Home / Urban / Menjadi Ibu Sambung Anak Duda Kaya / Bab 1: Kesialan Dipagi Hari

Share

Menjadi Ibu Sambung Anak Duda Kaya
Menjadi Ibu Sambung Anak Duda Kaya
Author: UniSaja

Bab 1: Kesialan Dipagi Hari

Author: UniSaja
last update Last Updated: 2023-10-14 18:35:11

Setelah sinar matahari menyilaukan mata Anita di pagi hari, anak itu langsung bangun dengan terburu-buru. Dia baru teringat akan hal penting hari ini.

"Sial, aku bangun telat. Jangan sampai terlambat!" Ucap Anita yang kesal. 

Hanya butuh waktu setengah menit merias wajah, Anita sudah keluar dari kamar dengan merangkul tas kecilnya yang hanya berisi kertas kosong. Hari ini, Anita bersiap melakukan wawancara di sebuah perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan bagi lulusan akuntasi. Anita sendiri sudah menunggu untuk bekerja diperusahaan ternama itu meski dirinya hanya sebagai karyawan biasa saja.

"Hei, kau mau kemana?" Tiba-tiba suara nenek paruh bayah membuat langkah gadis perawan berusia 27 tahun itu terhenti. Dia menoleh dan melihat tatapan tajam dari nenek buyutnya.

"Aku mau wawancara kerja." Jawab Anita yang memaksa suara lembutnya keluar.

"Sejak kapan kau mau bekerja? Bukannya kau senang hidup bebas tanpa memikirkan apapun?" Ejek sang nenek yang berjalan menghampiri Anita.

"Bisakah nenek tidak banyak bicara? Aku sudah telat satu jam. Jangan sampai aku gagal kali ini!" Tekan Anita yang tersenyum manis ke arah neneknya, walau senyumnya terlihat menyeramkan.

"Kalau gagal, tinggal menikah saja. Apa kau tidak tahu, semua keluarga merendahkanmu karena tinggal dirimu yang tidak menikah diusia matang. Kau tidak malu mendengar semua orang mengejekmu?" Tanya sang nenek sambil duduk di sofa dengan berpura-pura membaca koran.

"Kenapa harus mendengar perkataan mereka? Kita hidup bukan untuk itu. Jadi, biarkan aku menentukan hidupku sendiri. Nenek mengerti?" Ucap Anita yang berlari keluar dari rumah setelah mengatakannya. Bukan tanpa alasan dia menghindar, sudah beribu kali telinganya mendengar semua ejekan keluarganya sendiri, namun tidak membuat dirinya berubah pikiran untuk menikah. Anita lebih fokus bersenang-senang diusia matangnya membuat sang nenek frustasi.

Sejak kecil, kedua orang tua Anita bercerai disaat umurnya menginjak sepuluh tahun. Kabarnya, ayahnya mendadak selingkuh dengan rekan kerjanya yang membuat ibunya marah besar. Tidak terima dengan perilaku suaminya, ibu Anita memilih menusuk suaminya sendiri di depan mata anaknya. Setelah membunuh ayah dari anaknya, sang ibu kemudian membunuh dirinya juga. Hal ini menyimpang trauma mendalam bagi Anita. Mimpi buruk selalu menghantui dirinya tiap malam. Karena itu, Anita tidak percaya dengan omongan laki-laki. Semua laki-laki sama saja dengan ayahnya, tukang selingkuh.

"Andai saja kejadian itu tidak ketahui Anita, mungkin hidupnya bisa berubah. Tidak seperti sekarang ini, cucuku masih menyimpang dendam mendalam terhadap semua pria." Ucap nenek Anita sambil menghela nafas kasar.

Tik.. Tik.. Tik..

Hujan turun begitu deras membasahi apapun yang ada di bawahnya. Semua orang berhenti dan berteduh di tempat yang bernaung. Berbeda dengan Anita yang menerobos hujan seolah tidak peduli dengan keberadaan hujan lebat ini. Hal ini membuat seluruh pakaiannya basah kuyup dan meneteskan air di lantai.

"Akhirnya sampai juga. Kali ini tidak boleh gagal!" Teriak Anita menyemangati dirinya sebelum masuk ke sebuah perusahaan dimana dirinya akan melakukan wawancara.

Saat kakinya menginjak lantai, seorang satpam membunyikan pluit menghentikan dirinya. Anita hanya memutar bola matanya, mengira jika bukan dirinya yang dimaksud.

"Hei, Kau! Sedang apa di sini? Kau pikir ini tempat berteduh?" Tunjuk satpam dengan kesal.

"Aku? Anda bicara denganku?" Tanya Anita sambil menunjuk dirinya sendiri. Matanya membulat seolah menandakan dirinya terkejut.

"Siapa lagi kalau bukan kamu, ha? Lihat pakaianmu, semuanya membasahi lantai. Bagaimana jika ada orang yang jatuh karena ulahmu?" Tanya satpam yang kini beralih menunjuk ke bawah dimana kaki Anita tengah berdiri.

"Aku tidak salah. Aku hanya tidak mau terlambat wawancara." Ucap Anita sambil mengedipkan mata, mengerti maksud pak Satpam.

"Apa? Kau!" Tunjuk pak Satpam dengan wajah memerah. Bahkan belum sempat memaki Anita, anak itu sudah berlari menaiki lift.

"Bye bye!" Teriaknya yang tersenyum manis ke arah pak satpam setelah mempermainkannya.

"Hei, berhenti!" Teriaknya, namun pintu lift sudah tertutup.

Setelah berada di lantai delapan, lift mendadak berhenti. Padahal Anita menuju lantai sepuluh dimana proses wawancara dilaksanakan. Namun setelah menunggu lama tak ada kabar, Anita memilih keluar dari lift, berniat menaiki tangga. Tetapi seorang anak laki-laki dengan tiba-tiba memeluknya dari belakang sambil berbisik.

"Mama! Mama!" Panggilnya.

"Mama? Aku? Kau sakit, nak? Aku bahkan belum menikah, bagaimana langsung punya anak?" Tanya Anita dengan alis mengerit.

"Mama! Mama!!" Ucap anak lelaki itu yang kira-kira berumur enam tahun.

"Kau salah orang. Aku mungkin hanya mirip dengan mamaku. Tetapi aku bukan mamamu. Jadi, tolong menjauh. Di usiaku yang hampir mengingak tiga puluh tahun, walau terbilang cukup tua, namun aku masih seorang gadis perawan. Aku belum menikah, apalagi punya anak." Jelas Anita sambil mengibas rambutnya ke belakang membuat anak kecil itu terpesona dan terus merengek padanya.

"Mama! Mama!" Panggilnya lagi.

"Hiks, apa-apa sih ini? Aku benar-benar terlambat kerja. Tunggu dulu, anak manis. Kau mau permen kan? Ini ambil." Ucap Anita membujuk anak lelaki itu dengan menyodorkan permen yang sengaja dia bawa. Rencananya memberi keponakan kecilnya permen saat bertemu di rumah, namun keponakannya belum terbangun saat dia berangkat.

"Nah, biarkan aku pergi. Stop say mom." Kata Anita memberi peringatan. Anita lalu berlari ke lantai sepuluh melewati anak tangga. Tetapi, ketika sampai, pintu wawancara sudah di tutup. Sudah tidak ada orang disana.

"Aku terlambat!" Kata Anita dengan wajah murung. Dia kembali turun melewati anak tangga dengan tubuh lemas. 

"Tolong! Tolong! Anak direktur pingsan!" Teriak seseorang yang berada di lantai delapan. Anita yang mendengar teriakan itu, buru-buru mendatangi sumber suara itu. Dia terkejut melihat anak kecil yang di temuinya, terbaring terkapar di lantai dengan memegang kulit permen.

"Ya ampun, apa dia keracunan karena memakan permen yang aku berikan?" Ucap Anita yang menutup mulutnya setelah mengatakannya.

Perkataannya itu di dengar oleh orang yang meminta tolong itu. Dia langsung melirik Anita dan mereka berdua saling berpandang.

"Kau meracuni anak direktur?" Tunjuknya yang menduga-duga.

"Bu.. bukan aku. Aku tidak mungkin melakukannya!" Bela Anita yang berniat kabur, namun segerombolan pengawal datang bersama tuan mereka yang terlihat lebih tegap.

"Direktur, akhirnya anda datang. Jaya diracuni oleh orang ini!" Tunjuknya yang mengadu.

"Apa? Aku?" Anita menjadi panik. Dia tidak melakukan kesalahan dan malah sedang di tuduh melakukan kejahatan. Tentu saja dia tidak terima dan ingin membela diri, namun melihat badan pengawal yang berdiri tegap di depannya membuat nyali Anita menciut. Mulutnya mendadak kaku, dia tidak bisa berbicara sepatah kata pun.

"Tangkap dia!" Teriak seorang lelaki yang seperti pemimpin di antara mereka. Wajahnya tampan dan terlihat mapan membuat Anita terpukau beberapa saat. Namun setelah tangannya di tarik paksa oleh dua pengawal, Anita kembali sadar.

"Jaya, bangun! Jaya, dengarkan kata papa." Ucapnya sambil menepuk perlahan pipi anak lelaki yang memakan permen Anita.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Sambung Anak Duda Kaya   Bab 23: Anita Sang Penyelamat

    "Jaya! Jaya!" Panggil Anita di bawah. Jaya langsung menoleh dan menghentikan langkahnya menuju papanya. Buru-buru Wira menyembunyikan laptop itu di dalam kamar Lilis."Selamat!" ucap Wira dengan lega. Hal menakutkan di dunia ini tidak jadi datang.Setelah memastikan Jaya sudah tidak ada diluar, Wira segera pergi darisana sambil membawa laptop Jaya. Dia memperhatikan laptop Jaya yang sudah rusak."Ini tidak bisa di perbaiki lagi. Apa aku harus membeli yang baru? Tetapi, Jaya akan tahu jika laptopnya rusak," guman Wira yang di penuhi rasa bersalah."Pak Wira! Bagaimana keadaan sekarang, sudah aman?!" tanya Rafael yang masuk ke ruang kerja Wira setelah bersembunyi tadi."Dasar kamu!" Wira melempar buku ke arah Rafael, begitu kesal anak itu baru muncul sekarang setelah membuat kekacauan."Maaf, bukan aku yang salah." bela Rafael."Iya, bereskan masalah ini cepat sebelum Jaya menyadarinya. Dia selalu memeriksa barang-barangnya sebelum tidur." kata Wira yang khawatir."Bagaimana caranya? In

  • Menjadi Ibu Sambung Anak Duda Kaya   Bab 22: Jaya Yang Menyeramkan

    Ah.. Ah.. Ah..Teriakan Yuni dari dalam kamar membuat Anita dan Wira tampak ragu membuka pintu. Mereka takut melihat adegan yang terlarang."Ya, sepupumu rupanya mesum juga. Apa dia menggoda kakakku hingga mengambilnya?!" tanya Anita sambil melirik Wira dengan tatapan merendahkan."Sepupuku yang salah? Bukannya suara kurang mengenakkan itu dari mulut kakakmu? Berarti dia sangat menikmati permainan sepupuku!" ucap Wira membalas."Ya, kakakku janda yang harga dirinya lebih tinggi dari yang kau duga. Bukan hanya itu, selama ini kakakku sangat menjaga dirinya, pasti sepupumu itu yang menggoda kakakku lebih dulu!" tunjuk Anita dengan tajam."Kakakmu yang salah, kenapa membawa sepupuku. Aku yakin sekali dan menjamin Rafael bukan sembarang lelaki. Dia itu masih perjaka selama ini!" jelas Wira yang emosi."Apa?! Kau yakin Rafael masih perjaka? Tadi saja dia membawa bra wanita, sekarang mulai bertingkah pada kakakku. Dia juga sudah melepas status perjaka nya itu!" umpat Anita dengan keras.Wir

  • Menjadi Ibu Sambung Anak Duda Kaya   Bab 21: Mulai Berkoar-koar

    Jaya berlari menuruni tangga mencari Wira. Anak itu tampak memutar kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari wajah tampan Wira."Papa! Gawat! Darurat!" Jaya berteriak keras agar Wira segera memunculkan dirinya di hadapan anaknya.Tidak butuh waktu lima menit, Wira datang dengan tergopoh-gopoh. Wajahnya tampak panik melihat keadaan anaknya."Jaya! Kau kenapa nak? Apa sesuatu terjadi padamu?!" tanya Wira sambil memeriksa tubuh Jaya."Baik saja, tetapi hati Jaya yang sakit, Pah!" rengek Jaya."Hati Jaya?!" Alis Wira terangkat, terheran-heran mendengar jawaban Jaya."Iya benar. Mama akan pergi berkencan, dia sampai berdandan sangat cantik. Bagaimana jika mama mendapat calon papa baru yang tajir dan tampan, lalu punya anak juga yang lebih menggemaskan dari Jaya? Jaya sangat khawatir karena itu, Papa harus menahan mama agar tidak berkencan dengan duda lain." Jelas Jaya mengutarakan isi hatinya."Apa yang kau bicarakan?!" "Papa mau kehilangan Jaya? Tidak kan, kalau begitu turuti perka

  • Menjadi Ibu Sambung Anak Duda Kaya   Bab 20: Pesona Anita

    Baru pagi hari, dua pasang mata saling melotot. Terlebih, Anita melipat kedua tangannya tidak mau kalah dari Wira."Mungkin wajahmu tampak menyeramkan, tetapi aku tidak takut denganmu sama sekali!" ucap Anita penuh percaya diri."Cihh, dasar perawan tua! Apa kau tidak tahu kesalahan mu padaku, ha? Kau mengajari anakku hal yang tidak seharusnya dia lakukan!" Bentak Wira dengan suara lebih keras lagi dari Anita."Siapa yang mengajarinya!" Sifat emak-emak Anita mendadak muncul. Tangannya berpindah posisi ke pinggangnya."Aku dari tadi memberitahumu, aku tidak tahu apa yang terjadi kemarin malam. Aku tidur nyenyak di dalam kamar. Mana aku tahu, Jaya membuat ulah!" teriak Anita lebih keras lagi membuat Wira segera menutup telinganya."Suaramu terlalu keras, telingaku terasa mau pecah!" balas Wira yang menjauh sedikit dari Anita."Iya, kamu jangan terus menyalahkan aku. Bukan aku yang menyuruh Jaya untuk melakukannya. Aku ini orang baik dan selalu mengajari Jaya hal yang baik seperti seoran

  • Menjadi Ibu Sambung Anak Duda Kaya   Bab 19: Rafael Vs Yuni

    Dua orang memasang mata mereka di depan layar komputer Wira. Anita menepuk meja sambil menghela nafas panjang, belum bisa memecahkan kode yang dibuat Jaya."Kenapa ini sangat sulit?!" ucap Anita mengeluh."Iya, kau sendiri yang mengajari Jaya. Dulu, dia lebih nakal dari ini, sekarang masih bertambah. Ajari yang benar sebagai ibu angkat, kau bisa tidak mendapat gaji!" ucap Rafael mengancam Anita."Aku?!" Anita menunjuk dirinya sendiri."Iya, siapa lagi." jawab Rafael dengan suara meninggi. Wajah Jaya memerah, tidak suka mamanya di bentak. Jaya langsung menendang buaya darat Rafael membuat Rafael merintih kesakitan sambil memegang buayanya."Paman, berhenti memarahi mamaku. Aku bisa menghilangkan buaya mu nanti agar kau tidak bisa punya anak dan tidak bisa menikah!" balas Jaya mengejutkan Anita dan Wira."Jaya! Bersikap sopan!" sahut Wira menatap tajam anaknya."Sopan? Hei! Kau tidak memberi anakmu hukuman? Dia memukulku dan hampir merusak keturunanku!" teriak Rafael menunjuk Wira."Ka

  • Menjadi Ibu Sambung Anak Duda Kaya   Bab 18: Pengaduan Jaya

    "Ayah Lilis?!" Yuni kaget setengah mati, tubuhnya langsung membeku di tempatnya."Kalian tidak bercanda?!" Kini Anita maju dan memastikan ucapan Jaya."Jaya tidak mungkin bercanda, Ma. Orang itu sendiri mengaku jika dia, ayahnya lilis!" jelas Jaya.Pagi ini, kondisi di rumah Wira begitu ramai. Pasalnya, Jaya dan Lilis tidak ke sekolah karena hari libur membuat mereka banyak bermain di rumah. Namun, Jaya tiba-tiba menghampiri Anita yang sedang berbicara dengan Yuni dan memberitahu kejadian kemarin. Tentu saja, dua bersaudara itu syok setengah mati."Kenapa wajah kalian terkejut begitu? Apa dia bukan ayahnya Lilis?!" tanya Jaya memasang wajah polosnya."Jaya! Kemari sebentar!" panggil Wira yang baru bangun. Dia melambaikan tangan pada anaknya yang tidak jauh darinya."Ma, aku ke papa dulu. Setelah itu, Jaya akan kembali melapor, Oke?!" ucap Jaya dengan senyum manis sebelum berlari ke pelukan Wira.Setelah mereka berdua pergi, Yuni mulai memperlihatkan ketakutannya. Dia tidak menutupnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status