Bu Nining memijat pelipisnya yang terasa sangat pening. Bagaimana tidak pening, ia sudah mengeluarkan banyak uang untuk membayar orang yang sedang mencari keberadaan Gayatri yang katanya tengah pergi ke Batam. Dua minggu pencarian hasilnya nihil. Orang-orang tersebut kemudian ditarik ke Palembang karena dulu Gayatri dan Hendar pernah tinggal di sana. Pencarian berminggu-minggu di sana pun tetap tidak membuahkan hasil."Pasti Gayatri pergi ke Jakarta, Bu. Aku yakin sekali pasti di sana ia sedang bersama Asti. Tidak mungkin ia berani pergi jauh bersama kedua anaknya yang masih kecil jika tidak bersama dengan orang lain." Engkom berkata dengan nada yang penuh dengan ketegasan.Sama halnya seperti Bu Nining, Engkom jugasangat kesal terhadap Gayatri karena kakak iparnya itu semena-mena menjual semua harta benda yang berujung diusirnya ibu kandungnya. Engkom juga kesal karena sekarang keluarga mereka tercoreng namanya dan orang-orang menjadi tahu kelakuan mereka yang sesungguhnya terhadap G
["Motor baru punya Damilah udah ditarik lagi sama dealer. Orang-orang yang nyari kamu ke Batam juga sudah menyerah. Dengar-dengar, sih, katanya akan ada orang yang nyari kamu ke Jakarta, Tri."]Alin memberikan kabar tentang ibu mertua Gayatri yang berada di seberang pulau sana.Gayatri mengembuskan napas. Ia tidak tahu lagi harus berkata apa. Ada perasaan was-was dalam hatinya. Bagaimana jika nanti Bu Nining mengacau di sini? Gayatri tidak ingin merepotkan ketenangan keluarga Bram. Pasti sudah jelas nanti yang akan disalahkan pasti keluarga Bram dan terus saja berulah.["Tapi kamu tenang saja, Tri. Aku sudah memberitahu Asti supaya dia berhati-hati. Untuk sementara waktu kamu jangan dulu bertemu sama dia. Anak-anak kamu juga jangan dulu pergi ke sekolah. Takutnya nanti gak sengaja bertemu."]"Apa mulai sekarang aku harus mindahin sekolah anakku, ya? Akhir-akhir ini juga perasaanku mulai tidak enak. Aku selalu teringat dengan ibu di kampung."["Iya, Tri. Untuk jaga-jaga aja kalau-kalau
Sudah hampir satu bulan Gayatri tinggal di apartemen mewah ini. Dibilang betah ya memang sangat betah, tidak terlalu banyak beban. Gayatri sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus anak-anak. Apalagi sekarang tinggal di kota, keperluan sangat mudah dicari dan tidak ribet seperti di kampung. Minusnya di sini mahal, apalagi kalau belanja keperluan dapur, Cindy selalu mengajaknya ke supermarket. Padahal di pasar lebih murah tapi Cindy tidak mau ke sana soalnya dia trauma dulu waktu ke pasar dirinya pernah kena copet. Sepertinya sesekali Cindy harus diajak ke pasar subuh supaya lebih aman juga sayurannya masih pada segar.Gayatri sering memasak masakan yang resepnya berada di belakang kemasan bumbu penyedap rasa. Itu juga atas arahan dari Cindy. Katanya Cindy penasaran dengan masakan-masakan tersebut.Jika sudah selesai masak untuk orang dewasa, Cindy selalu menyiapkan kembali MPASI untuk Citra. Karena sekarang porsi makan Citra tergolong cukup banyak karena sekarang sudah h
"Gayatri, bisa bicara sebentar?" tanya Bu Nela setelah Gayatri selesai mengerjakan pekerjaan rumah.Gayatri hanya mengangguk. Kemudian ia mengikuti Bu Nela dan duduk di kursi santai di balkon apartemen Bram."Jadi begini, saya sudah membicarakan hal ini dengan Bram tadi malam. Saya berencana mengerjakan kamu menjadi baby sitter, untuk masalah gaji kamu tenang saja, tidak usah khawatir. Gaji kamu akan naik dua kali lipat." Bu Nela menatap Gayatri. "Kamu sanggup, kan?""Saya sanggup, Bu.""Lusa kamu mulai pindah ke sini.""Eh? Maaf, Bu?""Bram nggak bilang, ya?"Gayatri menggeleng.Bu Nela menjelaskan. "Jadi gini, karena kamu akan mengurus bayi, jadi tidak mungkin kalau kamu harus pulang pergi, apalagi bayi selalu terbangun tengah malam. Jadi kamu akan tinggal di sini, di apartemen sebelah Bram. Kebetulan itu apartemen punya saya. Sebenarnya saya menyuruh Bram untuk tinggal di rumah. Tapi ia tidak mau.""Lalu apakah anak-anak saya juga ikut?""Benar. Kamu bawa saja anak-anak ke sini. Na
"Pak Bram!" Gayatri mengetuk pintu. Meskipun kemarin Bram mengatakan kalau hendak membangunkannya Gayatri masuk saja ke kamar tapi Gayatri sungkan. Masa iya seorang janda seperti dirinya harus masuk ke dalam kamar bujangan yang tengah tertidur pulas. "Saya sudah bangun, Tri!" Gayatri langsung kembali ke dapur untuk mengambil vacum cleaner dan pel-an. Untuk hari ini ia tidak mencuci baju karena kata Bram, Gayatri mencuci bajunya dua atau tiga hari sekali saja. Pukul setengah tujuh pagi Bram sudah rapi dan bersiap untuk berangkat. Gayatri juga sudah selesai membereskan rumah dan sekarang ia hendak pulang untuk bekerja di rumah yang lain. Bram juga sudah memberikan ijin untuk Gayatri bekerja yang lain asalkan nanti pas bagian bekerja di rumahnya, Gayatri datang tepat waktu. Gayatri bekerja dari rumah ke rumah sebagai buruh cuci. Kalau ada yang menyuruhnya untuk menyetrika, Gayatri menolaknya karena menyetrika menyita banyak waktu. Ia melakukannya harus berada di waktu yang benar-bena
Seorang lelaki berperawakan tinggi dan berkulit kecokelatan dengan potongan rambut bergaya undercut itu menguap lebar. Sambil menunggu pintu lift terbuka ia mencoba membuka matanya lebar-lebar supaya kesadarannya masih terjaga. Pekerjaannya dari luar kota menguras tenaganya, ditambah perjalanan yang jauh membuatnya benar-benar lelah dan ingin segera beristirahat.Selang beberapa menit kemudian dirinya sudah sampai di depan pintu apartemen miliknya. Ia membuka kunci kemudian masuk. Keningnya sedikit mengkerut melihat ada sandal lusuh. Sepertinya itu milik asisten rumah tangga yang baru. Aroma masakan juga mulai tercium harum menyeruak ke seisi ruangan. Laki-laki itu yang sedang lelah dan kelaparan perutnya semakin perih dan tidak sabar untuk makan."Ini beneran apartemen-ku, bukan, sih?" gumam laki-laki itu. Ia terkejut melihat seorang perempuan muda yang tengah mengelap meja dapur. Sebuah menu masakan sudah terhidang di meja makan.Laki-laki itu kembali ke luar apartemen, hanya untuk