Share

Epilog - Isi Hati Ayu

last update Last Updated: 2025-06-11 10:26:11

Aku tidak pernah menyangka, bahwa aku dan Mas Baim akan punya masa depan seindah ini. Siapalah aku?

Aku hanyalah anak dari penjual sayur di pasar pagi. Dan aku… menyaksikan sendiri bagaimana kedua orang tuaku meregang nyawa di hadapanku.

Hari itu, kami sedang mengangkut sayuran ke lapak. Tiba-tiba, sebuah mobil rubicon melaju kencang dan oleng, menghantam mereka. Ibu meninggal di tempat. Ayah masih hidup, tapi kritis. Di rumah sakit, dua polisi datang membawa selembar kertas dan meminta ayahku menandatanganinya, bahkan saat tangannya tak mampu lagi menggenggam pena. Tak lama setelah itu... beliau pun pergi menyusul ibu.

Aku... hancur.

Baru lulus SMA. Baru datang dari Semarang ke Jakarta, dengan harapan bisa hidup bersama orang tua dan mencari pekerjaan. Tapi dalam sekejap, aku kehilangan semuanya.

Aku dititipkan di Asrama Yatim dan Dhuafa. Tak lama, datanglah sepasang suami istri—katanya Gubernur Jakarta dan istrinya—menjemputku. Mereka bilang, aku akan menikah. Dan aku hanya bisa mengangguk, bahkan ketika hatiku bingung dan kosong.

Ternyata, aku akan dinikahkan dengan Jaka, pria yang menabrak orang tuaku. Itu bentuk "pertanggungjawaban" yang disepakati, katanya. Tapi tidak ada cinta. Tidak ada penghormatan. Aku diperlakukan seperti pembantu oleh keluarganya, dan seperti angin lalu oleh Jaka.

Bahkan saat aku hamil besar dan butuh dana untuk operasi… mereka membiarkanku sendirian. Bayiku meninggal karena kelainan jantung. Dan aku—menggendong jenazah anakku dengan ojek karena tak ada uang.

Kamu bisa bayangkan? Tidak ada satu pun dari mereka yang datang atau peduli.

Setelah itu, Jaka bahkan menikah lagi tanpa menceraikanku. Kakak iparku menjualku pada pria tua demi uang. Hidupku… benar-benar seperti neraka yang tak pernah berhenti membakar.

Tapi hidup memberiku kesempatan kedua.

Aku bertemu Mas Baim.

Lewat sebuah kebetulan kecil—aku menjadi ibu susu bayi kembarnya. Dan sejak saat itu, hidupku perlahan berubah. Bukan karena uang. Tapi karena dua bayi itu—Arjuna dan Srikandi—yang memberiku kembali semangat hidup.

Di rumah Mas Baim, aku kembali belajar mencintai. Tapi cinta kami tak pernah mudah. Sama-sama terikat, sama-sama terluka. Namun cinta tetap tumbuh, meski salah, meski rumit.

Bersama Mas Baim, aku berani melawan. Aku mengungkap perlakuan keluarga Jaka ke media. Publik bersimpati. Kebenaran mulai terungkap. Dan dengan bantuan Mas Narendra, aku menuntaskan balas dendamku.

Jaka dan keluarganya hancur. Harta mereka disita. Mereka dijerat kasus korupsi. Jaka dipenjara. Hayati dan Rani hidup dalam kemiskinan. Sambo pun tak bisa menyelamatkan siapa pun kali ini.

Mas Narendra… aku tak tahu apakah kau masih mendengar dari tempatmu berbaring. Tapi bagiku, kamu adalah bagian dari keberanianku.

Dan Mas Baim...

Meski sempat saling menyakiti, sempat saling menjauh karena rasa bersalah, pada akhirnya cinta kami tetap memilih pulang.

Setelah si kembar berumur satu tahun, aku dan Mas Baim menikah. Laura hadir di sana, bersama suami barunya, Leon. Kami berfoto bersama tanpa canggung. Kami sepakat membesarkan si kembar tanpa batasan hak asuh. Kapan pun Laura datang ke Indonesia, dia bisa bersama mereka. Dan sejak bercerai, Laura memilih hidup di Jerman bersama keluarganya. Itu adalah kebahagiaan yang ia pilih, dan aku mendoakannya.

Terima kasih, Laura. Kamu wanita yang luar biasa. Kamu memilih melepas demi kebahagiaan suami dan anakmu. Aku tak akan melupakan kebaikanmu.

Ini kisahku. Dan aku ingin menutupnya dengan satu pesan:

Cinta tak selalu datang di waktu yang tepat, atau dengan cara yang indah. Tapi cinta yang bertahan, adalah cinta yang berani menghadapi luka dan memilih untuk tetap tinggal.

Buat kamu yang sedang berada di hubungan rumit, semoga segera mendapat kepastian.

Buat kamu yang sedang berjuang untuk dicintai, jangan menyerah. Cinta yang baik… tak akan pergi saat kamu jatuh. Tapi akan menunggumu bangkit, lalu menggenggam tanganmu lebih erat.

Aku, Ayu Lestari, mencintai kalian. Terima kasih telah menemaniku sampai akhir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rosita Megawati
sangat suka..apa ini kisah nyata?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Epilog - Isi Hati Ayu

    Aku tidak pernah menyangka, bahwa aku dan Mas Baim akan punya masa depan seindah ini. Siapalah aku? Aku hanyalah anak dari penjual sayur di pasar pagi. Dan aku… menyaksikan sendiri bagaimana kedua orang tuaku meregang nyawa di hadapanku. Hari itu, kami sedang mengangkut sayuran ke lapak. Tiba-tiba, sebuah mobil rubicon melaju kencang dan oleng, menghantam mereka. Ibu meninggal di tempat. Ayah masih hidup, tapi kritis. Di rumah sakit, dua polisi datang membawa selembar kertas dan meminta ayahku menandatanganinya, bahkan saat tangannya tak mampu lagi menggenggam pena. Tak lama setelah itu... beliau pun pergi menyusul ibu. Aku... hancur. Baru lulus SMA. Baru datang dari Semarang ke Jakarta, dengan harapan bisa hidup bersama orang tua dan mencari pekerjaan. Tapi dalam sekejap, aku kehilangan semuanya. Aku dititipkan di Asrama Yatim dan Dhuafa. Tak lama, datanglah sepasang suami istri—katanya Gubernur Jakarta dan istrinya—menjemputku. Mereka bilang, aku akan menikah. Dan aku hanya

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Menjemput Cinta

    Baim berdiri sekitar dua meter dari Ayu. Jemarinya mencengkeram erat pegangan stroler, sendi-sendi tangannya tampak tegang, seperti menahan sesuatu yang lama mengendap. Suara langkahnya terdengar berat saat ia mendekat. "Teganya kamu mau ninggalin kita, huh?" ucapnya, pelan tapi tajam—seperti luka yang baru saja disiram garam. Ayu tersentak. Nafasnya tercekat sejenak. "D-dari mana Mas tahu saya di sini?" Suaranya nyaris tak terdengar, matanya menatap sekeliling, gugup, seolah berharap tempat itu bisa menelannya hidup-hidup. "Umi Euis." Baim menatap langsung ke matanya. "Aku di sana waktu dia telepon kamu." Ayu mengerjap. Bibirnya gemetar. "Umi...?" bisiknya, tak percaya. Namun perlahan, senyum samar terbit di wajahnya saat stroller itu mendekat. Di dalamnya, Arjuna dan Srikandi menendang-nendang kecil, tangan mungil mereka bergerak, seakan mengenali aroma yang tak asing. "Arjuna... Srikandi..." Suaranya parau, bergetar. Ia berjongkok, meraih Arjuna ke pelukannya. Seketika

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Harus Berpisah

    Sudah seminggu sejak tragedi berdarah itu. Luka di tubuh Narendra mungkin dijahit dan dirawat, tapi luka di hati Ayu masih menganga, tak tersentuh.Hari itu, ia berjalan pelan menyusuri lorong rumah sakit, tangan kanan menggenggam tas kecil yang sudah lusuh di ujung resleting. Isinya hanya beberapa helai baju—cukup untuk pergi, bukan untuk kembali.Ia berhenti di depan pintu ICU. Menarik napas panjang, lalu membukanya perlahan.Cahaya putih dari ruangan menyambutnya dengan sunyi yang menggigit. Di dalam, tubuh Narendra terbaring kaku di atas ranjang. Wajahnya pucat. Selang menancap di hidung dan tangannya, kabel-kabel menjulur ke monitor yang memancarkan bunyi ritmis,bip… bip… bip,penanda bahwa jantungnya belum menyerah.Ayu melangkah pelan, duduk di tepi ranjang, lalu menggenggam tangan Narendra. Dingin. Tak ada balasan."Mas…" bisiknya, suara serak tertahan di tenggorokan. "Aku pamit, ya…"Matanya mulai basah. Suara di dadanya memberontak, tapi tak tahu harus berkata apa. Ia mengu

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Detik Waktu Yang Menyempit

    Beberapa warga menarik baju Jaka hingga tubuhnya terpental ke jalan. Pisau itu terlepas. Seseorang menendangnya jauh dari jangkauan.Jaka bangkit tergagap, napas memburu. Seperti baru terjaga dari mimpi buruk, ia berbalik dan lari membelah kerumunan yang nyaris mengeroyoknya.Tapi di ujung gang, langkahnya terhenti.Cahaya merah-biru menyambar wajahnya. Beberapa polisi berdiri siaga. Senjata teracung, suara mereka membelah malam:"Berhenti! Angkat tanganmu!"Jaka terpaku. Napasnya tak beraturan. Tangan gemetar, darah mengering di sela jemarinya. Perlahan ia mengangkat kedua tangan. Tanpa perlawanan, tubuhnya didorong ke tanah dan diborgol. Sorot matanya kosong—seperti jiwa yang baru tercerabut dari tubuhnya.Tak lama kemudian, sirine meraung dari arah lain. Ambulans berhenti di mulut gang. Petugas medis turun, membawa tandu dan peralatan. Mereka menyibak kerumunan yang kini saling berbisik ngeri.Narendra segera diangkat dari tanah. Tubuhnya nyaris tak bergerak, hanya dada yang masih

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Tragedi Berdarah

    Jleb...Suara daging yang robek tertahan dalam udara, tajam dan mengerikan. Pisau menembus perut Narendra—seketika tubuhnya menegang, matanya membelalak seolah tak percaya apa yang baru saja terjadi. Nafasnya tersendat pendek.Tangan kirinya meraba pangkal pisau yang masih tertanam dalam perutnya. Jemarinya gemetar, mencoba menahan luka yang terasa membakar dari dalam. Darah mulai merembes, menghangatkan bajunya, lalu menetes deras ke jalan."Dasar pengkhianat!" suara Jaka melengking, garau dan penuh amarah. Sorot matanya liar, bibirnya mengatup keras seperti sedang menahan badai dari dalam dadanya. Ia mendorong pisau itu lebih dalam—gerakan cepat dan penuh dendam."Egh…" desah Narendra, lebih mirip embusan angin dari paru-paru yang kehilangan kendali. Kakinya melemas, bahunya turun perlahan, lalu tubuhnya ambruk dalam gerakan lambat. Pisau ditarik. Suara basah yang memuakkan terdengar ketika bilah itu meninggalkan tubuhnya. Darah memancar deras, membasahi jalan paving, menggenang c

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Dibalas Dengan Cantik

    Rani mendesis marah. Ia mendorong si pegawai dengan kasar. "Kurang ajar kamu, ya! Gini-gini aku masih punya uang!"Pegawai itu tak gentar. Ia mengangkat kartu kredit berwarna emas dan mengibaskannya di udara."Heh… jangan mimpi terus! Selama ini ayah kamu itu korupsi. Kamu cuma numpang gaya! Nih, kartu kamu nggak bisa dipakai!" Ia menjatuhkan kartu itu ke lantai dengan gerakan menghina.Wajah Rani memerah, nyaris ungu. Ia memungut kartu itu dengan gerakan tergesa lalu menutupi wajahnya dengan syal dan memakai kacamata hitam, berusaha menyembunyikan amarah dan rasa malu yang sudah telanjur menggelegak. "Apa kalian. Jangan ada yang berani merekamku. Pergi kalian semua. Bubar!" Ia menyibakkan tangan berharap kejadian itu tak ada satu orangpun yang tahu.Namun terlambat—kerumunan sudah melihat segalanya. Beberapa kamera ponsel menangkap setiap detiknya.Di dalam mobil, Ayu masih terpaku. "Mas… kamu nggak turun?" tanyanya hati-hati.Narendra mendengus pelan, hampir seperti tertawa kecil t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status