendera, Joana mencoba untuk tersenyum. Meski wanita cantik itu tak dapat berkata-kata, tetapi melalui tatapan matanya, Joana mengungkapkan rasa syukur karena memiliki suami seperti Andreas. Dia eratkan genggaman tangan, kala kontraksi kembali datang.Ya, Joana memilih proses persalinan normal untuk melahirkan kedua bayinya. Dokter yang menangani Joana jauh-jauh hari pun setuju karena baik kondisi ibu maupun kedua janin, sama-sama sehat. Meski awalnya Andreas menyarankan untuk operasi cesar saja karena pria itu tak sanggup melihat sang istri kesakit
Joana benar-benar ikut pulang dengan kedua orang tua, beserta kakaknya, Sandy. Segala bujuk rayu Andreas, tak dia hiraukan karena wanita hamil itu ingin selalu berdekatan dengan sang mama. Bahkan sepanjang perjalanan menuju bandara, Joana terus bergelayut manja dengan mamanya dan mengabaikan sang suami yang ikut mengantar.Andreas sengaja ikut mengantar ke bandara karena berharap, sang istri akan berubah pikiran. Suami Joana itu masih berharap, sang istri mengurungkan niatnya. Sebab, Andreas tidak dapat membayangkan bagaimana hari-harinya nanti tanpa sang istri."Abang kalau kangen 'kan, bisa nyusul Jo ke sana," jawab Joana dengan santai ketika sang suami masih berusaha membujuknya."Yaelah, Jo. Kamu pikir, Jakarta Bandung. Bisa nyusul sewaktu-waktu." Ricky yang juga ikut mengantar ke bandara, menyahut."Demi cinta, pasti jarak bukan halangan. Benar begitu 'kan, Bang?" Joana m
Semua orang dibuat panik karena Joana yang tadinya baik-baik saja, tiba-tiba ambruk, dan tak sadarkan diri. Andreas langsung membopong tubuh ramping istrinya dan membawanya berlari menuju mobil. Sandi yang baru saja datang, berteriak menyuruh sang adik ipar agar membawa Joana ke mobilnya.Sandi memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sang mama yang duduk di samping kemudi, sampai harus mengingatkan sang putra sulung agar berhati-hati. Sementara di bangku belakang, Andreas yang memangku kepala sang istri, nampak sangat khawatir."Bangun, dong, Sayang. Kamu kenapa, sih?" Andreas menepuk lembut pipi Joana yang matanya terus terpejam.Sementara di belakang mobil Sandy, nampak tiga mobil lain mengiringi. Mobil yang dikendarai papanya Joana, berada tepat di belakang mobil Sandy. Diikuti mobil Ricky dan terakhir mobil Ryan.Tak berapa lama, iring-iringan mobil itu memasuki kawasan rumah sakit. Setelah berh
Belum juga ada tanda-tanda kehamilan meski sudah lebih dari satu bulan Joana dan Andreas pulang dari berbulan madu ke negara matahari terbit kala itu, membuat Joana kembali murung. Wanita cantik itu bahkan tak bersemangat, menyambut wisudanya minggu depan. Joana akhir-akhir ini juga sering mengurung diri di dalam kamar.Tentu saja sikap istrinya tersebut membuat Andreas khawatir. Pria muda itu dibuat bingung sendiri dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal, dia sudah seringkali mengatakan pada sang istri bahwa tidak kunjung hamilnya Joana, tak masalah bagi Andreas."Sudah, dong, Yang. Jangan begini terus!" Andreas mencoba membujuk sang istri. "Kita makan malam di luar, yuk. Sekalian nonton film," lanjutnya menawarkan karena ingin membuat mood sang istri kembali membaik.Joana menggeleng. "Jo lagi enggak pengin ke mana-mana, Bang."Andreas menghela napas panjang. "Yang. Jangan terlalu dipikirkan