“Jasmine, Noah… kalian datang?” suara Marni pelan, penuh nada bertanya namun tidak mengusir.“Kami ingin bicara dengan Oma,” kata Jasmine sopan, tapi matanya tak bergeming dari dalam rumah, seolah ingin menembus dinding dan langsung bertemu wanita yang menjadi pusat dari segala pertanyaan di hatinya.Marni membuka pintu lebih lebar. “Masuklah. Beliau sedang di ruang lukis.”Ruang lukis.Sebuah ruangan yang dulu jarang mereka masuki. Tempat Dursila menghabiskan waktu ketika ingin menyendiri — atau ketika pikirannya terlalu penuh dan hanya kanvas yang bisa menampungnya.Jasmine dan Noah melangkah masuk. Aroma minyak cat dan kayu tua menyeruak menyambut mereka, membangkitkan kenangan masa kecil Noah — dan masa asing yang ingin dikenali oleh Jasmine.Di ujung ruangan, Dursila duduk membelakangi mereka, mengenakan kimono satin berwarna biru tua. Di depannya terbentang kanvas besar yang belum
“Aku ingin bertanya satu hal,” Jasmine akhirnya memecah keheningan. Suaranya terdengar lebih serius, penuh pertimbangan. “Bagaimana kalau kebenaran itu ternyata lebih sulit diterima daripada yang aku bayangkan? Apa kita masih bisa bertahan?”Noah menatapnya tanpa ragu. “Aku nggak tahu, Jas. Tapi aku yakin, kita nggak bisa menghindarinya. Mungkin kebenaran itu akan menghancurkan kita, mungkin juga akan menyatukan kita. Yang aku tahu, kita harus menghadapi ini bersama.”Jasmine mengangguk perlahan. Kata-kata Noah memang menenangkan, namun hatinya tetap terasa berat. Apakah dia benar-benar siap untuk mengungkapkan seluruh kenyataan, untuk menghadapi apa yang telah lama terkubur? Rasanya seperti menggali lubang yang dalam dan tidak tahu apa yang akan ditemukan di dalamnya.“Dan bagaimana dengan Oma Dursila?” tanya Jasmine, masih tidak bisa menghindari pikiran tentang wanita tua yang telah menggerakkan begitu banyak pot
“Jas,” Noah mulai, suaranya rendah, “apa yang kamu pikirkan sekarang? Aku ingin tahu lebih banyak tentang apa yang kamu rasakan. Apakah kamu merasa lebih baik, atau masih bingung?”Jasmine menatapnya, mencoba merangkai kata-kata. “Aku… masih merasa bingung, Noah. Aku ingin bisa melanjutkan, aku ingin kita bisa lebih bahagia. Tapi ada begitu banyak hal yang aku harus terima. Aku merasa terkadang aku nggak tahu siapa aku sebenarnya dalam keluargamu.”Noah mendekat, meraih tangannya dengan lembut. “Kamu adalah bagian dari keluarga ini, Jas. Aku tidak bisa mengubah masa lalu, tapi aku ingin kita melangkah maju bersama. Apa pun yang terjadi, kamu nggak perlu merasa sendirian.”Jasmine mengangkat kepala, melihat mata Noah dengan penuh keyakinan. “Aku tahu. Tapi aku juga harus menghadapi kenyataan yang sulit ini, tentang siapa aku dan apa yang benar-benar terjadi. Aku nggak bisa lari dari itu.”N
Jasmine duduk di balkon rumah besar mereka, menghadap langit yang mulai meredup dengan nuansa jingga keemasan. Angin sore yang sejuk menyapu wajahnya, namun perasaan di dalam hatinya masih jauh dari tenang. Setiap keputusan yang dia buat dalam beberapa hari terakhir terasa penuh dengan ketegangan, seperti mencoba menavigasi jalan sempit di antara jurang. Semua perasaan itu bersaing dalam dirinya—rasa cinta, kemarahan, kebingungannya, dan kerinduan akan ketenangan.Dia menatap ke depan, merasa seolah dirinya sedang berada di persimpangan jalan, dan tidak tahu arah mana yang harus dipilih.Ponselnya bergetar di saku celananya. Dengan enggan, dia mengeluarkan ponsel itu dan melihat nama Noah muncul di layar. Dia sudah tahu, ini pasti pesan dari Noah. Setiap kali mereka berbicara, selalu ada campuran antara keraguan dan harapan dalam suara Noah. Tetapi, Jasmine masih merasa perlu waktu untuk mengurai perasaannya sendiri.Pesan Noah kali ini tidak panjang, hany
Sore itu, saat dia kembali ke rumah, Noah sedang duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong. Wajahnya terlihat lelah, namun matanya tetap memancarkan kekhawatiran yang mendalam. Ketika Jasmine masuk, dia langsung berdiri dan berjalan mendekat, namun langkahnya terhenti begitu melihat ekspresi di wajah Jasmine.“Kamu kembali,” Noah berkata, nada suaranya terdengar cemas. “Jas, apakah—”“Aku butuh waktu,” kata Jasmine cepat, memotong kalimat Noah. “Aku masih belum bisa memutuskan apa yang harus aku lakukan. Aku… aku bingung, Noah.”Noah mengangguk, meskipun ada rasa sakit yang jelas di wajahnya. “Aku paham, Jas. Aku nggak bisa memaksamu. Tapi aku ingin kamu tahu, aku menunggu apapun keputusan yang kamu ambil.”Jasmine menghela napas panjang, berjalan menuju jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Dia melihat rerumputan hijau yang tumbuh rapi, seperti semuanya tampak sempurna. Na
“Jas, aku—” Noah berhenti sejenak, seolah kata-kata itu sulit keluar. “Aku nggak tahu harus mulai dari mana. Keluargaku punya sejarah yang rumit. Ada begitu banyak hal yang terjadi, dan aku nggak ingin kamu terjebak dalam semua ini. Aku hanya ingin kita berdua bahagia.”Jasmine menunduk, mencoba untuk mengumpulkan pikirannya. “Tapi, aku berhak tahu, Noah. Aku berhak tahu siapa aku sebenarnya. Apa yang terjadi di masa lalu itu nggak bisa terus disembunyikan.”Noah berjalan mendekat, berusaha meraih tangannya, namun Jasmine menarik tangannya. “Jas, tolong. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tak pernah berniat menyakitimu. Aku ingin kita tetap bersama, tapi aku juga butuh waktu untuk menyelesaikan ini dengan keluarga.”Jasmine merasakan dada terasa sesak. “Tapi aku nggak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Kamu bilang aku bagian dari keluargamu, tapi ternyata ada banyak hal yang tidak pernah kamu ceritakan
Noah menghela napas panjang, merasa bahwa setiap kata yang dia ucapkan kini terasa seperti beban yang tak bisa dilepaskan. “Jas, kamu harus tahu bahwa aku nggak ingin kamu merasa terjebak di dalam ini. Aku berjanji aku akan menceritakan semuanya.”Jasmine menunduk, matanya terpejam untuk menenangkan diri. “Aku nggak tahu, Noah. Aku... aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya.”Noah merasakan hatinya hancur melihat Jasmine seperti itu. Tidak ada kata-kata yang bisa menghibur hatinya yang terluka. Apa yang bisa dia lakukan? Dia sudah berusaha, tapi kenyataannya selalu saja menghalanginya.“Jas,” Noah berkata pelan, hampir berbisik. “Aku akan melakukan apapun untuk kita. Aku janji.”Jasmine hanya mengangguk lemah, tak mampu berkata apa-apa lagi.Sore itu, keduanya terdiam, terjebak dalam perasaan yang tak bisa diungkapkan. Jasmine merasa hatinya terperangkap dalam labirin perasaan yang tak jelas arah tu
Hari itu terasa begitu berat bagi Jasmine. Setiap langkah yang diambil seolah terhenti oleh pikiran yang terus berputar dalam benaknya—semua yang baru saja dia dengar dari Harness. Kebenaran yang mengerikan itu seakan-akan merobek setiap potongan kenyamanan yang selama ini dia percayai. Bahwa dia—Jasmine Ayu Kartika—mungkin bukan siapa-siapa dalam dunia yang begitu besar dan rumit ini, hanya menjadi bagian dari sebuah rahasia yang lebih besar daripada dirinya sendiri.Dia mencoba untuk menenangkan diri, mengatur napas, namun setiap detik yang berlalu hanya menambah beban di dadanya. Ketika akhirnya dia sampai di rumah, rasanya seperti langkahnya terhambat oleh sesuatu yang tak terlihat. Rumah itu, yang biasanya memberikan rasa aman, kini terasa penuh dengan ketegangan. Semua kenyamanan itu hilang begitu saja setelah apa yang dia ketahui.Noah sedang duduk di ruang tamu, seperti biasa, namun ada sesuatu yang berbeda di wajahnya. Ekspresi gelisah yang t
Harness: "Ada yang ingin kamu bicarakan, Jas?"Jasmine menarik napas panjang, berpikir sejenak sebelum akhirnya mengetik balasan.Jasmine: "Apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Noah? Kenapa kamu selalu ada di sekitar dia, bahkan sampai sekarang?"Beberapa detik berlalu, lalu balasan datang dengan cepat.Harness: "Kamu harus siap untuk mendengarnya. Ada banyak yang nggak kamu ketahui, Jas."Jasmine menelan ludah, merasakan kekhawatiran yang semakin mendalam. Dia bisa merasakan bahwa ini bukan hanya sekedar pertanyaan sederhana. Ada rahasia yang jauh lebih besar di balik semua itu—rahasia yang bisa mengubah segalanya.Tanpa memberi tahu Noah, Jasmine memutuskan untuk bertemu dengan Harness, merasakan sebuah dorongan kuat untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara mereka.Sore itu, Jasmine berjalan menyusuri jalan setapak menuju kafe yang sering digunakan oleh Harness untuk bertemu denga