Share

Di Balik Kepergian Laura

Penulis: Libra Syafarika
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-09 06:00:22

"Dasar wanita munafik!"

Laura membalikkan badan, lalu menuruni tangga dengan langkah cepat. Tumit sepatunya menghentak setiap anak tangga, menciptakan gema tajam yang mendahului kehadirannya.

Di dapur, suara riuh para karyawan sontak mereda. Percakapan terputus, piring berhenti berbunyi. Semua kepala menoleh serempak. Keheningan seolah menggantung di udara saat sosok Laura muncul di ambang pintu.

Indri berdiri di barisan terdepan. Matanya membulat, berbinar seperti menyala oleh harapan yang akhirnya menjadi nyata. Tanpa ragu, ia melangkah cepat dan memeluk Laura erat—seolah ingin memastikan wanita itu benar-benar kembali, bukan sekadar bayangan dari masa lalu.

"Bu Laura..." suaranya gemetar, tercekat oleh rasa haru. "Saya... saya benar-benar senang. Akhirnya Ibu kembali ke rumah ini."

Laura membalas pelukannya, gerakannya lebih tenang namun kaku. Tangannya meny

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Pria Lain Di Belakang Laura

    "Sstt!" Laura spontan menutup ponsel dengan telapak tangannya. Matanya menyapu sekeliling, napasnya memburu. Detak jantungnya tak karuan. Ia tak sadar, dari balik pintu yang sedikit terbuka, Ayu berdiri diam, matanya mengawasi dengan wajah murung.Laura menggigit bibir, lalu melangkah cepat menjauh, mencari tempat yang lebih sepi. Ia kembali mendekatkan ponsel ke telinga. Suaranya pelan tapi tegas."Papi, jangan bahas Leon sekarang. Aku sudah punya anak, Pi. Aku harus mengurus mereka.""Laura, kamu yakin mau korbankan masa mudamu demi merawat bayi-bayi itu? Dengar, masa depanmu masih panjang! Jangan buang karirmu hanya untuk merawat bayi. Kamu belum pantas menjadi ibu, Laura. Dan berhentilah bersikap bodoh! Harusnya kamu pakek logika. Mana mungkin anak yatim piatu bisa sukses bersih begitu?"Laura terdiam sejenak. Suaranya nyaris pecah saat menjawab, "Papi... beri aku kesempatan. Aku ing

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Perdebatan Di Dalam Kamar

    "Aku di sini... hanya untuk si kembar." Suara Ayu nyaris tak terdengar, tapi mengandung keteguhan yang perlahan kembali tumbuh.Wajah dua bayi itu menari dalam benaknya. Tawa-tawa kecil, tangisan lapar di malam hari, genggaman mungil di ujung jarinya. Semua itu bukan sekadar pekerjaan baginya—itu kehidupan baru. Sebuah makna yang tak pernah ia sangka akan ia peluk."Mereka... adalah jiwaku. Alasanku tetap bertahan di rumah ini," gumamnya, kini lebih yakin. Ia menghapus lembut sudut matanya, lalu berbalik menuju meja.Di atas meja, dompet kecil tergeletak. Ia mengambilnya, membuka pelan—seperti menyentuh sesuatu yang rapuh. Jemarinya menyusuri lapisan kulit dompet itu, lalu menarik selembar foto kecil dari balik sekat.Foto seorang bayi mungil dengan kulit yang masih keriput dan mata yang terpejam—menyiratkan betapa singkatnya ia hadir di dunia ini."Bintang... apa kabarmu, Sayang..." Suaranya mulai bergetar. " Alasan Ibu di rumah

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Harapan Yang Berakhir Petaka

    "Hah… Mas Baim?"Ayu buru-buru menarik pintu kamarnya hingga kembali tertutup, setelah sekilas menangkap bayangan Baim melintas di ujung lorong.Sudah beberapa hari sejak Laura kembali ke rumah itu—dan sejak saat itu pula, Ayu menjaga jarak. Ia tak lagi muncul di ruang makan, tak lagi berpapasan di ruang tamu. Hari-harinya dihabiskan dalam keheningan kamar bayi, menyanyikan lagu nina bobo untuk Arjuna dan Srikandi, mengganti popok, atau sekadar memandangi wajah polos mereka saat terlelap. Setiap langkah kaki Baim yang terdengar di lantai atas, Ayu tahu. Tapi yang ia pilih hanyalah pintu yang terkunci dan dada yang berisik oleh perasaan yang tak bisa ia ungkapkan.Perlahan, ia menyandarkan tubuh ke daun pintu. Helaan napasnya berat, seolah menyimpan rindu yang tak sempat tumbuh sempurna. Jantungnya berdetak tak beraturan setiap kali melihat sekilas paras Baim—tapi tak ada ruang, tak ada hak, untuk sekadar menyapa."Ya Allah… sampa

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Tamparan Yang Mengejutkan

    "Hah... Kamu tercengang?" Laura melangkah mendekat, sorot matanya tajam, nyaris menusuk. Senyum sinis mengembang di wajahnya. "Kamu pikir aku Baim di balik pintu? Atau sebenarnya... kamu merindukan pelukannya? Merindukan tubuhnya di ranjangmu?!"Ayu menggeleng cepat. Napasnya memburu, seperti tercekik oleh udara yang mendadak terasa berat. Matanya menyapu wajah Laura dengan tatapan gamang. Bibirnya terbuka, tapi tak satu kata pun lolos—seolah lidahnya terikat oleh sesuatu yang tak kasatmata. Suaranya tertelan oleh gelombang panik yang merambat dari dada hingga ke ujung jemari yang mulai gemetar.Hanya mendapat balasan berupa gelengan dan tatapan kosong membuat darah Laura mendidih. Matanya menyala, seperti kobaran api yang tak lagi bisa dikendalikan. Ia mengangkat tangannya sekali lagi, kali ini lebih tinggi, lebih mengancam."Munafik...!"Plak!Tampar

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-13
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ciuman Liar

    "Kamu—"Belum sempat Baim menyelesaikan kata-katanya, Laura melangkah maju dengan langkah tajam. Tangannya mencengkeram kerah kemeja Baim, menariknya mendekat—dan tanpa memberi ruang untuk berpikir, bibirnya menabrak bibir suaminya.Ciuman itu bukan cerminan rindu, melainkan ledakan kepemilikan yang membara. Lidahnya menelusup liar, menuntut, mendesak, seolah ingin membakar semua keraguan. Ia mencium Baim bukan hanya untuk merasakan, tapi untuk menunjukkan sebuah kekuasaan pada Ayu.Ayu berdiri mematung, dadanya terasa sesak. Ada sesuatu yang dingin mengalir pelan dari dadanya ke perut—rasa yang tak ia ingin kenali, tapi tak bisa ia tolak: cemburu. Matanya membeku, namun tak bisa berpaling. Ciuman itu mengiris, menusuk lembut seperti belati yang tersenyum. Di balik gairah yang memekik dari bibir Laura, Ayu bisa melihatnya—tatapan singkat, penuh kemenangan.Laura menarik diri perlahan, membiarkan suara ciuman yang basah dan provokat

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Gemuruh Batin Baim

    "Aku ini ibu dari anak-anakmu, Mas..." Suara Laura meninggi, nyaris pecah di ujung kalimat.Langkah Baim terhenti mendadak. Ia membalikkan tubuh dengan gerakan tajam, matanya menghujam Laura tanpa ampun."Ya, kamu ibu mereka," ujarnya pelan, tapi nadanya tegas—dingin dan menusuk, lebih tajam dari teriakan. "Dan itu seharusnya jadi alasanmu untuk pulang. Tapi kenyataannya… bukan mereka yang membuatmu kembali, kan?"Tatapan Laura yang semula menantang perlahan meredup. Bahunya jatuh sedikit, dan sorot matanya mulai menampakkan retakan yang selama ini ia sembunyikan. Ia melangkah mendekat, lalu memeluk tubuh Baim—erat, rapuh—seolah ingin menghapus jarak yang pernah ia ciptakan sendiri."Aku salah, Mas… Aku tahu," bisiknya, suaranya pecah di dada Baim. "Tapi… apa aku salah kalau aku takut kehilangan kamu?"Pelukannya menguat, putus

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Penolakan Yang Samar

    Ciuman Laura mendarat perlahan di dada Baim—lembap, hangat—meninggalkan jejak yang seolah membakar kulit… dan hati. Jemarinya menelusuri sisi tubuh pria itu, seakan ingin mengingat kembali setiap lekuk yang dulu pernah menjadi miliknya.Namun dalam benak Baim, wajah Ayu perlahan muncul. Tatapan matanya yang jernih. Suara lembutnya saat berbicara. Dan kepolosannya yang selalu berhasil menggugah naluri Baim untuk melindungi.Seketika, dadanya terasa sesak. Antara raga yang disentuh godaan… dan jiwa yang ingin melarikan diri.Bibir Laura semakin intens menyusuri dada dan lehernya—pelan, menggoda. Tapi tubuh Baim tetap kaku. Tak ada reaksi. Seolah setiap sentuhan itu gagal menyalakan bara di dalam dirinya. Ia memejamkan mata, berusaha memanggil hasrat yang dulu pernah ada. Tapi yang ia temukan hanyalah kehampaan."Kenapa aku gak bisa merasakan apa-apa?" batinnya bertanya, getir.Laur

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Berat Untuk Melepaskan

    Fatma memutar badan. Langkahnya terhenti mendadak. Di ambang pintu, Laura berdiri tegak, di sampingnya Baim menyusul pelan. Tanpa diminta, Fatma menunduk dalam."Bu…" ucapnya pelan, nyaris seperti minta ampun.Senyum Ayu meredup, seperti cahaya lampu yang dipadamkan mendadak. Pelukannya pada Srikandi menguat, seolah dunia bisa runtuh kapan saja dan hanya tubuh kecil itu yang membuatnya tetap berdiri.Langkah Laura masuk penuh wibawa dan dingin. "Kami yang akan membawa mereka jalan-jalan," ujarnya tajam, tatapannya menusuk lurus ke arah Ayu. "Kamu gak lupa perintahku kemarin, kan? Jangan terlalu dekat sama si kembar. Kamu cuma ibu susunya, Ayu. Bukan ibu kandung."Ayu berdiri perlahan, namun sikapnya tak lagi tunduk. Srikandi masih dalam pelukannya, dilindungi seperti sesuatu yang tak ternilai. Suaranya tenang, tapi ada bara dalam nada itu. "Memang bukan. Tapi darah saya mengalir d

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Keraguan Yang Terselip

    "Papa ngirim pesan..." Suara Narendra terdengar panik.Mata Ayu membulat. "Apa? Mungkinkah itu orang suruhan Papa?"Narendra kembali melirik spion, lalu menggeleng pelan. "Nggak tahu."Beberapa detik kemudian, getaran panggilan masuk dari Sambo membuat ponselnya bergerak."Papa nelpon, Mas!" seru Ayu panik.Narendra spontan menoleh ke arah ponsel. Pegangannya di setir mulai goyah."Apa Papa tahu aku bawa Ayu kabur?" batinnya.Ayu melirik spion dengan napas tak teratur. "Mas, van hitam itu masih ngikutin kita. Gimana dong?""Di depan ada pom bensin. Aku akan masuk ke sana."Narendra membanting setir, lalu menepi ke area pom. Dari kaca spion, ia melihat van itu menyalip dan terus melaju.Ayu menghela napas panjang. Matanya terpejam sebentar."Syukurlah... Van itu udah nggak ngikutin kita."Narendra mengangguk kecil. "Aku angkat telepon dari Papa. Kamu tenang dulu, ya."Ayu mengangguk cepat. "Iya, Mas..."Narendra menekan tombol hijau. Ia menarik napas panjang sebelum berbicara."Halo,

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ketegangan Dalam Pelarian

    Mata Ayu membelalak. Nafasnya tertahan saat melihat sosok di ambang pintu. Degup jantungnya melambat—bukan karena takut, tapi lega."Mas Rendra..." suaranya lirih, nyaris seperti bisikan yang tercekat. Ia bergegas membuka pintu.Narendra masuk tanpa basa-basi. Tangannya meraih gagang pintu dan membantingnya hingga tertutup rapat. Tatapannya tajam, nadanya nyaris membentak."Kamu yang menyebarkan surat itu? Kenapa kamu gegabah, Ayu?"Ayu tersentak, lalu buru-buru menggeleng. "Bukan aku, Mas. Sumpah. Aku bahkan nggak tahu siapa yang—""Ini gawat." Narendra menyapu ruangan dengan pandangan waspada. Matanya menyipit."Kamu bisa dalam bahaya. Siapapun yang menyebarkan, yang jelas isi perjanjian itu sudah terungkap ke publik. Papa Sambo nggak akan membiarkan kamu muncul dan bicara.""Kenapa, Mas? Aku bisa menyangkal. Berpura-pura perjanjian itu nggak benar.""Karena kamu itu ancaman, Ayu. Dari awal!"Narendra mendekat, matanya menyala marah—bukan padanya, tapi pada kebenaran yang selama ini

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ancaman Yang Tak Main-main

    "Baik, Pak. Di mana posisi target sekarang?" Suara dalam ponsel itu terdengar datar. "Di rumah. Dia tidak ke mana-mana." Sambo melirik ke arah jendela, seolah bisa menembus dinding dengan tatapan. "Lenyapkan dia. Malam ini." "Siap, Pak." Telepon berakhir dengan bunyi klik. Sambo menatap layar ponsel yang mati, lalu mengepalkannya hingga sendi jarinya memutih. "Bangsat!" gumamnya pelan namun penuh geram. Ia melempar ponsel ke sofa, lalu menghantam meja kecil di sampingnya dengan kepalan tangan. "Anak itu benar-benar tidak bisa diajak bicara baik-baik. Sudah kuperingatkan. Tapi dia tetap melawan." Dari dalam rumah, langkah cepat terdengar. Hayati muncul dengan napas tersengal, wajahnya pucat. "Pa... barusan itu wartawan? Suaranya ramai sekali." Sambo memutar tubuhnya, sorot matanya gelap. "Mereka menanyakan surat itu. Memaksa aku mengakui perbuatan Jaka. Dan sekarang... mereka ingin Ayu tampil di jumpa pers." Hayati menutup mulutnya dengan tangan. "Ya Tuhan... Pa, aku sudah cob

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ketegangan Di Rumah Dinas

    "Nggak masuk akal, menantu Gubernur adalah penjual sayur. Mereka pasti sengaja menyembunyikan sesuatu, agar nama Gubernur tetap bersih." Polisi itu menjabat tangan Baim, lalu melangkah pergi. Baim membeku. Pandangannya kosong, bahunya kaku, dan wajahnya pucat. Melihat itu, Yoga buru-buru menghampiri. "Pak? Anda baik-baik saja?" Baim mengangkat kepala perlahan. Suaranya parau. "Yoga, aku nggak begitu paham maksud polisi tadi. Aku bingung." Yoga mengeluarkan ponselnya. Ia membuka unggahan yang sedang viral, menampakkan surat perjanjian bermaterai. Komentar-komentar menghujani layar, sebagian besar berisi kemarahan. "Ini, Pak. Surat ini sudah tersebar ke mana-mana. Banyak yang menuntut Gubernur diperiksa KPK. Rakyat marah karena kasus ini ditutupi. Mereka menyuarakan keadilan untuk Ayu." Baim membaca cepat. Sorot matanya tajam, lalu berubah nanar saat melihat nama Ayu dan Jaka tertera jelas dalam perjanjian itu. "Jadi... orangtua Ayu...?" "Iya, Pak. Jaka menabraknya saat mabuk. Ibu

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Kejahatan Yang Terungkap

    Baim mendongak. "Apa? Bagaimana bisa?"Yoga menoleh ke Laura sejenak, lalu kembali ke Baim. "Dia memang sudah lama diincar. Tapi selalu lolos karena punya pelindung kuat. Gubernur."Laura menyambung, suaranya mantap. "Kamu lihat sendiri kan, Mas. Bahkan tanpa ikut permainannya, kita masih bisa bertahan. Ayu nggak perlu lagi jadi korban mereka.""Benar, Pak. Orang saya bilang, salah satu bandar kecil yang kerja buat Bram akhirnya buka suara. Polisi tinggal menunggu waktu."Baim menarik napas dalam. Pandangannya kini lebih terang. Ragu-ragu yang tadi menggumpal mulai menguap."Terima kasih, Yoga," ucapnya lega. "Ayo, waktunya kita masuk ke ruang jumpa pers." Ia menggandeng tangan Laura mantab.Hingga akhirnya, jumpa pers itu berjalan tanpa mengikuti tekanan dari Bram. Kini suara kamera mulai mereda, para wartawan berkemas, beberapa masih sibuk menelepon redaksi.Tapi di lorong luar, langkah kaki bergemuruh. Bram datang tergesa, matanya menyala seperti bara. Saat ia melihat Baim keluar

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Diam-diam Melawan

    "Lalu ke mana ibunya saat itu? Kenapa bukan dia yang memberi ASI anak kalian?"  Seorang wartawan mengangkat tangan di antara kerumunan, lalu bertanya lantang—menyayat keheningan yang baru saja terbentuk.Pertanyaan itu membuat Laura tersentak pelan. Ia menunduk, menahan gelombang emosi yang nyaris tumpah. Lalu, dengan napas dalam, ia angkat wajahnya. Matanya basah, tapi suaranya jelas."Ya... itu salahku," ucap Laura pelan, tapi suaranya cukup menggema memenuhi ruangan."Saat itu, aku mengalami baby blues. Aku... aku memilih pergi ke Jerman. Meninggalkan anakku sesaat setelah mereka dilahirkan."Laura menarik napas dalam. Tangannya bergetar saat menyentuh dada, mencoba meredakan rasa bersalah yang terus menghantui."Aku sangat berterima kasih pada Ayu," lanjutnya. "Kalau bukan karena dia... mungkin anakku nggak akan selamat."Suasana ruangan menegang, namun bukan karena kecurigaan—melainkan karena rasa haru yang makin nyata.

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Malaikat Tak Bersayap

    Bram tertawa pendek, puas. "Tentu saja. Pria sehebat kamu, masa iya mau mengorbankan semuanya hanya demi... wanita penjual sayur." Ia melirik Laura, lalu menambahkan, "Apalagi istrimu secantik dan seanggun ini. Ah, Ayu... mana mungkin bisa menandingi."Laura hanya tersenyum tipis, tanpa menanggapi. Ia dan Baim saling menatap, sebuah kesepahaman diam tercipta di antara mereka—entah apa isi dari kesepakatan itu."Baiklah, Pak," kata Baim, melirik jam tangannya sekilas. "Saya harus segera masuk. Media sudah menunggu.""Silakan," balas Bram dengan anggukan ringan. "Aku tunggu kejutanmu di atas podium."Baim melangkah pergi bersama Laura. Sorot matanya masih tajam, namun kini menyimpan sesuatu yang lain. Bukan keraguan. Tapi rencana.Baim dan Laura melanjutkan langkah mereka menuju ruang jumpa pers. Kamera sudah mengarah ke podium. Lampu sorot menyilaukan. Suara bisik-bisik dari para wartawan memenuhi ruangan. Sorotan publik sedang tertuju pada mereka, dan tak ada tempat untuk bersembunyi

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Separuh Jiwa Telah Pergi

    "Aku menyuruhnya pergi demi kamu, Mas," kata Laura. Suaranya nyaris bergetar. Wajahnya menegang, bukan karena malu, tapi karena amarah yang ia tahan. Tatapannya tajam, menantang Baim untuk membantah."Kalau dia masih tinggal di sini, semua gosip itu akan dianggap benar. Dia menantu Gubernur, Mas. Kita bukan siapa-siapa."Baim menunduk, lalu menggeleng pelan. Pandangannya kosong."Tapi kenapa harus kamu usir, Laura?" suaranya serak. "Aku berutang banyak pada Ayu. Dia yang selamatkan anak-anak kita. Setidaknya, biarkan aku bicara sebelum dia pergi."Ia terdiam sejenak, sebelum menatap Laura tajam. "Lalu anak-anak... bagaimana dengan mereka? Tidakkah kamu memikirkan mereka sebelum bertindak?"Laura menunduk. "Aku tahu, Mas. Aku salah. Aku terlalu emosi... Maafkan aku. Aku janji akan menjadi ibu yang lebih baik. Aku akan mencari ASIP. Kalau perlu, ke seluruh rumah sakit di Jakarta."Baim memejamkan mata. Tangannya mencengkeram pinggiran bathtub. Suhu air hangat yang tadinya menenangkan ki

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Permohonan Yang Tak Diharapkan

    "Laura... Ada yang ingin aku sampaikan." Baim menatap wajah istrinya dalam-dalam, mencoba memahami isi hatinya sebelum ledakan yang tak terhindarkan itu datang."Mas... nanti aja, ya. Ayo tenangkan badan dulu."Laura menggandeng tangan Baim menuju kamar mandi. Baim menurut, langkahnya berat seperti orang yang kehilangan arah.Ia melangkah masuk ke dalam bathtub, membiarkan tubuhnya tenggelam perlahan ke air hangat penuh busa. Uap naik lembut dari permukaan, menenangkan otot-ototnya yang tegang. Untuk sesaat, dunia seolah diam.Di samping bathtub, Laura duduk tenang. Ia menyusun potongan buah di piring kecil, menuang jus ke dalam gelas, lalu meletakkannya di meja mungil di samping mereka. Setiap gerakannya penuh perhatian—nyaris seperti perawat yang menjaga pasien.Baim memandangi wajahnya. Tak ada kemarahan, tak ada ketegangan seperti hari-hari sebelumnya. Hanya ketenangan... dan sesuatu yang menyerupai ketulusan.Namun justru itu yang membuat hati Baim semakin kacau. Ia menelan luda

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status